Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Sabtu, 21 Juni 2014

MEMILIH PRESIDEN/WAKIL PRESIDEN DAN TELADAN RASULULLAH



         Pada hari Jum’at 20 Juni 2014 saya shalat Jum’at di Masjid Al Muhajirin Jatikramat Indah I – Bekasi. Yang menarik adalah isi khotbahnya yang membahas tentang meneladani Rasulullah SAW. Dijelaskan bahwa beriman kepada Allah adalah mencintai Allah. Bagi orang yang bertakwa, selain mencintai Allah adalah juga mencintai Rasulullah. Bentuk mencintai Rasulullah adalah mengerjakan  waktu. Rasulullah pernah bersabda, kerjakanlah sholat sebagaimana yang aku kerjakan. Tetapi ada teladan yang lepas dari perhatian kita dan kita jarang mengamalkannya. Yang pertama, sewaktu Ali bin Abi Thalib, khulafaurrasyidin, mengusulkan kepada Rasulullah agar membuat parit besar untuk menghambat gerak musuh dan ternyata beliau menyetujui.
Ketika membuat parit itu dikerjakan, Rasulullah ikut bekerja langsung bersama umat, terjun langsung bersama mereka, bukan cuma tahu beres. Contoh lain lagi, sewaktu masa Rasulullah, di Jazirah Arab banyak sekali kerajaan-kerajaan kecil bangsa Quraisy. Mereka punya kebiasaan, kalau keluarga kerajaan melanggar hukum selalu dilindungi dan ditutup-tutupi agar rakyat tidak mengetahui. Melihat gejala ini, Rasulullah mengeluarkan fatwa bahwa menegakkan hukum itu harus adil karena kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Sebagai contoh menegakkan hukum yang adil kata Rasulullah adalah, kalau saja Fatimah anakku melanggar hukum misalnya mencuri, niscaya akan kupotong tangannya.
Bagi saya, isi khotbah tersebut merupakan petunjuk yang menarik untuk pelajaran bagi bangsa Indonesia bagaimana memilih pemimpin pada Pilpres 9 Juli 2014 nanti. Ada dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden yang harus kita pilih. Jokowi yang pekerja keras dan selalu ikut terjun langsung di lapangan, atau pasangan yang mempunyai cacat hukum. Prabowo yang masih harus bertanggung jawab terhadap aksi penculikan aktivis pada tahun 1997/1998 tetapi tidak dihukum sesuai kesalahannya karena pertimbangan menantu Suharto. Ini sesuai pengakuan para anggota Dewan Kehormatan Militer yang mengadili Prabowo pada waktu itu (1998), yang tidak menjunjung tinggi UUD 1945 yang antara lain menyatakan bahwa setiap warga negara sama kedudukannya di    dalam hukum. Akibatnya, sampai sekarang masih menjadi masalah, karena yang bersangkutan tidak pernah merasa berdosa. Pada hal Islam mengajarkan bahwa membunuh sesama manusia adalah merupakan dosa besar yang tidak terampuni. Diantara aktivis yang diculik, 13 orang tidak diketahui rimbanya sampai sekarang yang dapat disimpulkan pasti sudah terbunuh. Begitu juga pasangannya, Hatta Rajasa, yang anaknya pada waktu itu berusia 21 tahun, mengantar pacarnya di pagi buta dengan mobil mewah Mercedez dan menabrak kendaraan lain, sehingga membuat orang meninggal dan luka-luka. Bagaimana proses hukum yang berlaku, tidak pernah terdengar kelanjutannya. Kabar burung menyebutkan, konon anak itu tidak pernah dihukum karena dianggap dibawah umur atau karena anak pejabat? Tidak bisa memimpin anak, alias tidak berhasil memimpin keluarga dan meremehkan hukum kok nyalonin wapres?
Maka, pandai-pandailah bangsa Indonesia menentukan pilihan agar tidak termasuk bangsa yang sesat dan tidak pandai berpikir serta tidak pandai meneladani Rasulullah SAW.*****