Pepatah Inggris mengatakan: “Birds of the same feather
flock together”, yang artinya, burung yang sama bulunya akan hinggap bersama.
Harian Kompas telah berhasil mengumpulkan orang-orang
yang mempunyai hobi yang sama dan minat yang sama, yaitu menulis cerpen. Setiap
tahun, Kompas menyelenggarakan Kelas Cerpen Kompas. Kali ini Kelas Cerpen
Kompas 2018 berhasil mengumpulkan sebanyak kurang lebih 100 orang, 21 orang
dari kelas itu telah melahirkan karya pilihannya yang terhimpun dalam tema
urban, yang berjudul “Urban (is) Me”. Dengan cover buku yang dibuat menarik
karya Adi Putra Febrian yang tidak lain adalah salah seorang cerpenis dalam
buku ini. Berlatar belakang pendidikan Seni Rupa dan Desain yang mulai menekuni
dunia tulis menulis, berhasil menciptakan desain grafis yang menggambarkan
semua tema cerpen yang ada dalam buku. Cerpennya sendiri yang berjudul Aji
Mantra, berkisah menarik tentang kecemburuan sosial dan asmara, percaya pada
perdukunan yang berakhir tragis sebagai penyesalan menebus dosa.
Tujuan seseorang menulis memang bermacam-macam. Ada
yang karena ideologis, misalnya mengenai agama. Tujuan akademis karena tugas
sekolah atau kuliah. Tujuan ekonomis, sebagai mata pencaharian. Karena faktor
psikologis misalnya menyalurkan perasaan kebahagiaan atau kesedihan. Tujuan
politis yang terkait dengan politik praktis juga ada. Karena tujuan pedagogis
atau pendidikan. Atau bertujuan menjaga
kesehatan melalui menulis agar tidak mudah pikun. Dan yang paling umum yaitu
tujuan praktis, misalnya karena ingin populer.
Agaknya, semua tujuan penulis sudah terangkum dalam
kumpulan cerpen ini. Dengan ukuran 14x20 cm dan dicetak ukuran huruf besar
dalam format spasi renggang, buku ini enak dibaca oleh segala usia. Apalagi
rata-rata penulis hanya bercerita dalam 10 sampai 16 halaman sehingga tidak
perlu bertele-tele dan sampai bosan untuk baca satu cerita saja.
Umumnya para cerpenis menyoroti kondisi masyarakat
kita yang berkembang akhir-akhir ini. Tentang sulitnya berurusan dengan rumah
sakit melalui BPJS sebagaimana yang dikisahkan oleh Sion Pinem yang memang
menapaki profesi sebagai penulis. Juga masih ada yang percaya perdukunan dan
membuat anak kandungnya sendiri tewas ditangan Ibunya. Kisah memilukan ini bisa
dibaca dalam cerpen Sayang Ujang karya Januarsyah Sutan yang berlatar belakang
sebagai pengajar Bahasa Inggris. Tentang lelaki bergajul dan yang lupa diri
karena nikah siri dan keluarganya menjadi terlantar sebagaimana dikisahkan oleh
Renny DJ. Dan ternyata, lelaki Korea pun ada yang tega meninggalkan keluarganya
seperti dikisahkan oleh penulis yang berlatar belakang pendidikan Sastra
Inggris. Muhamad Aditya berkisah tentang keluarga Korea itu dengan judul cerpen
Myung Hee.
Ada beberapa cerpen mengenai jatuh cinta tetapi
kemudian kecewa dan menyesal. Sebagai contoh, Ranang Aji SP yang memang seorang
pengarang, berkisah tentang lelaki yang jatuh cinta lewat face book, saling
merayu dan puja-puji. Tetapi betapa kecewanya, karena begitu bertemu langsung
di tempat dan waktu yang disepakati, ternyata mendapatkan sesama lelaki yang
kemayu. Cerpen yang agak menggelikan ini ditulis dengan judul yang cukup
panjang, Aku Mencintaimu Seperti Khalil Gibran Pada May Zaidah. Insan Budi Maulana
yang berlatar belakang sebagai Guru Besar di beberapa Universitas dan advokat bercerita tentang dialog dua sahabat,
seorang pengarang dengan seorang dai yang berhasil berdakwah di daerah
terpencil melalui pendekatan pertanian dan peternakan serta toleransi beragama.
Tetapi ada juga yang bercerita mengenai sosok pemuda yang sok alim dan tidak
toleran yang ditemui di bus umum angkutan kota. Kisah ini diolah oleh Nur Husna
Annisa yang menekuni profesi kepenulisan dalam cerpennya yang berjudul “Dismenore
di Bus Trans Jakarta”.Mengenai kearifan lokal yang masih berlaku dan dipercayai
banyak orang juga mengilhami beberapa cerpenis. Misalnya anak yang lahir sama hari
dengan orang tuanya maka ia harus dipisah dengan kedua orangtuanya, ditulis
oleh Indah Ariani yang berprofesi di bidang komunikasi dan publikasi dalam
cerpennya yang berjudul Ara. Tentang budaya sedekah laut di daerah Tegal,
diceritakan dengan menarik dengan judul “Isteri Lelaki Garam” oleh Hajar Intan
Pertiwi yang agaknya mewarisi bakat sastra turun menurun dari bapaknya. Kearifan
lokal Tampu Sissi yang merupakan legenda tentang ular raksasa yang pernah
membuat perjanjian dengan nenek moyang masyarakat Sulawesi yang bernama Lasupu,
barangkali cukup menarik apabila dikembangkan menjadi film. Cerita ini menarik
karena melibatkan negara adi daya yang dieksplor dengan cukup dramatis. Cerpen
ini dikhayalkan oleh Edy Abdullah yang bekerja sebagai Aparat Sipil Negara
(ASN) dan Widyaiswara pada Lembaga Administrasi Negara RI sehingga punya
tradisi atau budaya literatur yang mumpuni.
Tidak ada satu pun cerpen yang bercerita tentang
kelucuan atau humor. Semuanya serius dan bak merekam permasalahan bangsa dan
masyarakat yang berkembang akhir-akhir ini. Cerpen memang dituntut menyampaikan
cerita yang serba ringkas tetapi mampu mengemukakan secara lebih banyak dari
yang sekadar apa yang diceritakan. Latar cerita para tokohnya dan alur
masing-masing cerpen mudah dipahami dan dicerna untuk dihayati. Dalam hal ini,
pemilihan tema dan kepaduannya sangat mengena dalam penerbitan antologi cerpen
oleh para Alumnus Kelas Cerpen Kompas 2018 ini.
Walhasil, cerpen sebagai karya sastra juga bisa merupakan
sumber sejarah apabila mengambil setting peristiwa penting dalam suatu waktu
dan kawasan. Oleh karena itu, buku ini layak dibaca oleh siapa saja, kapan saja
dan di mana saja. Disamping untuk hiburan, juga untuk penambah pengetahuan*****.
Data Buku |
|
Judul Buku: |
Urban (Is) Me Sekumpulan Cerita Pendek |
Penulis: |
Alumni Kelas Cerpen Kompas 2018 |
Penerbit: |
Binsar Hiras Publishing Cipujung, Sukaraja - Bogor |
Cetakan: |
I, Februari 2020 |
Jumlah Halaman: |
285 + ix halaman |
Harga: |
Rp 70.000,- |