Pak Acui dan Dagangannya (dok. pribadi) |
Beberapa waktu yang lalu, Pesta Olah Raga ASEAN (SEA Games) di Filipina berhasil
terselenggara dengan baik. Indonesia menggondol lebih dari 70 medali emas. Itu
artinya, lebih dari 70 kali bendera sang merah putih dikibarkan diiringi lagu
Indonesia Raya menyertai penyerahan medali emas kepada atlet Indonesia.Belum
lagi untuk pertandingan sepak bola, karena setiap negara yang tampil bertanding
selalu diperkenalkan juga bendera nasional dengan lagu kebangsaan negara yang
bersangkutan. Yang patut dipahami, bahwa selain Kepala Negara yang berkunjung ke
suatu negara, para atlet yang gagah pekasa itu juga punya andil menjunjung nama
bangsa dan negara. Lalu, bagaimana dengan kita, dan lingkungan sekitar kita?
Apakah kita warga negara yang cuma bisa buat onar dan pembuang sampah
sembarangan, sehingga turis mancanegara enggan datang kemari?. Sebenarnya banyak
cara untuk berbakti dan menjaga nama bangsa dan negara. Minimal, jadilah orang
baik dan selalu taat pada aturan dan perundang-undangan yang berlaku adalah
merupakan andil kita yang tak ternilai harganya. Tetapi ada sosok yang dengan
pilihan hidupnya, punya peran besar dalam memperkenalkan bangsa dan negara
Republik Indonesia ke seantero dunia. Dia adalah lelaki yang dilahirkan pada
tahun 1936 di desa Praya, Nusa Tenggara Barat. Namanya Chan Chen Chun, yang
kemudian berubah menjadi Yusuf Toni. Menurut penuturannya, sejak usia memasuki
SLTA, dia pindah merantau sendirian ke Surabaya. Ketika perbekalan yang dia bawa
mau habis, dia putar otak berusaha untuk mencari tambahan penghasilan. Dari
seorang kenalannya, dia disarankan untuk menjual serta memasok benda filateli ke
Hong Kong. Karena dia mengerti bahasa Mandarin secara lisan dan tulisan, maka
mulailah dia menjadlin sahabat pena dengan pegiat filateli di Hong Kong itu.
Penjualan benda filateli Indonesia dia lakukan secara rutin setiap kali terbit
baru atau kalau ada pesanan yang lama. Ketika reputasinya mulai dikenal, oleh
seorang pegiat filateli Jakarta dia diajak pindah ke Jakarta untuk membantu
mengelola bisnis filateli miliknya. Sejak itulah Pak Acui atau dikenal juga
dengan Ko Acui, memulai bisnis di bidang filateli dengan menjalin tukar-menukar
bersama para pegiat yang sama di seluruh dunia. Perlu diketahui, bahwa benda
filateli terdiri dari perangko dan benda pos lainnya, misalnya sampul surat dan
kartupos. Dengan tukar-menukar perangko dan benda pos lainnya melalui
surat-menyurat antar para pehobi dan pegiat filateli, Pak Acui berhasil menapaki
hidupnya yang mapan sederhana dan masih cukup enerjik dalam usianya yang sudah
mencapai 83 tahun. Setiap hari Kamis dan Sabtu, Pak Acui rutin mengunjungi
Kantor Pusat Filateli di Jalan Pos, Pasar Baru Jakarta, karena dia memiliki kios
untuk penjualan benda-benda filateli.
Pak Acui Melayani Pembeli (dok. pribadi) |
Melalui surat-menyurat dan tukar menukar
benda filateli serta memasok ke agen-agen filateli di luar negeri, sebenarnya
Pak Acui telah berhasil memperkenalkan Indonesia ke berbagai penjuru dunia.
Bahkan untuk memperkaya barang dagangannya itu. Pak Acui mengerahkan namanya
sendiri Chan Chen Chun dan Yusuf Toni, nama isterinya, serta dua anaknya untuk
korespondensi ke luar negeri. Karena dalam benda filateli tergambar fakta
mengenai peta bumi, lambang negara, bendera nasional, kekayaan alam, seni budaya
dan sebagainya mengenai Indonesia, berarti telah disebarluaskan ke seluruh
penjuru dunia selama puluhan tahun oleh Pak Acui. Ketekunan Pak Acui yang rajin
dan menjiwai dengan baik profesinya sebagai pedagang filateli ternyata tak kalah
dengan para atlet yang berjuang di bidang olah raga. Bahwa setiap bidang
pekerjaan yang ditekuni dengan seksama ternyata bisa memberikan penghasilan yang
lumayan. Bahkan dari reputasinya itu, mungkin Pak Acui layak sekiranya
mendapatkan penghargaan dari negara karena perannya yang aktif sekeluarga
memperkenalkan Indonesia melalui benda filateli. Kepada Pak Acui kiranya layak
disematkan gelar sebagai duta filateli Indonesia. Pertimbangannya, karena dia
membeli perangko besar-besaran secara teratur dan mengirim ke pelbagai alamat di
luar negeri melalui pos. Dia juga menyewa dua PO BOX di Kantor Pos untuk
kemudahan alamat surat menyurat, serta menjual hasil tukar menukar dengan
sahabat penanya di lapak atau kios yang disewa di Pusat Filateli Jakarta. Dan
hebatnya, lebih dari enam dekade hidupnya diabdikan secara setia dan penuh
dedikasi dalam dunia filateli, dengan melakukan surat menyurat ke luar negeri
sebanyak rata-rata 20 surat setiap minggunya. ***** [Penulis adalah pehobi
filateli dan anggota filatelis Cabang Jakarta]