Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Jumat, 24 Agustus 2012

nasib monumen pembebasan irian barat

Salah satu peninggalan Presiden I RI Soekarno adalah Monumen Pembebasan Irian Barat yang terdapat di Lapangan Banteng dan diresmikan pada tanggal 18 Agustus 1963.  Monumen itu dibangun dalam rangka memperingati kembalinya Irian Barat kepangkuan Ibu Pertiwi setelah melalui perjuangan yang panjang.
Wartawan kawakan Rosihan Anwar (alm), menyebut bahwa kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi adalah berkat perjuangan Bung Karno yang konsisten dari awal sampai berhasil dengan mencanangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang dikomandokan di Jogjakarta pada tanggal 19 desember 1961.
Ketika Irian Barat resmi diserahkan ke pangkuan RI oleh PBB pada tanggal 1 Mei 1963, banyak perubahan yang dilakukan oleh  Pemerintah RI yang sah pada waktu itu. Sebagai contoh,         ibu kota Irian Barat yang pada masa kekuasaan Belanda bernama Hollandia,sempat diubah menjadi Kota Baru, lalu diubah lagi menjadi Sukarnapura sebagai penghormatan atas perjuangan Bung Karno mengutuhkan wilayah Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Demikian juga puncak tertinggi di Irian Barat dinamakan Puncak Sukarno.
Tetapi ketika Suharto berkuasa,semua itu diganti; mungkin dalam rangka desukarnoisasi yang dilakukan secara sistematis selama rezim ORBA tersebut. Sukarnapura kemudian diubah menjadi Jayapura, sementara Puncak Sukarno juga diubah menjadi Puncak Jaya Wijaya. Bukan itu saja, kekayaan alam (pertambangan dan hutan)  yang terdapat di Irian Barat hanya menjadi jarahan PMA (Penanaman Modal  Asing) selama rezim ORBA berkuasa sampai sekarang, sementara rakyat Papua sebagian besar masih terbelakang hingga saat ini.
Yang memprihatinkan lagi, monumen pembebasan Irian Barat yang dulu tentunya dibuat dengan bahan yang mahal dan mutunya patut mendapat pujian, sekarang rusak parah. Monumen yang  dulunya  penuh dengan pagar dan pintu dari bahan stainless steel, sudah banyak yang  hilang. Lampu – lampunya di setiap sudut sudah hilang semua dan tidak  terawat. Menurut hemat penulis yang telah masuk Jakarta pada tahun 1976, kerusakan terjadi setelah kepindahan Terminal Lapangan Banteng dan setelah kawasan itu diubah menjadi tempat pameran tetap tahunan flora dan fauna. Lalu,siapa yang harus bertanggung jawab terhadap monumen yang seharusnya bisa menjadi salah satu ikon ibukota RI selain Monas itu?. Gubernur DKI Jakarta,  Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif, Menteri Pendidikan & Kebudayaan, Sekretariat Negara atau siapa yang harus menjaga kekayaan seni , budaya, dan karya intelektual  yang bernilai sejarah itu?.
Oleh karena itu jangan heran apabila saat ini Papua terus bergejolak. Salah satu sebabnya barangkali   mungkin karena generasi penerus telah lalai dan menyalahgunakan kekuasaan yang sudah disandangnya. Wahai bangsa  Indonesia  terutama yang menjadi pemimpin, sadar dan amanahlah sebagai generasi penerus yang mewarisi pusaka dari para pendahulu, jangan sampai kita mendapat predikat hanya pandai merusaknya!. ****          

Rabu, 22 Agustus 2012

Pelajaran berharga dari Liberia

http://id.berita.yahoo.com/berantas-korupsi-presiden-liberia-pecat-45-pejabat-031342338.html

 Liberia adalah sebuah negara di benua Afrika yang didirikan oleh ex para budak yang telah sukses di Amerika Serikat. Oleh karena itu, ibukota negara baru ini dinamakan Monrovia sebagai bukti kekagumannya terhadap Doktrin Monro yang telah mengilhami alam pikiran mereka. Bahkan bendera nasional Liberia juga diciptakan meniru bendera Amerika Serikat. Namun sayangnya, nasib negeri ini belum seperti Amerika Serikat, bahkan sangat jauh panggang dari api. Maklum, negeri ini baru berbenah memberantas korupsi yang merupakan penghambat terbesar pembangunan bangsa. Langkah berani yang telah diambil oleh Presiden Liberia baru-baru ini  adalah memberhentikan sejumlah pejabat tinggi negara termasuk a
naknya sendiri karena dianggap menghambat upaya pemberantasan korupsi.
      Apa yang telah dilakukan oleh Presiden Liberia tersebut patut menjadi pelajaran berharga bagi para pemimpin negara lain khususnya negara-negara berkembang yang menghadapi masalah kronis yang sama yaitu korupsi. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Sama saja yang dihadapi yaitu korupsi yang oleh Bung Hatta bahkan disebut sebagai suatu budaya bangsa. Sebagai budaya,  mengandung  pengertian bahwa korupsi sangat sulit diberantas karena sudah mengakar sedemikian rupa.
      Namun bangsa Indonesia tidak perlu berkecil hati. Segenap komponen bangsa wajib mengawal upaya pemberantasan korupsi ini. Harapan besar kita tumpukan kepada KPK yang telah mulai melakukan langkah-langkah besar dan berani, yang mudah-mudahan bukan hanya sekedar pepesan kosong. Kita juga berharap kepada Pemerintah agar bersungguh-sungguh melaksanakan janjinya selama kampanye  Pilpres dalam hal pemberantasan KKN di bumi Indonesia tercinta ini. Apabila punya visi  bahwa Indonesia akan menjadi negara besar pada tahun 2045 nanti, maka satu syarat utamanya yaitu memberantas KKN sekarang juga, tanpa pandang bulu dan tidak tebang pilih. Pemberantasan KKN yang tebang pilih adalah sama saja dengan tindakan terorisme dan korupsi di bidang penegakan hukum dan keadilan. Montesque bilang, bahwa kejahatan terbesar suatu pemerintahan adalah apabila ia mempermainkan hukum dan keadilan atas nama hukum yang ternyata hanya menguntungkan dirinya sendiri dan golongannya.
      Ada catatan menarik yang bisa kita ungkap kembali disini, bahwa rezim Orde Baru pernah dipuji oleh Presiden Ronald Reagen (Amerika Serikat) dan Raja Juan Carlos (Spanyol) dan meramalkan Indonesia dalam waktu akan menjadi negara maju. Nyatanya, setelah ORBA berkuasa selama 32 tahun kondisinya menjadi kebalikannya, kemerosotan terjadi dalam segi kehidupan. Dan jujur patut kita akui bahwa semua itu bisa terjadi karena korupsi yang merasuki segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Manipulasi sejarah, kecurangan dan teror pelaksanaan pemilu dan  pelanggaran HAM adalah beberapa jenis bentuk korupsi di samping pnyimpangan dan penyalahgunaan jabatan yang merajalela dan berjamaah pada masa itu. Oleh karena itu, impian menjadi negara maju hanya berupa pepesan kosong.  Atau barangkali mereka telah memberikan  pujian bohong-bohongan  karena ingin memanfaatkan geostrategis, geoekonomis dan geopolitik negara kita yang kaya sumberdaya alam melalui rezim yang mereka bisa setir.
      Kita tidak ingin mengulangi sejarah kegagalan yang keduakalinya. Oleh karena itu sekali lagi, pemberantasan KKN sekarang juga harus secara konsisten dilaksanakan tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih. Presiden Liberia telah memberikan pelajaran berharga kepada dunia, lalu kapan kita mengikuti jejaknya ?.Mari kita tunggu gebrakan Pemerintah dan KPK lebih hebat lagi !!!.*****
      

gresik kota tua bersejarah

kompas edisi rabu 22 agustus 2012 memuat artikel dengan judul "pintu gerbang gresik". selain sebagai  pintu masuknya agama islam di pulau jawa, sebagai kota pantai atau kota pelabuhan, gresik juga pernah menjadi persinggahan penjelajah eropa sekelas marcopolo. bahkan penjajah portugis dan belanda pernah menjadikan gresik sebagai pusat pemerintahan daerah yang penting, yang bisa dilihat dari gedung-gedung dan benteng peninggalan mereka. hingga tahun 70-an gedung-gedung berarsitektur eropa masih banyak kita jumpai bertebaran di kota gresik. tetapi sayang sekali, ketika gresik dimekarkan menjadi kota kabupaten pada tahun 1975/1976, gresik mengalami pengrusakan massal yang sangat dahsyat. bupati pertama yang baru ditunjuk secara membabibuta merenovasi masjid jami gresik yang indah bergaya gabungan eropa, islam dan jawa menjadi jelek dan tidak jelas bentuknya. sampai sekarang renovasi itu belum tuntas sebagai imbas dari kelakuan bupati I tersebut. demikian juga komplek bangunan rumah sakit yang mirip bangunan istana kepresidenan dirobohkan dan diganti bangunan seperti sekarang ini yang tidak jelas arsitekturnya. dulu, bangunan sekitar aloon-aloon gresik sangat indah dan menarik dan berubah total setelah menjadi kota kabupaten. nampaknya, euforia pembangunan melanda juga kota gresik yang sebenarnya malah banyak merusak. membangun memang bisa berujung merusak apabila alam pikirannya mencari obyekan dan korupsi, dan itulah yang dialami kota gresik. demikian juga jalan samanhudi, dulu bernama jalan niaga dan hampir semua bangunan rumah /toko berarsitektur eropa dan tiongkok. dengan alasan pelebaran jalan karena pembangunan, semua bangunan sepanjang jalan itu  terpaksa harus dipapras sehingga menjadi kurang menarik lagi. tiang listrik dan telpon di dalam kota gresik yang terbuat dari besi yang indah bentuknya dan tidak berkarat, telah lenyap semuanya karena pelebaran jalan dan diganti dengan tiang-tiang baru yang tidak tegak lurus alias miring-miring dan umumnya mudah berkarat. sewaktu sekolah di sd negeri bedilan I gresik, saya bersama teman-teman sering main ke bekas benteng di dekat pelabuhan gresik. benteng yang konon peninggalan portugis itu sudah lenyap dan sudah berubah menjadi bangunan pabrik yang menjamur selama rezim orde baru. sayang sekali, pada hal bangunan arsitektur eropa dan tiongkok tersebut sangat potensial bagi pengembangan pariwisata sejarah  yang selaras dengan pariwisata religi yang selama ini sudah berkembang pesat di gresik.*****

Selasa, 21 Agustus 2012

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut antara lain mengutip pendapat cendekiawan muslim,Ibnu Chaldun,yang membagi setiap zaman atas tiga kelompok generasi. Yang pertama,setiap zaman akan muncul generasi pendobrak. Kemudian muncul generasi yang kedua,generasi pembangun. Dan yang ketiga,generasi penikmat. Arief Gunawan mencoba membagi kondisi Indonesia ke dalam konsep Ibnu Khaldun tersebut. Generasi pendobrak di representasikan oleh kaum muda terpelajar angkatan 1928 dan kemudian angkatan 1945. Generasi pembangun disimbolkan dengan sosok Soeharto sedangkan generasi yang berlangsung saat ini di representasikan ke dalam generasi penikmat.
Agaknya pendapat tersebut perlu diperdebatkan lebih lanjut. Benarkah generasi 1928 dan 1945 sebagai generasi pendobrak?. Lalu,benarkah era Soeharto sebagai generasi pembangun,dan generasi sekarang sebagai generasi penikmat?. Angkatan 1928 dan 1945 sebagai generasi pendobrak,barangkali tidak seorang pun yang mengingkari. Tetapi zaman Soeharto diklaim sebagai generasi pembangun perlu di telaah lebih cermat tetapi tetap dengan kepala dingin. Seolah – olah hanya zaman Soeharto ada pembangunan. Padahal kenyataannya,sejak Presiden Soekarno,bangsa Indonesia sudah melaksanakan pembangunan dengan konsep “pembangunan nasional semesta berencana” yang di mulai pada tahun 1961. Karena terjadi peristiwa G 30 S pada tahun 1965, Presiden Soekarno menyatakan pembangunan mengalami kemunduran selama 13 tahun. Peristiwa G 30 S adalah titik balik masa pembangunan yang dirintis oleh generasi pendobrak dengan politik berdikarinya. Hasil generasi pendobrak,barangkali bisa kita saksikan antara lain keutuhan NKRI dari Sabang – Merauke seperti wujudnya sekarang ini. Penyelesaian terhadap pemberontakan bersenjata dan pembebasan Irian Barat ke pangkuan NKRI,pendirian perguruan tinggi di setiap ibukota provinsi,pembangunan Istora Bung Karno,Monas (Monumen Nasional),Masjid Istiqlal,dan beberapa lagi adalah contoh hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh generasi pendobrak. Keberhasilan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung (1955),Asian Games ke IV di Jakarta (1962),GANEFO I (1963),Konferensi Islam Asia Afrika di Bandung (1965) adalah juga prestasi lain dari generasi ini,Generasi Pendobrak. Pembangunan obyek – obyek vital dan bersejarah tersebut sebenarnya mempunyai multiplier effect terhadap perekonomian baik selama pembangunan maupun sesudahnya.  Memerlukan waktu dua puluh tahun untuk menuntaskan perjuangannya,tetapi kemudian terputus secara kontroversial setelah munculnya rezim Orde Baru yang di representasikan sebagai kekuasaan Soeharto. Selama zaman Soeharto memang ada RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUNAN yang disusun secara sistematis sesuai teori yang umum berlaku. Tetapi bagaimana hasilnya setelah menghabiskan waktu lebih dari 30 tahun melalui kekuasaan secara terus – menerus dan tan tanpa terputus yang di peroleh dengan berbagai trik dan tipu daya ?. Semua faktanya dapat dievaluasi melalui berbagai parameter yang terukur secara kuantitatif maupun kualitatif .
  Ukuran Pembangunan
Ukuran pembangunan sebenarnya bisa dilihat dari berbagai aspek. Antara lain,berapa lama waktu yang telah dihabiskan,berapa banyak aset dan  kekayaan alam yang telah dikorbankan,berapa utang dan bantuan asing telah dihabiskan,lalu bagaimana hasil akhirnya. Hasil akhir inilah yang merupakan tolok ukur apakah benar suatu rezim telah melakukan pembangunan. Atau barangkali sebaliknya,terjadinya pembangkrutan dan ketergantungan secara sistematis kepada pihak asing. Pertumbuhan ekonomi yang sering didengung – dengungkan sebesar 7% pertahun ternyata hasil akhirnya hanya berupa krisis ekonomi dan dekadensi di berbagai bidang. Sebagai akibatnya,rezim Soeharto dipaksa mundur oleh aksi massa yang merebak di berbagai pelosok tanah air yang menginginkan perubahan secepatnya.
Sekiranya selama tiga dekade  kemarin itu benar – benar terjadi pembangunan yang hakiki,mungkin generasi yang seharusnya sebagai penikmat tidak ada lagi yang mengalami kelaparan,pengangguran,kurang gizi,dan lain – lain yang serba tuna seperti  dialami sekarang ini. Malah dalam kenyataannya telah terjadi lagi generasi pendobrak yang bisa dikategoriksn  jilid tiga karena harus menumbangkan rezim otoriter dan korup. Perilaku korupsi ini tidak tanggung – tanggung .Korupsi kekuasaan,korupsi politik,apalagi korupsi uang adalah makanan sehari – hari bagi yang berkuasa dan punya kedudukan. Saking meratanya perilaku korup ini,sehingga hampir tidak pernah ada pelaku yang ditindak secara moral apalagi secara hukum. Sebab sekitar lembaga hukum itu sendiri juga gudangnya peluang korupsi. Oleh karena itu,generasi ini lebih tepat disebut sebagai generasi korup sekaligus generasi penikmat ,karena menikmati hasil korupsinya tersebut. Sebagai akibatnya,timbullah kesenjangan, yang kaya semakin kaya,yang miskin tetap tertinggal jauh. Fakta ini terbukti ketika rezim ini jatuh pada 1998,disertai dengan tindak kekerasan,pengrusakan,penggarongan,dan penjarahan oleh massayang terjadi di mana – mana. Seolah – olah Tuhan menunjukkan,itulah hasil pembangunan selama tiga dekade yang sebenarnya.
Kesimpulan
  Sesuatu memang nampak berbeda tergantung dari sudut mana melihatnya. Tetapi,perbedaan itu tidak boleh mengada – ada,apalagi merekayasa dan menutup – nutupi. Sebab apabila ini di lakukan,berarti terjadi penipuan dan pembohongan publik yang bisa menjurus ke arah korupsi informasi dan korupsi kekuasaan sekiranya hal ini dilakukan oleh penguasa. Tetapi cara pandang juga tidak boleh untuk tujuan memfitnah,karena fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Seyogyanya,apabila pelaksanaan pembangunan berhasil,maka generasi penikmat hanya tinggal menikmati,meneruskan,dan lebih bisa meningkatkan lagi. Bukan sebaliknya,karena kondisi seperti yang kita alami sekarang ini adalah merupakan hasil sebuah proses dari generasi sebelumnya.
Ketika generasi pendobrak dijatuhkan oleh rezim Orde Baru pada tahun 1965/1966,kekayaan alam bangsa Indonesia masih melimpah karena politik BERDIKARI. Setelah Orde Baru berkuasa,dibuatlah UU Penanaman Modal Asing dan tereksploitirlah kekayaan alam itu (emas,tembaga,nikel,minyak dan gas bumi,hutan,dan lain – lain) secara membabi buta.Tetapi herannya,pemerintahan yang sangat kuat itu telah membuat negara menjadi miskin,daya saing rendah,dan timbulnya separatis Organisasi Papua Merdeka (1974) dan Gerakan Aceh Merdeka (1976). Sehingga, gelar Bapak Pembangunan yang pernah diberikan kepada Soeharto juga perlu dipertanyakan keabsahannya apabila mempelajari kenyataan di atas. Jadi sebenarnya,generasi setelah 1998 ini adalah juga masih generasi pendobrak jilid ketiga setelah generasi 1928 dan 1945. Semoga bangsa Indonesia tidak salah jalan lagi dan berhasil dalam menapaki jalan mencapai masyarakat adil dan makmur secepatnya sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan cita – cita Proklamasi 17 Agustus 1945 !.
      

Senin, 20 Agustus 2012

Masjid Baiturrahim di Komplek Istana Kepresidenan dalam Kenangan


Ketika hari Ulang Tahun Kemerdekaan Repubik Indonesia bertepatan dengan hari Jumat,saya pernah shalat di masjid Baiturrahim yang terletak di lingkungan Istana Kepresidenan.
Kesempatan ini saya peroleh setelah melihat langsung acara detik – detik Proklamasi di Istana Merdeka. Pada waktu itu Presiden Soeharto,KSAD Rudini dan Pangdam Jaya Try Sutrisno juga shalat di masjid tersebut sehingga saya bisa melihat ketiga tokoh itu dalam jarak yang sangat dekat.
  Karena suasananya agak leluasa,selesai shalat saya sempatkan melihat – lihat keberadaan masjid dan lingkungan sekelilingnya. Pada saat itu saya sangat mengagumi masjid tersebut. Pertama,karena masjid tersebut dibangun pada masa Presiden Soekarno dan beliau mengawasi langsung pembangunannya. Bukti itu nampak karena ada prasasti kecil yang berbunyi kira – kira: “ Di bangun di bawah pengawasan Ir.Soekarno”,yang ditempel pada salah satu tembok luar masjid dan letaknya nyaris tidak di ketahui banyak orang.
Kedua,arsitekturnya sangat menarik dan indah,seimbang dengan arsitektur istana peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang anggun,gagah dan tidak tertelan jaman. Menurut pengamatan saya,masjid mungil yang indah itu merupakan perpaduan arsitektur Timur- Tengah,Barat dan Bali. Arsitektur yang mencerminkan dedikasi sang penggagas yang memiliki ilmu dasar sebagai seorang insinyur teknik sipil serta asal keturunannya yang berdarah Jawa – Bali. Disamping juga mencerminkan kadar keimanannya serta konsistensi perjuangannya yang antara lain ikut menyusun dan menandatangani Piagam Jakarta yang merupakan jiwa Pembukaan UUD 1945.
Ketiga,fakta itu menunjukkan bahwa pahlawan Proklamator/Presiden I RI itu sangat memperhatikan keperluan tempat ibadah untuk mengamalkan agamanya sesuai sila pertama falsafah dan dasar negara Pancasila yang ia gagas pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
***

Awal Oktober 2010,saya agak terkejut ketika membaca berita bahwa Presiden SBY meresmikan masjid Baiturrahim yang telah dipugar. Saya kaget karena masjid itu sangat bagus,kokoh, dan merupakan karya Proklamator,kenapa mesti dipugar?. Lebih kaget lagi karena pemugaran itu hanya disebabkan masalah yang sebenarnya sangat sepele,karena konon arah kiblatnya dinyatakan kurang tepat.
Karena kekagetan itulah maka pada tanggal 8 Oktober 2010,bersama teman,saya berniat shalat di Masjid Baiturrahim. Tujuannya antara lain ingin melihat masjid itu setelah dipugar,yang dikabarkan menelan biaya senilai Rp 9,8 miliar.
Karena jalanan macet,kami sampai agak terlambat. Kalau dulu saya masuk ke masjid melalui Jalan Merdeka Utara(depan sebelah kanan istana),kali ini melewati jalan samping kanan istana dan harus melewati rumah jaga Paspampres.
***
Khotbah Jumat sudah mulai dan terdengar sampai rumah jaga. Pada pertengahan jarak antara rumah jaga sampai masjid ada kran air  yang kemungkinan untuk keperluan menyiram tanaman. Di sekitar kran tersebut kelihatan jorok karena banyak sampah plastik dan kertas yang berserakan. Untuk pemandangan kawasan istana kepresidenan,keberadaan sampah – sampah tersebut sangat disayangkan.
Kami mengambil air wudhu di kran tersebut secara bergantian. Sambil mengambil air wudhu,saya menyimak khotnah Jumat yang sangat jelas kedengaran. Khatib mengulas berbagai bencana alam yang terjadi di tanah air kita akhir – akhir ini. Khatib menengarai ada perbuatan salah yang kita lakukan selama ini sehingga Allah memberikan hukuman. Tetapi khatib juga memberikan gambaran,mungkin karena  perbuatan di antara kita yang suka mencari – cari kesalahan dan saling menjatuhkan,membuat Allah marah kepada bangsa kita. Penggalan isi khotbah tersebut patut menjadi renungan kita bersama.
***
Sambil duduk mendengarkan khotbah,saya memperhatikan kondisi masjid yang sudah sangat berubah dibanding yang saya lihat pada tahun 1980 – an. Selesai shalat,saya juga mencoba berkeliling sambil melihat – lihat dan mencari prasasti yang menyatakan Ir. Soekarno sebagai pengawas pembangunan Masjid Baiturrahim tersebut.  Dan ternyata saya tidak menemukan prasasti asli yang bersejarah itu. Melainkan ada prasasti baru di pintu masuk masjid yang ditandatangani Presiden SBY bertanggal 1 Oktober  2010. Baru pada kesempatan shalat berikutnya setelah beberapa bulan kemudian, saya menemukan prasasti yang dibuat baru dan dipasang di bagian dalam masjid yang berbunyi mirip dengan prasasti awalnya.
  Kesimpulan saya,langkah memugar masjid tersebut sangat disayangkan,terkesan gegabah dan kurang menghormati karya pendahulu apalagi yang bersangkutan adalah salah seorang Proklamator NKRI. Biasanya,pendiri bangsa atau pendiri suatu negara sangat dihormati dan setiap karya atau peninggalan yang menyangkut perjalanan kehidupan dan perjuangannya dijaga dan dilestarikan dengan bersungguh – sungguh. Negara – negara maju umumnya mempunyai tradisi yang luhur dan beradab tersebut.
Kalau penyebabnya antara lain karena arah kiblatnya salah,atau kurang tepat,mestinya bisa dimaklumi  karena ketika dibangun mungkin belum ada metode yang canggih pada waktu itu untuk menentukan arah kiblat, atau barangkali karena memang menyesuaikan dengan estetika atau tata letak dari lahan yang ada. Mestinya kita bisa meniru Masjid Cut Mutiah di Menteng, Jakarta Pusat yang bekas rumah tinggal dan kantor. Atau meniru Masjid Agung Al Irsyad di Surabaya,yang arah kiblatnya cukup disesuaikan saja dengan membuat tanda – tanda yang jelas dan tidak perlu memugar,apalagi secara membabi buta. Kalau sekiranya dianggap kurang luas juga kurang tepat karena dapat diduga berapa jumlah jemaah rata – rata yang shalat di masjid di lingkungan yang agung dan bermartabat tersebut.
Sungguh pekerjaan yang kurang nalar,menghamburkan dana anggaran yang seharusnya bisa untuk memprioritaskan kebutuhan rakyat yang lebih penting dan mendesak misalnya perbaikan sekolah, jalan raya, dan lain – lain.
Dalam hal ini Menteri Hatta Radjasa dan Menteri Sudi Silalahi yang pada saat peresmian disebut – sebut Presiden SBY  sebagai yang berjasa dalam pemugaran tersebut sangat bertanggung jawab. Bukannya berusaha mengukuhkan sebagai bangunan cagar budaya dan harus dilindungi oleh rezim siapapun dan sampai kapanpun,malah tindakannya dapat dikatagorikan merusak kalau hasil akhirnya ternyata tidak lebih indah dari awalnya. Apalagi kalau di kaitkan dengan  kondisi sarana pendidikan dan prasarana perekonomian yang rusak parah pada waktu terakhir ini, tindakan pemugaran tersebut bisa dianggap sebagai pemborosan dan selintas terkesan mengabaikan skala prioritas pembangunan.
***
Tetapi nasi telah menjadi bubur,mau diapakan lagi!. Untuk menghindari dugaan bahwa Masjid Baiturrahim juga menjadi korban pencitraan atau korban arogansi kekuasaan yang cenderung tendensius , ambisius , dan kurang rendah hati,sebaiknya perlu segera dibuat prasasti sejarah yang menjelaskan keberadaan masjid tersebut dari mulai siapa pencetus ide,proses pembangunan,waktu pembangunan,kapan peresmian,dan seterusnya dan di buat bukunya lengkap dengan gambar awalnya. Langkah luhur tersebut perlu segera di mulai dari sekarang ,mumpung masih banyak dokumen serta narasumber yang bisa dikorek keterangannya. Sebab kalau tidak,kasus ini bisa merupakan sebuah ironi,sebagaimana dinyatakan oleh khatib dalam khotbahnya tersebut di atas.*****

KENAPA JALAN RAYA MUDAH RUSAK?

George Soraya, senior consultant Bank Dunia, pernah ngomel karena jalan yang dibangun dua tahun yang lalu telah rusak parah. Jalan tersebut terletak di kawasan  Kelurahan Sukaresmi ,Kecamatan Tanah Sareal, Kota  Bogor yang dibangun dari dana PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) yang berasal dari Bank Dunia. Atas pertanyaan George Soraya,  Lurah Sukaresmi mengaku , bahwa jalan tersebut dibangun  dengan dana PNPM  yang diterima sebesar Rp 15 juta tetapi kenyataannya menghabiskan Rp 19 juta dan pelaksanaan pengerjaannya dilakukan oleh masyarakat. Berita tersebut dimuat di Harian Republik edisi 28 April 2010.
Kasus jalan  rusak sebenarnya banyak sekali terjadi. Tetapi seringkali tidak muncul ke  permukaan  karena masyarakat umumnya mendiamkan masalah pelayanan publik yang sebenarnya tidak memuaskan. Seharusnya seluruh masyarakat Indonesia mencontoh pejabat Bank Dunia tersebut. Yang selalu mengawasi dan mengontrol fasilitas umum yang dibiayai dari dana rakyat melalui pembayaran pajak,apalagi kalau berasal dari utang. Kesadaran bernegara sebagaimana dicontohkan oleh senior consultant Bank Dunia itu seharusnya menjadi budaya bagi seluruh masyarakat Indonesia , apapun statusnya . Tujuannya adalah agar pelaksanaan
pembangunan dapat berhasil dengan sangat memuaskan, bukan asal tambal sulam seperti apa yang dikesankan selama ini.

Jalan Rusak
Jalan rusak hampir dapat kita temui di semua ruas jalan dari Sabang sampai Merauke. Apabila kita membaca dengan seksama pemberitaan di media massa, hampir selalu ada berita mengenai jalan yang rusak, dari yang ringan sampai yang parah. Pada hal ,jalan raya adalah urat nadinya perekonomian  dan berbagai kegiatan lainnya bagi masyarakat. Tetapi kenyataannya ,di Ibukota Negara  Jakarta saja  masih sering terjadi kecelakaan lalulintas yang disebabkan oleh jalan yang rusak.
Ada beberapa sebab kenapa jalan mudah sekali rusak. Tetapi apabila dibuat pembuktian terbalik,ujung-ujungnya adalah disebabkan oleh ulah korupsi. Mengenai hal ini ada contoh menarik yang bisa dikemukakan, yaitu ketika perbaikan ruas jalan utama Surabaya – Gresik  pada tahun 1973/1974. Jalan raya yang merupakan uratnadi perhubungan antar kota itu seringkali rusak parah sehingga sangat mengganggu kelancaran lalulintas. Ketika perbaikan, pelaksananya adalah kontraktor dari Korea Selatan dan papan namanya denga huruf Korea serta bahasa Inggris terpampang dengan jelas di lokasi proyek. Pada waktu itu ,mahasiswa Surabaya protes kenapa pemerintah tidak melibatkan perusahaan dalam negeri untuk perbaikan jalan tersebut. Oleh Pemda, para aktivis mendapat penjelasan ,bahwa perbaikan jalan tersebut dibiayai oleh Bank Dunia. Sebagai penyandang dana, Bank Dunia mempersyaratkan agar pelaksana proyek hanya boleh memilih perusahaan dari Jepang, Korea Selatan atau Taiwan. Kebetulan pemenangnya adalah kontraktor dari Korea Selatan. Dijelaskan juga kepada para mahasiswa bahwa bangsa Indonesia harus malu karena tidak dipercaya oleh Bank Dunia. Alasannya, karena kalau proyek tersebut dikerjakan oleh kontraktor Indonesia,dikhawatirkan bukan jalannya yang bagus, tetapi para pemegang proyek dan pelaksanalah yang akan makmur karena dikorupsi. Dan kenyataannya, setelah selesai,ruas jalan tersebut memang sangat bagus dan bisa bertahan lebih lama. Padahal sebelumnya,setiap 3-6 bulan sudah harus diperbaiki lagi. Bagi pengguna jalan yang melintasi proyek  pada waktu itu sering mengamati apa keistimewaan kontraktor Korsel dalam memperbaiki jalan tersebut. Yang menonjol dan sering menjadi pembicaraan ,adalah orang Korselnya selalu terlibat langsung dan melakukan supervisi di lapangan dengan cermat. Pasir dan batunya .terlihat dicuci dan disiram air sebelum digunakan.
Kasus di atas agaknya masih relevan dikemukakan sebagai bahan rujukan untuk mengevaluasi mutu jalan di tanah – air kita saat ini. Yang perlu diwaspadai adalah dugaan terkait perilaku korupsi yang dapat berakibat menggerogoti mutu jalan raya di sekitar kita.
      Pertama, seringkali jalan dibuat tanpa saluran air atau got sehingga cepat rusak karena genangan air yang terjadi sewaktu musim hujan. Kalau toh dibuat saluran got,biasanya dikerjakan tidak simultan dengan pembangunan jalan. Tujuannya ,supaya proyek selalu ada terus. Sistem drainase ini sering dijadikan alasan para Pemda di mana-mana yang ujung-ujungnya bisa diduga karena kesengajaan atau kurangnya pemahaman terhadap pentingnya saluran air pada setiap ruas jalan.
       Kedua, mutu bahan yang sering dipalsu atau dikurangi porsinya. Jangan dikira,bahwa batu dan pasir juga sangat mudah dipalsu atau ditukar mutunya. Apalagi aspalnya, seringkali dipalsu atau dicampur dengan komponen Bahan Bakar Minyak khususnya jenis residu atau minyak bakar dengan dalih untuk pengenceran. Sebagai akibatnya, daya rekat aspal menjadi berkurang dan mudah lumer ketika musim kemarau. Porsi bahan yang dikurangi bisa berakibat kepada ketebalan yang tidak memenuhi syarat dan pasti berakibat mengurangi kekuatan jalan. Pengurangan porsi bahan ini juga bisa terjadi pada jalan beton yang dibuat dengan perekat semen.
       Ketiga, mutu pengerjaan. Ini menyangkut teknologi, mutu SDM dan sistem pengerjaannya. Mutu SDM walaupun hebat , tetapi kalau jiwanya korup ,tahu beres dan tidak pernah mau mengawasi langsung di lapangan, maka teknologi dan sistem .yang baik bisa dilanggar. Yang ideal adalah, teknologi dan sistem pembuatan jalan yang baik , dijalankan oleh SDM yang bermutu dan bertanggungjawab kepada diri sendiri, profesi, masyarakat, negara dan Tuhan.
        Keempat,karena lemahnya pengawasan sejak perencanaan hingga pelaksanaan selama proyek berjalan. Kelemahan ini bisa terjadi karena praktek kongkalikong atau bisa karena kurang profesional sehingga tidak tahu apa yang harus dikritisi dan tidak tahu bagaimana mengawasinya. Bahkan bisa dikesankan ,Pemda dan instansi yang terkait tidak pernah mengawasi proyek yang sedang berjalan sehingga hasil akhirnya umumnya sangat mengecewakan. Seringkali kita mempertanyakan , kenapa sih Gubernur, Bupati, Walikota dan jajarannya kok seolah-olah tidak pernah meninjau proyek pembuatan atau perbaikan jalan yang sedang dikerjakan. Sehingga sering kita rasakan, pembangunannya lamban, tidak beraturan, sepotong-sepotong dan terkesan tidak pernah ada yang menegur atau memperingatkan.
        Kelima, pembangunan jalan seringkali tidak terintegrasi  dengan baik bersama instansi lain. Jalan yang sudah baik tiba-tiba digali untuk pemasangan kabel listrik, telkom, saluran air dan keperluan lain tetapi kemudian tidak dipulihkan lagi seperti keadaan asalnya.
         Keenam, masyarakat hanya mendiamkan semua keadaan di atas, seolah semuanya itu sudah biasa dan wajar-wajar saja. Paling banter masyarakat hanya bisa ngedumel tanpa tahu apa yang harus diperbuat. Berita di media massa pun hampir tidak pernah mendapat tanggapan dengan cepat ,cekatan dan benar.

Itulah wajah tanah-air kita dari penggalan yang namanya jalan raya yang merupakan urat nadi perekonomian dan prasarana vital suatu bangsa. Pada hal ada pemeo yang sangat popular yang menyatakan bahwa mutu suatu bangsa itu antaralain ada di jalan-raya. Dan mutu jalan-raya itu sendiri adalah salah satu indikator apakah suatu bangsa itu bermutu atau tidak mencerminkan seberapa jauh mutu kejujuran, keahlian, kesungguhan dan tanggungjawabnya  terhadap profesi.
Dari mutu jalan raya itulah akan tercermin sejauh mana mutu keahlian dan profesionalisme suatu bangsa dalam membuat jalan dan kesungguhan dalam merencanakan maupun melaksanakan suatu  proyek,serta sejauh mana rasa tanggung jawabnya terhadap oleh semua instasi terkait.
Dan tentunya,semua ini adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam melayani rakyatnya yang dituntut maupun menciptakan kemudahan,kenyamanan,dan keamanan secara terus menerus

logo hut kemerdekaan republik indonesia

logo hut kemerdekaan republik indonesia memang terlampau simple, sederhana dan lu gu pertanda bangsa yang kurang kreatif dan kurang daya seni. pada hal logo adalah simbol mutu suatu perusahaan bahkan suatu bangsa. kenapa logo sepenting itu tidak disayembarakan saja dengan mengundang potensi anak bangsa dari sabang sampai merauke, dengan begitu akan diperoleh banyak pilihan terbaik, biaya murah dan tidak perlu konsultan yang biasanya mahal. apalagi lambaian merah putihnya juga kurang artistik dan kurang perkasa bak membelah angkasa. contohlah bagaimana negara lain menggambarkan lambaian benderanya, indah dan menarik. kasihan deh,loo!    http://id.berita.yahoo.com/blogs/newsroom-blog/logo-peringatan-kemerdekaan-yang-selalu-mirip.html

Pos Indonesia sebagai Asset Bangsa

Prof. Dr. BJ. Habibie, mantan Presiden III RI, pernah mengungkap penggalan amanat Presiden I RI Bung Karno yang menyatakan bahwa untuk mempersatukan NKRI yang terdiri dari lebih 17 ribu pulau dan sebagaian besar berupa laut, bangsa Indonesia harus menguasai dunia maritim dan kedirgantaraan dengan baik.Konon amanat itu disampaikan oleh Bung Karno ketika melepas para pelajar berprestasi yang akan dikirim tugas belajar ke luar negeri, dan salah seorang diantaranya adalah BJ. Habibie.Pesan Presiden Sukarno itu disampaikan Prof. Dr. BJ. Habibie dalam kapasitasnya sebagai Menteri Negara Ristek ketika berbicara sebagai keynote speaker di Seminar Ilmiah Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) di Jakarta pada tahun 1992.Apabila ditelaah lebih jauh, amanat Bung Karno tersebut sangat visioner dan perlu diwujudkan dalam bentuk penguasaan ilmu, teknologi dan sarana pertahanan yang kuat serta mobilitas yang tangguh di laut dan di udara.Tentunya, tetap tidak melupakan kemampuan kekuatan di daratan untuk mengimbangi keunggulan di laut dan di udara.
Tetapi, di samping kebutuhan yang menyangkut pertahanan dan keamanan seperti diuraikan di atas, sebenarnya ada satu lagi media yang bisa berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa, yaitu keberadaan Dinas Pos yang dapat melayani seluruh rakyat Indonesia dengan baik di manapun mereka berada.Perlu dipahami, bahwa rakyat Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa dan tersebar dari Sabang sampai Merauke dan di berbagai belahan dunia memerlukan saling berkomunikasi dan kenal - mengenal secara intens, murah, cepat, aman, efisien dan setiap saat serta terdokumentasikan dengan baik.Kebutuhan itu bisa dipenuhi oleh Dinas Pos yang memadai dan tersebar luas di seluruh kepulauan tanah air.

Pemerintah Belanda yang pernah menguasai Nusantara selama 3,5 abad sangat memahami kebutuhan ini. Oleh karena itu Gubernur Jendral Hindia Belanda G.W. Baron Van Imhoff mendirikan Kantor Pos yang pertama di Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 26 Agustus 1746 dalam rangka lebih menjamin keamanan lalu-lintas surat menyurat dan terutama yang menyangkut kegiatan perdagangan dan hantaran barang antar daerah dan antar pulau serta dengan Negeri Belanda.
Dalam perkembangannya, media pengangkutan pengiriman pos juga mengikuti perkembangan kemajuan alat transportasi. Kalau pada awalnya pengiriman pos hanya melalui alat transportasi jalan raya, kemudian berkembang memanfaatkan sarana transportasi kereta api yang mulai dibangun di pulau Jawa pada tahun 1864. Pengangkutan pengiriman pos melalui udara baru dimulai pada tahun 1924.

* * *

Sejarah mencatat, bahwa untuk keperluan transportasi dan kelancaran lalu – lintas pos, Gubernur Jendral Hindia Belanda Daendels membuat jalan raya yang terkenal dengan jalan raya pos yang membentang dari Anyer sampai Panarukan dan dibuat dengan sistem kerja rodi pada tahun 1808 – 1811.
Untuk keperluan kelancaran lalu – lintas pos pula, Pemerintah Hindia Belanda selalu membangun Kantor Pos yang lokasinya dekat dengan Stasiun Kereta Api.
Pasca Proklamasi Kemerdekaan, Dinas Pos disadari semakin penting keberadaannya. Hal ini terbukti dengan direbutnya dari tangan penjajah, Gedung PTT di Bandung oleh Angkatan Muda PTT pada tanggal 27 September 1945 yang kemudian dikenang sebagai Hari Bakti Postel.
Juga dibentuknya Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi yang menunjukkan keterkaitan yang erat antara sektor pariwisata, perposan dan telekomunikasi.

Dalam perkembangannya, Pos Indonesia memiliki jaringan 3.792 Kantor Pos dan 1.811 Mobil Pos yang tersebar di seluruh wilayah tanah air walaupun induk Kementerian / Departemennya berubah – ubah sesuai visi dan misi serta kebutuhan rezim yang berkuasa.
Adalah merupakan perkembangan yang menarik karena Pos Indonesia terus berusaha melakukan perubahan dalam rangka melaksanakan UU No. 38 tahun 2009 tentang Pos.
Misi Pos Indonesia sesuai tuntutan jaman yang berubah dengan cepat antara lain berkomitmen kepada pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalu tepat waktu dan nilai terbaik.

Masyarakat Indonesia dan masyarakat Internasional sangat mendambakan realisasi pelaksanaan misi tersebut, karena disamping memerlukan jasa layanan pos yang cepat, tepat waktu dan dengan kejujuran, juga karena menyangkut hobi filateli yang ditekuni oleh banyak orang di muka bumi ini.

Ada fakta menarik yang dapat menjadi pelajaran bagi kemajuan Pos Indonesia ke depan.
Pertama, tentang kecepatan dan ketepatan hantaran surat – surat.   Berdasarkan data benda filateli yang pernah dipamerkan di Mall of Indonesia Jakarta beberapa waktu yang lalu, terbukti bahwa kecepatan kerja Dinas Pos pada masa Hindia Belanda jauh lebih baik dibanding sekarang ini.
Sebagai contoh dapat dikemukakan antara lain : surat dari Lahat cap kirim 1.11.1881 sampai Batavia cap pos 12.11.1881;Djepara cap kirim 30.7.1883 sampai Batavia cap pos 3.8.1883; Poerworedjo cap kirim 17.7.1888 sampai Semarang cap pos 18.7.1888; Tjilatjap cap kirim 21.4.1892 sampai Djokjakarta cap pos 22.4.1892; Probolinggo cap kirim 27.2.1894 sampai Soerabaja cap pos 29.2.1894; Batavia cap kirim 17.8.1920 sampai Djokya cap pos 18.8.1920; Brastagi cap kirim 15.1.1937 sampai Tandjoeng Balei cap pos 15.1.1937 atau Tjirebon cap kirim 23.9.1946 sampai Djogjakarta cap pos 25.9.1946. Pada waktu itu prasarana yang ada sangat sederhana dan jarang, tetapi kinerja dan tanggung jawab Dinas Pos terkesan sangat meyakinkan dan terpercaya.

Kedua, tentang cap pos yang tidak jelas dan tidak konsisten.    Fakta yang dikemukakan di atas dapat diketahui dengan jelas dari cap pos kirim dan secara konsisten juga dicap pada waktu sampai di kota tujuan.
Tingkat kepercayaan bagi individu yang menggunakan jasa pos akan tercipta jika cap pos kirim dan sampainya di kota tujuan dapat terbaca dengan jelas.
Selama ini cap pos seperti ini tidak pernah kita jumpai lagi, bahkan jarang sekali kita temui yang masih bisa terbaca. Padahal cap pos yang bisa terbaca dengan jelas juga merupakan bagian penting dari koleksi benda filateli yang banyak dicari para filatelis.

Ketiga, mengenai pelayanan pos yang tidak bisa memenuhi kepuasan pelanggan.    Sebagai filatelis, penulis banyak menggunakan jasa pos untuk berkirim surat.
Penulis pernah berkirim surat dari Malaysia dengan prangko beraneka ragam.    Anehnya surat itu tidak pernah sampai ke alamat rumah penulis di Bekasi.   Bulan lalu penulis juga mengirim surat ke lima alamat dalam waktu bersamaan.    Anehnya setelah dicek, empat alamat telah sampai dengan waktu yang berbeda.   Sedangkan satu alamat sampai sekarang belum menerima, padahal sama – sama kota di Jawa Timur. Dalam rangka persaingan, kelemahan semacam ini harus menjadi perhatian Pos Indonesia.

Keempat, mengenai Gedung Pos peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang tersebar di seluruh Indonesia dengan arsitektur yang indah dan kokoh hendaknya dijaga kelestariannya.
Disamping sebagai monumen sejarah kolonial, Kantor Pos yang indah dan bersih adalah merupakan obyek pariwisata yang menarik bagi turis domestik maupun turis mancanegara yang umumnya menggunakan jasa pos untuk berbagai keperluan.

Kelima, mengenai peran strategis Pos Indonesia dari segi ekonomi bisnis.Dengan gerainya yang tersebar luas sampai menjangkau tingkat kecamatan dan bahkan kelurahan, memungkinkan Kantor Pos bisa menjadi sentra bisnis yang menarik yang terkait dengan perposan dan kegiatan ikutannya.
Sebagai contoh, kartu pos bergambar ikon suatu kota, flora / fauna atau gambar – gambar yang menarik tentang Indonesia agak susah dijumpai dan hanya tersedia di kantor pos tertentu. Demikian juga majalah Sahabat Pena yang pernah terbit dan mudah didapat, sekarang diduga telah mati karena kurangnya promosi ke sekolah – sekolah yang sebenarnya sangat potensial sebagai media penggalangan persahabatan dan persatuan antar generasi muda serta sebagai sarana pembinaan mutu dan karakter bangsa.
Penggalakan hobi filateli dan surat – menyurat yang berkaitan erat dengan bisnis Pos Indonesia juga perlu terus menerus  dicanangkan  melalui berbagai cara yang menarik dan dilakukan secara berkesinambungan.

Alhasil, Pos Indonesia adalah merupakan salah satu asset bangsa yang sangat potensial untuk dikembangkan sesuai perkembangan dan kemajuan jaman.   Multi perannya adalah sebagai perekat dan pemersatu bangsa, sumber devisa negara, pelaku bisnis perposan beserta produk ikutannya,serta  sebagai sarana dan obyek pariwisata. Oleh karena itu, bangsa Indonesia selaku pemegang saham dan sebagai pemangku kepentingan, mengharapkan Pos Indonesia selalu berhasil meningkatkan mutu kinerjanya