Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Tampilkan postingan dengan label jakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jakarta. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Juli 2025

Dari DKI Jakarta ke IKN

 

Jakarta di Pagi Hari (Sumber: MRT Jakarta)



Jakarta adalah kota Proklamasi Kemerdekaan

Menjadi ibu kota NKRI dengan sebutan DKI Jakarta

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta apabila dipanjangkan

Kota yang berkembang mempesona dan menggiurkan

 

Siapa saja ingin merantau ke Jakarta

Dengan bermodalkan apa saja yang dia punya

Dari yang berilmu sampai sekelas masyarakat biasa

Berlomba mengadu nasib di Ibu Kota yang serba ada

 

DKI Jakarta berkembang pesat tanpa kendali

Masyarakat dari berbagai daerah berbondong mengais rezeki

Mereka berteori, DKI Jakarta hak semua anak negeri

Jadilah kota Jakarta berjubel bagai Kerajaan Kelinci

 

Ibu kota NKRI pernah harus berpindah

Ketika Jakarta September 1945 dijamah kembali oleh penjajah

Sri Sultan Hamenku Buwono IX menawarkan kepada Pemerintah

Ibu Kota NKRI dipindah ke Jogyakarta kota yang ramah

 

Ketika Pulau Jawa sudah tak terkendali

Berbagai masalah semakin rumit tertangani

Presiden Joko Widodo menggagas perpindahan ibu kota NKRI

Di Kalimantan IKN ditetapkan, dibangun dan sudah megah berdiri*****

Bekasi, Februari 2025


Jumat, 18 Juli 2025

RSUD Koja-Jakarta Utara Jam 06.30 WIB


 

Hari Senin pagi sekali tanggal 17 Februari 2025

Saya bersama keluarga

Mengantar  anak yang bungsu

Menjalani Ko-Asistensi Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja – Jakarta Utara

Dengan berkendara mobil Suzuki Estilo tahun 2010

Berangkat jam 05.30 WIB dari Jatiasih – Bekasi

Sampai di RSUD Koja sekitar jam 06.30 WIB

Perjalanan pagi yang santai dan nyaman *****

Bekasi, Februari 2025

Kamis, 07 April 2022

LALER IJO PINDAH KE KOTA

 

 

Komplek Perumahan Jatikramat Indah I Bekasi, tiba-tiba membuat kebijakan baru. Tertib sampah. Ketua Rukun Warga (RW)-nya mengeluarkan edaran. Semua bak sampah yang dibuat warga di luar pagar rumah, harus tertutup rapat. Tujuannya, agar tidak dimasuki tikus atau diodol-odol anjing atau kucing, dan diusahakan tidak bisa kemasukan air hujan yang bisa menimbulkan bau busuk, Juga menaikkan iuran sampah dan keamanan karena pengambilan sampah akan ditingkatkan menjadi dua kali seminggu. Sebelumnya, hanya sekali diambil dalam seminggu, sehingga sampah sering menumpuk dan kondisi komplek menjadi jorok.

Karena kebijakan itu, komplek perumahan kemudian menjadi bersih. Ketua RW dan jajarannya aktif mengontrol di setiap rumah apakah kebijakannya sudah ditaati warga atau masih ada yang membandel dan memandang remeh. Anjing, kucing dan tikus menjadi gelisah karena tidak bisa lagi mengorek-ngorek sampah di kawasan komplek. Tetapi anjing dan kucing masih bisa diberi makan oleh pemilik atau majikannya. Tikus juga masih banyak akalnya. Yang paling menderita adalah lalat. Biasanya mereka leluasa menikmati sisa makanan dan bertelur di sampah-sampah yang jorok dan kemudian berkembang biak. Sekarang mereka kelaparan dan banyak yang mati dengan sendirinya atau pindah ke daerah lain yang masih jorok.

                                                                                 *****

Adalah seekor lalat hijau jantan yang bernama Laler Ijo yang sehari-hari biasa mangkal di tempat sampah yang ada di halaman rumah Uci. Sekarang, bak sampah itu tertutup rapat. Sehingga beberapa hari ini dia sudah mulai kelaparan. Biasanya, setiap pagi, Laler Ijo itu selalu mengamati Uci ketika berangkat sekolah diantar Bapaknya yang sekalian pergi ke kantor. Laler Ijo mengamati kebiasaan itu sambil menikmati makanan di bak sampah yang selalu melimpah. Oleh karena itu dia timbul pikiran:” Alangkah baiknya kalau aku ikut Uci dan turun di sekolahnya atau di kantor Bapaknya Uci. Aku harus cepat-cepat pindah dari komplek ini”. Sepanjang siang dan malam, Laler Ijo memikirkan bagaimana caranya merealisir siasatnya untuk menyelamatkan hidup. Dia tetap bertahan di halaman rumah Uci sambil mencari dan menikmati makanan seadanya.

Kesempatan pun tiba. Ketika pintu mobil yang dipakai mengantar Uci terbuka, Laler Ijo kemudian terbang menyelinap ke dalam mobil. Dia berusaha sesenyap mungkin agar tidak ketahuan. Selama dalam perjalanan, Laler Ijo berpikir bagaimana nanti dia harus keluar dari mobil. Tetapi ketika sampai di sekolah Uci, dia belum mau keluar karena belum memcium bau masakan atau makanan. Pekarangan sekolah yang bersih memang tidak menyebarkan aroma yang mampu mengundang lalat dan sebangsanya. “Wah, di sini rupanya juga tidak ada makananku, ya!”, pikir Laler Ijo dalam hati. Namun, ketika sampai di kantor Bapaknya Uci, Laler Ijo dengan tenaga yang sudah agak loyo berusaha terbang keluar. Bau sampah dan kuliner membangkitkan selera dan tenaganya lalu dia melesat keluar ketika sopir dan Bapaknya Uci membuka pintu mobil. Dengan suka cita Laler Ijo terbang menuju sumber bau. Sambil dia berkhayal:” Wah, makanan di sini pasti sangat lezat dan melimpah, sehingga aku akan  menjadi gemuk kembali!”.

Ketika melihat bak sampah yang didatangi pemulung dan terlihat lalat-lalat berterbangan, langsung Laler Ijo meluncur ingin bergabung. Tetapi betapa kagetnya Laler Ijo, karena begitu mendekat, langsung diserbu lalat lain di lokasi itu. “Hee…, ada pendatang baru, siapa itu? Tampaknya dia kurus banget!”, kata seekor lalat sambil berteriak. “Iya, he! Dari mana kau, bukan penghuni kawasan sini, kan?”, tanya yang lain. Laler Ijo dikejar dan disenggol-senggol serta diserang beramai-ramai. Agaknya, mereka tidak suka pendatang baru yang tidak dikenal, khawatir keamanan dan ketenteramannya terganggu. Karena ketakutan, ia lari dan menyendiri di tempat yang aman sambil merenungi nasibnya,

Tak disangka-sangka, tiba-tiba dalam kesedihan dan kesendiriannya, lalat betina hijau yang bernama Lalerina terbang mendekat ke Laler Ijo. Kagetlah Laler Ijo dan sempat mau menghindar. Tetapi Lalerina mengejar dan berteriak. “Heei.., kamu jangan takut dan jangan lari! Aku mau menemanimu!”, teriak Lalerina. Laler Ijo lalu diam, dan sambil memperhatikan dengan seksama, dia berujar :”Namaku Laler Ijo, aku dari kampung Jatikramat Bekasi. Aku ingin bergabung dengan kalian, boleh kan?  “Ya, ayo, sama aku, nanti kuperkenalkan pada teman-teman!”, kata Lalerina dengan gaya agak centil. Dengan agak khawatir, Laler Ijo bersama Lalerina terbang menuju tempat sampah yang banyak sisa-sisa makanan yang lezat-lezat.  “Hee..teman-teman, kenalkan ini teman baruku, namanya Laler Ijo”, kata Lalerina dengan ceria.  “Lalerina, itu jadi pacar barumu, ya?”, kata teman-temannya yang tadinya memusuhi, kemudian berubah menyambut dengan ramah.

Jadilah Laler Ijo dan Lalerina berkasih mesra dan selalu pergi bersama-sama. “Dari Bekasi ke Jakarta kan jauh, kok kamu bisa terbang sejauh itu?”, tanya Lalerina dengan penuh keheranan. “Oh, kamu cerdas ya!”, komentar Lalerina setelah mendengar penjelasan Laler Ijo bahwa dia bisa ke Jakarta karena ikut mobil bapaknya Uci yang pergi ke kantor. Caraku….,katanya penuh bangga, dengan menyelinap dan menyelusup ke dalam mobilnya sewaktu pintu mobil terbuka pada saat mau berangkat. “Lalu, kenapa kenekadan itu kamu lakukan? Kamu berkelahi? Atau barangkali kamu rebutan pacar, dan kamu kalah lalu lari?”, tanya Lalerina bertubi-tubi seolah menyelidik. “Eh, bukan begitu! Dengarkan kisah perjalananku dengan baik, aku mau cerita!”, sergah si Laler Ijo. Tadinya aku hidup tenteram dan damai bersama teman-teman  di Komplek Perumahan Jatikramat. Makanan berlimpah dan aneka ragam. Maklum, di lingkungan masyarakat yang jorok dan membuang sampah sembarangan, membuat hidup kita nyaman. Tetapi mala petaka kemudian datang. Pimpinan komplek perumahan mencanangkan sadar kebersihan perumahan dan lingkungan. Kerjabakti secara gotong-royong bulanan seluruh warga digalakkan. Tempat sampah dianjurkan tertutup rapat sehingga anjing, kucing bahkan tikus  pun yang biasanya mengudak-udak tempat sampah menjadi gelimpungan. Ditambah lagi dengan penyemprotan obat anti serangga secara rutin, membuat pemusnahan massal terhadap nyamuk, kecoak, semut, lalat teman kita, dan berbagai jenis serangga lainnya. Komplek Jatikramat Indah I jadi indah dan bersih. Karena malu dan merasa terhina, apalagi takut terbasmi, maka aku berusaha lari ke tempat lain. Dapatlah siasat seperti yang sudah kuceritakan tadi. Ngedompleng mobil bapaknya Uci yang pergi ke kantor sambil mengantar sekolah, maka jadinya, ketemulah kita! Tetapi sebenarnya, aku sempat khawatir dan was-was lho. Karena ketika melesat terbang ke dalam mobil, sopirnya Uci sempat mendengar dengung kepakan sayapku. Syukurlah, Pak Sopir itu tidak berusaha mencariku, dan selamatlah aku sehingga bisa menikmati kota Jakarta bersamamu!”, jelas Laler Ijo dengan panjang-lebar sambil menerawang kembali kisah perjalanannya ketika ingin bertahan hidup.

Lalerina yang menyimak dengan seksama di sampingnya kemudian menambahkan berkomentar. “Iya, memang. Saya pernah mendengar turis asing ngomongin negeri tempat tinggal kita ini. Mereka bilang, negeri ini merupakan Bak Sampah terbesar di dunia, karena semua warganya membuang sampah sembarangan dan seenaknya. Apa saja, di mana saja dan kapan saja, mereka buang begitu saja”, cerita si Lalerina. “Memang kenyataan. Betul sekali kata orang asing itu! Mungkin mereka tidak ingin balik lagi ke negeri kita ini, ya? Karena  nyatanya, turis asing jarang berkeliaran di negeri kita ini. Turis sangat kurang, yang banyak malah lalat bangsa kita, ya!”, tambah si Laler Ijo sambil terkekeh-kekeh, karena sadar, kalau lingkungan bersih, justru dia dan sebangsanya malah yang akan punah. “Tetapi kayaknya, Tuhan  menciptakan kita ini untuk ujian bagi manusia, apakah mampu hidup bersih dan menjaga lingkungannya dengan baik. Bersama air ciptaanNya, dan sampah yang berserakan dan berjibun di mana-mana, diturunkanlah banjir yang mestinya sebagai batu ujian juga”, jelas Lalerina dengan gaya berkhotbah. “Dan lucunya, mereka tidak sadar juga, karena nyatanya sampah masih berserakan di segala penjuru dan jorok. Tetapi, kan, karena sampah itulah, Tuhan telah mempertemukan kita, ya Lalerina!”, ujar Laler Ijo sambi memeluk Lalerina dengan mesra seolah tidak ingin berpisah. “Kalau begitu, kita berharap lingkungan menjadi bersih atau tetap jorok, ya? Kalau menjadi bersih, kita semua barangkali akan punah, kan?” tanya Lalerina seperti khawatir dan ketakutan. “Lingkungan bersih maupun tetap jorok, sebenarnya bukan masalah bagi kita berdua! Peluang hidup kita kan terbatas dan singkat!” jelas Laler Ijo. “Tetapi kan kita tidak harus memikirkan diri sendiri? Apakah rela kalau kita kemudian punah dan hanya tinggal nama?” tanya Lalerina agak sedikit emosi dan marah menanggapi celoteh Laler Ijo. “Sebenarnya, kita ini tidak perlu takut punah! Juga tidak perlu takut tinggal nama! Bukankah dinosaurus yang raksasa itu juga punah dan tinggal sebagai legenda, ya? Biarlah kelak seluruh muka bumi yang bersih, membahas dan membicarakan lalat seperti yang dialami dinosaurus”,  ujar Laler Ijo dengan nada bergurau..

 Laler Ijo dan Lalerina selama dua hari ini asyik memadu kasih dan sempat Lalerina bertelur di beberapa tempat. Sambil menikmati keindahan kota, dua sejoli lalat itu sengaja bertengger di tempat sampah yang berseberangan dengan restoran terbuka sambil menikmati musik yang sayup-sayup terdengar. Tetapi petaka memang tak terelakkan, karena tiba-tiba petugas kebersihan melakukan penyemprotan obat anti serangga ke berbagai penjuru sekitar komplek perkantoran dan kuliner. Laler Ijo dan Lalerina berusaha lari menjauh menyelamatkan diri dengan harapan masih bisa menyambung hidupnya. *****

 

Sabtu, 21 Desember 2019

Ibukota RI Pindah ?

Presiden Jokowi mencanangkan ibukota RI dipindahkan. Survei sudah dilakukan antaralain ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Ternyata sekarang seolah diprotes oleh karhutla (kebakaran hutan dan lahan) yang merusak suasana dan lingkungan. Sehingga pemilihan P.Kalimantan bisa saja sudah tersanggah. Saya mengusulkan agar ibukota RI pindah ke Malino atau P. Selayar di Sulawesi Selatan dengan pemikiran sbb. : 1. Malino dan P. Selayar secara geografis berada di tengah-tengah wilayah Indonesia, sehingga adil bagi Timur dan Barat. 2. Jauh dari potensi bencana alam yang membahayakan. 3. Malino pernah diinginkan oleh Belanda untuk tetap dikuasai Belanda karena alamnya yang indah dan nyaman (sejuk). Di P.Selayar terdapat gedung mirip atau duplikat gedung di Bandaneira dan Istana Merdeka buatan orang Belanda, yang artinya P.Selayar pernah diminati oleh Belanda. Rayuan pulau kelapa benar-benar terwujud di P.Selayar. 4. Ibukota baru tersebut kalau benar-benar terwujud (di manapun pilihannya) saya usulkan diberi nama Sukarnopura, sebagai penghormatan dan penghargaan kepada pendiri bangsa dan sebagai proklamator. Sukarno-lah yang berjuang sehingga wilayah RI benar-benar mencapai dari Sabang sampai Merauke (tercapai pada tahun 1963, sedangkan Bung Hatta sudah mengundurkan diri pada akhir 1956). Kota Sukarnopura ini pernah ada sebagai ibukota Provinsi Irian Barat (sekarang Papua) tetapi oleh Suharto diganti/diubah menjadi Jayapura, mungkin dalam rangka ulah desukarnoisasi secara terstruktur, sistematis, masif dan brutal alias tidak sopan dan tidak santun. 5. Jakarta sudah merupakan kota yang kurang menarik sebagai ibukota Negara karena penduduk terlalu padat, polusi di darat/udara/air/laut sudah sangat memalukan, macet dan semrawut serta sudah terlanjur salah urus oleh orang-orang yang tidak professional dalam jangka lama. Taman kota/hutan kota yang idealnya 30% dari seluruh luas wilayah, serta tata-kota yang indah dan menarik tidak bisa terpenuhi dengan baik 6. Kalau pemindahan ibukota tidak memungkinkan karena terlalu mahal, langkah lain adalah dengan memindahkan masalahnya. Yaitu, dengan membangun kota/kawasan baru di Kalimantan untuk menampung/memindahkan kawasan kumuh dari Jakarta. Kawasan baru itu merupakan kota baru yang lengkap fasilitas kehidupan dan dunia usaha serta tertata dengan apik, teratur dan nyaman untuk kehidupan baru. Kawasan ini diharapkan siap menghasilkan/memproduksi barang-barang/komoditas yang dibutuhkan daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. 7. Program Keluarga Berencana harus lebih digalakkan sehingga menjadi sebuah budaya. Program KB seharusnya bukan cuma sebagai slogan kebijakan tetapi hasilnya nihil. Sebagai contoh, Singapura, secara umum penduduknya takut punya anak lebih dari dua karena takut miskin, takut tidak bisa bayar biaya kesehatan/biaya sekolah anak-anaknya/sewa apartemen dll karena dimahali bagi warga yang punya anak lebih dari dua. Maka pelaksanaan program KB kemudian menjadi budaya, tidak perlu slogan yang muluk-muluk dan gembar-gembor, tetapi langsung berupa kebijakan yang mampu menggiring rakyatnya ke ketaatan untuk melaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab sebagai warga-bangsa. Apabila Program KB berhasil dengan baik, maka tingkat kesehatan dan kesejahteraan menjadi lebih baik, mutu bangsa secara umum akan meningkat dan siap mengahadapi tantangan zaman, dan akan berkurangnya kawasan kumuh serta semakin menurunnya angka kriminalitas karena kualitas masyarakat yang semakin baik. Semoga usulan ini berguna sebagai bahan pertimbangan. (Surat Pembaca ini dimuat di Koran Media Indonesia tanggal 6 Agustus 2019 dan Kompas 28 Agustus 2019)

Selasa, 20 September 2016

Dicari : Kepala Daerah yang DJAKARTA !


 
Salah satu hasil reformasi yang gegap gempita di Indonesia adalah dipilihnya Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat melalui Pemilukada. Maka berbondong-bondonglah orang yang merasa mampu dan merasa bisa (rumongso biso), mendaftar jadi calon Bupati, Walikota, Gubernur bahkan Presiden. Gambar mereka terpampang dimana-mana dengan berbagai pose dan kata-kata mutiaranya. Lucunya, rata-rata gambar mereka tampil dengan senyum menyeringai bak mempertontonkan taringnya. Anak saya yang masih mahasiswa menyindir, bahwa itu menunjukkan jangan-jangan mereka hanya siap menerkam mangsa atau barang jarahan, alias korupsi.
            Mereka berebut ingin dipilih rakyat dengan berbagai cara, kiat dan tipu dayanya. Sementara rakyat yang umumnya belum cerdas, bingung bagaimana menentukan pilihannya. Ada kelompok masyarakat yang secara terang-terangan mengakui bahwa mereka hanya mau memilih calon yang mau kenal mereka, dan wujud perkenalan itu adalah uang. Siapa yang mengirim utusan dan mau bagi-bagi uang, berarti dia mau mengenal mereka dan itulah yang layak dipilih. Sehingga jangan heran apabila ada politik uang di negeri ini selagi masih ada kemiskinan dan kebodohan.
            Terlepas dari sisi negatif tersebut, kiranya kepada para pemilih perlu diberikan gambaran bagaimana siasat menentukan pilihan Kepala Daerah yang mendekati kebenaran atau ketepatan, bukan asal pilih apalagi salah pilih.

DJAKARTA
Beberapa waktu yang lalu, Todung Mulya Lubis menulis artikel di sebuah harian ibukota yang mengungkap pendapat Lech Walesa (Mantan Presiden Polandia) mengenai mutu pembangunan suatu bangsa. Pada waktu itu dia sehabis memberikan Presidential Lecture di hadapan Presiden SBY dan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II. Menurut Lech Walesa, mutu pembagunan suatu bangsa itu dapat dilihat bagaimana penataan ibukotanya.Sebab, Ibukota suatu Negara adalah cerminan kondisi suatu bangsa apakah semrawut, jorok, amburadul atau tertib dan rapih.
            Oleh karena itu dalam diskursus ini penulis ingin mengambil nama “ibukota Negara Kita” sebagai sumber inspirasi, bagaimana memilih Kepala Daerah yang tepat sasaran. Secara kebetulan, ibukota RI adalah DJAKARTA (dengan ejaan lama), maka cukup tepat apabila kata itu kita jadikan istilah umum untuk pedoman mengikuti Pemilukada di Indonesia. DJAKARTA disini adalah merupakan akronim dari kata kunci: (D)edikasi, (J)ujur, (A)presiatif, (K)reatif, (A)sih dan (A)suh, (R)amah, (T)egas,  (T)rengginas serta (T)eladan dan (A)njangsana. Dedikasi dimaksudkan, bahwa seseorang yang mencalonkan diri haruslah yang mempunyai dedikasi terhadap profesinya, untuk apa dia mencalonkan diri. Layaknya, orang yang punya dedikasi adalah orang yang profesional dan siap mengabdikan segala jiwa raga dan pikirannya untuk kepentingan rakyat, daerah dan Negara. Gambaran profesional seorang kepala daerah adalah tahu segala masalah yang mendesak dan mampu mencari jalan keluarnya serta berkarakter dan berjiwa pembelajar. Sosok pembelajar adalah manusia yang selalu mau belajar, bertanya, dan mengamati serta mengikuti dan mencontoh karya orang lain yang lebih baik. Jujur adalah tuntutan karakter untuk orang yang punya dedikasi. Dia tidak akan melakukan kecurangan walaupun punya kesempatan yang seluas-luasnya. Apresiatif adalah gambaran bahwa ia penganut paham demokratis yang mau mendengar segala pendapat dan ide yang berkembang dalam rangka membangun daerah dan Negara. Bahwa setiap pemimpin yang apresiatif harus mampu menggali potensi rakyatnya untuk dikembangkan demi kemajuan bersama.
Kreatif, bahwa seorang pemimpin harusnya selalu kreatif dalam mengembangkan daerah dan negaranya. Kreatifitas yang visioner sangat diperlukan, disertai kejujuran dan kecerdasan seorang pemimpin. Sebagai contoh, perlukah sebuah patung penanda jalan harus dibangun? Mengingat besarnya biaya dan permasalahan mendesak yang harus dihadapi dan ditanggulangi, mungkin lebih bijaksana apabila anggaran yang ada untuk perbaikan sekolah, prasarana, perumahan penduduk yang tidak layak, pengerukan kali, dan lain-lain. Untuk pengingat jalan, sebaiknya cukup diinstruksikan saja agar setiap kantor, instansi atau toko dan tempat/dunia usaha mencantumkan juga nama jalan dan nomor serta kode posnya, maka itu lebih bermakna dibanding membangun patung yang setiap orang mungkin tidak peduli.

Asih dan Asuh dimaksudkan bahwa seorang pemimpin adalah yang mampu mengasihi dan membimbing rakyatnya, Mampu mengatasi kemacetan, kesemrawutan, sampah, ledakan penduduk, ketertiban dan keamanan adalah suatu bentuk profesionalisme yang asih dan asuh seorang Kepala Daerah terhadap permasalahan rakyatnya. Sebaliknya, pembiaran terhadap masalah kemacetan, banjir, kekumuhan dan polusi adalah salah satu bentuk sikap tidak asih dan tidak asuh, kurang dedikasi dan tidak profesional.
Ramah, bahwa seorang pemimpin haruslah selalu bersikap ramah terhadap seluruh rakyatnya tanpa dibuat-buat. Sikap arogan dan angkuh adalah sifat yang harus dijauhi oleh seorang pemimpin agar kepemimpinannya dapat berhasil dengan baik secara sinergis, efisien, dan efektif.
Tegas, Trengginas, dan Teladan (3T), adalah tiga sikap yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar pencapaian visi dan misinya dapat berhasil dengan baik. Penghargaan dan penegakan hukum serta pemberian sanksi haruslah diterapkan secara tegas dan konsisten melalui pengamatan dan evaluasi yang trengginas dalam arti dilakukan secara terus menerus, menyeluruh, terukur, tepat dan cepat. Sebagai contoh, penertiban PKL itu seharusnya dilakukan secara terus menerus dengan adil dan bijaksana. Tidak boleh sampai meleng alias lengah dan sesudah itu mengobrak-abrik lagi. Juga jangan sampai ada renovasi sekolah tidak bermutu tetapi tidak terdeteksi sehingga ambruk dan membawa korban. Ada anak sekolah menyeberang sungai tanpa jembatan, serta wilayah di pelupuk matanya banjir parah tanpa bisa diketahui penyebabnya, padahal Gubernurnya mengantongi bejibun tanda penghargaan dan Wagubnya pandai beriklan, adalah merupakan petunjuk bahwa keduanya agaknya kurang blusukan dan kurang professional. Kepala Daerah harusnya memberikan teladan bagi rakyatnya, bukan pecandu narkoba, jujur dan tidak korup, disiplin serta kerja keras.
Dan yang terakhir adalah Anjangsana. Bahwa seorang pemimpin yang profesional dan penuh dedikasi adalah seseorang yang selalu rajin beranjangsana dan blusukan terhadap wilayah kerjanya. Dia bukanlah orang yang gila hormat dan selalu duduk manis di belakang meja dengan mengandalkan laporan ABS (Asal Bapak Senang). Rajin beranjangsana ke seluruh pelosok wilayah kerjanya adalah ciri pemimpin yang berdedikasi tinggi sebagai administrator pemerintahan. Melalui anjangsana langsung memungkinkan seorang pemimpin mengetahui dengan pasti semua persoalan yang dihadapi rakyatnya. Jangan sampai ada seorang Gubernur yang wilayahnya kecil, marah-marah gara-gara masjid yang diresmikan, bentuknya atau pekerjaannya kurang rapi. Ini bukti bahwa Kepala Daerah itu kurang profesional dan kurang blusukan, padahal Presiden Jokowi sudah mengajarkan mengenai manajemen blusukan yang sangat terkenal sebagai alat control dan pengawasan di lapangan. Bahkan pada waktu sekarang ini, masih ada seorang Walikota tetangga Ibukota RI, membangun stadion mini yang super jelek karena tanpa sentuhan arsitek dan oleh pelaksana yang terkesan asal-asalan.
Alhasil, pemimpin yang ideal adalah yang memiliki pribadi dan karakter serta mutu yang DJAKARTA sebagaimana diuraikan secara garis besarnya di atas. Semoga kita tidak salah memilih Kepala Daerah, sehingga seluruh daerah di Indonesia bisa menjadi Singapura-Singapura yang indah, maju dan mandiri,  tidak serba terbelakang seperti sekarang ini. Sebab, pada dasarnya, Kota Administratif/Kabupaten dan Provinsi di negeri kita ini adalah merupakan singapura-singapura yang banyak jumlahnya. Kalau saja para Kepala Daerahnya bermutu “DJAKARTA” dan sekaliber pemimpin di Singapura, bukan mustahil, seluruh Indonesia yang indah dan kaya raya akan tercapai. Tetapi entah, sampai kapan ?!*****

Jumat, 24 Agustus 2012

nasib monumen pembebasan irian barat

Salah satu peninggalan Presiden I RI Soekarno adalah Monumen Pembebasan Irian Barat yang terdapat di Lapangan Banteng dan diresmikan pada tanggal 18 Agustus 1963.  Monumen itu dibangun dalam rangka memperingati kembalinya Irian Barat kepangkuan Ibu Pertiwi setelah melalui perjuangan yang panjang.
Wartawan kawakan Rosihan Anwar (alm), menyebut bahwa kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi adalah berkat perjuangan Bung Karno yang konsisten dari awal sampai berhasil dengan mencanangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang dikomandokan di Jogjakarta pada tanggal 19 desember 1961.
Ketika Irian Barat resmi diserahkan ke pangkuan RI oleh PBB pada tanggal 1 Mei 1963, banyak perubahan yang dilakukan oleh  Pemerintah RI yang sah pada waktu itu. Sebagai contoh,         ibu kota Irian Barat yang pada masa kekuasaan Belanda bernama Hollandia,sempat diubah menjadi Kota Baru, lalu diubah lagi menjadi Sukarnapura sebagai penghormatan atas perjuangan Bung Karno mengutuhkan wilayah Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Demikian juga puncak tertinggi di Irian Barat dinamakan Puncak Sukarno.
Tetapi ketika Suharto berkuasa,semua itu diganti; mungkin dalam rangka desukarnoisasi yang dilakukan secara sistematis selama rezim ORBA tersebut. Sukarnapura kemudian diubah menjadi Jayapura, sementara Puncak Sukarno juga diubah menjadi Puncak Jaya Wijaya. Bukan itu saja, kekayaan alam (pertambangan dan hutan)  yang terdapat di Irian Barat hanya menjadi jarahan PMA (Penanaman Modal  Asing) selama rezim ORBA berkuasa sampai sekarang, sementara rakyat Papua sebagian besar masih terbelakang hingga saat ini.
Yang memprihatinkan lagi, monumen pembebasan Irian Barat yang dulu tentunya dibuat dengan bahan yang mahal dan mutunya patut mendapat pujian, sekarang rusak parah. Monumen yang  dulunya  penuh dengan pagar dan pintu dari bahan stainless steel, sudah banyak yang  hilang. Lampu – lampunya di setiap sudut sudah hilang semua dan tidak  terawat. Menurut hemat penulis yang telah masuk Jakarta pada tahun 1976, kerusakan terjadi setelah kepindahan Terminal Lapangan Banteng dan setelah kawasan itu diubah menjadi tempat pameran tetap tahunan flora dan fauna. Lalu,siapa yang harus bertanggung jawab terhadap monumen yang seharusnya bisa menjadi salah satu ikon ibukota RI selain Monas itu?. Gubernur DKI Jakarta,  Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif, Menteri Pendidikan & Kebudayaan, Sekretariat Negara atau siapa yang harus menjaga kekayaan seni , budaya, dan karya intelektual  yang bernilai sejarah itu?.
Oleh karena itu jangan heran apabila saat ini Papua terus bergejolak. Salah satu sebabnya barangkali   mungkin karena generasi penerus telah lalai dan menyalahgunakan kekuasaan yang sudah disandangnya. Wahai bangsa  Indonesia  terutama yang menjadi pemimpin, sadar dan amanahlah sebagai generasi penerus yang mewarisi pusaka dari para pendahulu, jangan sampai kita mendapat predikat hanya pandai merusaknya!. ****