Oleh : Muhammad Sadji
Lagu kebangsaan Indonesia Raya ketika diciptakan dan
digubah oleh Wage Rudolph Supratman jauh sebelum Indonesia merdeka, sejatinya
terdiri atas tiga stanza. Yang kita nyanyikan resmi sekarang ini adalah stanza
pertama. Pada stanza kedua, bunyi syairnya sebagai berikut:
Indonesia tanah yang
mulia
Tanah kita yang kaya
Di sanalah aku berdiri
Untuk selama-lamanya.
Indonesia tanah pusaka
Pusaka kita semuanya
Marilah kita mendoa
Indonesia bahagia
Suburlah tanahnya,
Suburlah jiwanya
Bangsanya rakyatnya
Semuanya
Sadarlah hatinya,
sadarlah budinya
Untuk Indonesia Raya
Dari syair di atas sudah terukir pemahaman oleh Pahlawan
Nasional kita, bahwa Indonesia adalah
negeri yang kaya dan subur.Seperti kita ketahui, bahwa lagu kebangsaan tersebut
berkumandang pertama kali pada saat Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Cita-cita Sumpah Pemuda telah terwujud
setelah Soekarno – Hatta menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Yang belum tercapai adalah terciptanya masyarakat yang
adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam sila kelima Pancasila yang
termaktub dalam alinea terakhir Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu :
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Puan Maharani
sewaktu menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(2014-2019), bahwa penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 255 juta orang,
tetapi menghadapi berbagai masalah yang sangat memprihatinkan dalam berbagai
hal. Kesenjangan sosial masih merupakan
masalah utama karena 20% kelas atas menguasai hampir 50% konsumsi perekonomian Indonesia, sedangkan
penduduk kelas bawah yang jumlahnya mencapai 40% hanya menguasai 20% konsumsi
perekonomian. Pada saat itu 45% penduduk Indonesia ditengarai memiliki
kemampuan pengeluaran hanya Rp 500.000,- per bulan. Yang menganggur atau sama
sekali tidak bekerja disebutnya berjumlah 7,2 juta jiwa dan lebih kurang 40
juta lainnya masih harus berjuang mendapatkan pekerjaan yang layak. Apalagi
laju pertumbuhan penduduk masih sulit dikendalikan, dengan angka kelahiran bayi
mencapai 4,5 juta bayi per tahun. Data itu disampaikan sebelum pandemi
Covid-19. Setelah terjadinya pandemi yang dialami sejak Maret 2020, Indonesia
mengalami kemunduran perekonomian yang cukup memprihatinkan. Seperti yang
disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
Suharso Monoarfa di depan Komisi XI DPR beberapa waktu yang lalu, bahwa selama
pandemi Covid-19 (30 Maret 2020 - 6 Juni 2020) telah hilang jam kerja luar
biasa dan daya beli turun mencapai Rp 362 trilyun. Angka kemiskinan yang pada
tahun 2019 berhasil ditekan menjadi 24,79 juta orang (9,2%) telah meningkat
menjadi 28,79 juta orang (10,63%). Jumlah pengangguran yang pada tahun 2019
hanya sebesar 5,28% diperkirakan meningkat menjadi 8,1 - 9,2% karena adanya PHK
atau dirumahkan dari sektor perdagangan, industri manufaktur, konstruksi, jasa
dan akomodasi serta makanan dan minuman. Serta ribuan TKI yang dipulangkan dari
berbagai negara dengan keahlian yang hanya
setingkat buruh kasar. Dijelaskan pula, bahwa prioritas penanganan pada
tahun 2021 adalah mempercepat pemulihan ekonomi nasional dengan fokus pada
industri manufaktur, pariwisata dan investasi. Kemudian reformasi sosial yang
mencakup sistem kesehatan, perlindungan sosial
dan ketahanan bencana.
Memajukan Sektor Pertanian
Secara khusus, pemulihan ekonomi nasional sektor
pertanian memang tidak disebut-sebut. Pada hal sektor inilah yang masih
menjanjikan untuk dikembangkan secara besar-besaran. Sebagaimana pernah
ditegaskan oleh Presiden Soekarno ketika meresmikan kampus Fakultas Pertanian
Universitas Indonesia di Bogor pada tahun 1952, bahwa pertanian adalah soal
hidup matinya sebuah bangsa. Fakultas inilah yang kemudian menjadi cikal bakal
Institut Pertanian Bogor (sekarang IPB University).
Berdasarkan fakta sebagaimana diuraikan di atas, maka
tidak ada jalan lain kecuali mengembangkan dan memajukan sektor pertanian
dengan berbagai cabang-cabangnya yaitu sektor perkebunan, perikanan, peternakan,
nelayan dan kelautan. Beberapa waktu yang lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin
Limpo, mengunjungi Kawasan Budidaya Sayur Organik Merbabu (SOM) di Kopeng,
Semarang Jawa-Tengah. Kawasan itu diprakarsai oleh anak muda dengan modal 10
hektar lahan yang disulap menjadi lahan budidaya sayuran dengan keuntungan bisa
mencapai Rp 300 juta per bulan. Pada kesempatan tersebut, Menteri Pertanian
menegaskan, bahwa dalam menghadapi dampak Covid-19 semua pihak harus semangat
menyediakan pangan secara maju, mandiri dan modern bahkan diusahakan bisa
diekspor. Menurutnya, sektor pertanian menjadi satu-satunya solusi karena tidak
mengenal krisis sepanjang diolah dengan optimal. Maka pertanian harus akseleratif
bertumbuh lebih baik dari apa yang ada. Bahkan diharapkan mampu menciptakan
lebih banyak petani-petani milenial yang punya visi dan visioner agar bisa
mengatasi krisis regenerasi petani pada sepuluh tahun mendatang, menggantikan
para petani yang rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun.
Untuk bisa meyakinkan kepada generasi muda agar mau bertani,
perlu pendekatan baru dan harus ditangani secara serius dengan langkah-langkah
berikut ini.
Pertama,
mengubah paradigma yang semula bertani
identik dengan kemiskinan, menjadi bertani akan mendatangkan
kesejahteraan.
Kedua,
memberikan perhatian yang seksama kepada para innovator di bidang pertanian dengan
suntikan modal, bimbingan, kemudahan prasarana dan dukungan pemasarannya.
Ketiga,
mendorong sektor pertanian agar menjadi garda terdepan, lokomotif serta
sokoguru perekonomian nasional.
Keempat,
kampanye nasional untuk kembali bertani disertai penyuluhan yang sistematis dan
terarah sesuai potensi daerah masing-masing di seluruh Indonesia.
Kelima,
perlunya diberikan kesadaran nasional, bahwa lebih baik bertani di tanah-air “yang
subur kang sarwo tinandur, lan murah kang sarwo tinuku” yang perlu segera
digarap secara bersungguh-sungguh daripada hujan batu di negeri orang, banyak
yang dilecehkan dan menurunkan martabat sebagai bangsa.
Keenam,
penggalakan program keluarga berencana (KB) yang tepat sasaran agar terbangun
masyarakat yang sejahtera, sehat dan berkualitas. Dengan arah program KB
sebagai budaya hidup berbangsa dan bernegara, bahwa dua anak cukup, berupaya
menjauhi kemiskinan dengan keluarga kecil dan mementingkan pendidikan yang
setinggi-tingginya.
Ketujuh,
memahami dan menanggulangi sedini mungkin secara komprehensif dan terintegrasi
antar semua instansi dan lembaga terkait terhadap faktor hama dan bencana alam misalnya
banjir dan kekeringan.
Kedelapan,
terhadap produk pertanian yang sudah berhasil diekspor, harus dipertahankan dan
dikembangkan mutu serta perluasan pasarnya dengan melibatkan peran petani baru
sebanyak-banyaknya di seluruh pelosok tanah-air.
Dengan upaya ini, diharapkan sektor pertanian menjadi
andalan NKRI di masa depan.*****