Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Minggu, 16 Mei 2021

Tokoh Penting Itu Telah Tiada

 

Pada hari Selasa 31 Maret 2020 setahun yang lalu, telah berpulang ke rahmatullah, Mohamad Bob Hasan. Dia dikenal sebagai Ketua Umum Persatuan Atletik Seluruh Indonesia dan mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dalam  kabinet Orde Baru yang terakhir.

Ada yang menarik, karena dalam ucapan bela sungkawa yang dimuat di media massa disebut nama lengkap Mohamad Hasan Gatot Soebroto dan dimakamkan di dekat almarhum Jenderal Gatot Soebroto. Karena ketertarikan itu, penulis mencoba membuka-buka kembali catatan dan beberapa buku yang memuat tentang ketokohan Bob Hasan.

Dalam buku “ Politik Huru Hara Mei 1998 “ oleh Fadli Zon, penerbit Fadli Zon Library cet. XI Mei 2013 pada hal. 18, Bob Hasan disebut sebagai pengusaha hutan dan orang dekat Soeharto.

Sementara itu, dalam suatu acara Indonesia Lawyer Club yang dipandu oleh Karni Ilyas tanggal 4 Oktober 2020 di TV One, ketika membahas peristiwa G30S 1965 antaralain pernah disebut-sebut nama Bob Hasan. Fadli Zon sebagai nara sumber mengaku pernah menanyakan langsung kepada mantan presiden Soeharto pada tahun 2007, apakah benar bahwa Kolonel Latief melapor dulu ke Soeharto sebelum menculik para Jenderal TNI-AD pada tanggal 1 Otober 1965. Yang konon dijawab, bahwa Latief  tidak melapor kepadanya karena bukan atasannya. Malah dia melapor ke Bob Hasan, coba tanya saja ke Bob Hasan. Anehnya, Kivlan Zen dalam forum yang sama justru memberikan keterangan yang berbeda, tetapi tidak ada seorang pun yang mempermasalahkan. Kivlan mengetahui, konon dari Jenderal Soeharto, bahwa malam itu Latief memang ke RSPAD mungkin juga mau menculik Soeharto tetapi karena banyak orang maka dia hanya melihat saja dari jauh dan pergi. Malam itu Soeharto sedang menunggui Tommy, anaknya yang sedang dirawat di RSPAD karena tersiram sop panas.

Fakta lain terdapat dalam buku “Profil Seorang Prajurit TNI” yang ditulis Amelia Yani, putri Jenderal A. Yani, Cet.I Pustaka Sinar Harapan 1988, diuraikan bahwa pada tanggal 30 September 1965 itu Jenderal Yani main golf bersama Bob Hasan, dari tengah  hari sampai jam 18.00.

Juga dalam buku Amelia Yani yang terbit pada bulan Juli 2002 terungkap, bahwa dalam kehidupan A.Yani muncul orang ketiga yang mengganggu ketenteraman rumah tangga keluarga A.Yani. Mungkinkah ada hubungannya antara peran Bob Hasan dengan kasus asmara itu, sehingga mampu berakrab-ria bermain golf segala ?. Disamping itu, ada fakta lain lagi yang perlu dikaji secara mendalam sebagaimana yang tertuang dalam buku Kronik ’65 oleh Kuncoro Hadi dkk. penerbit Media Pressindo cetakan pertama 2017. Pada halaman 165 disebutkan  bahwa pada Juni 1965, perusahaan Amerika Rockwell Standard mengadakan satu kontrak pengiriman 200 pesawat ringan untuk Angkatan Darat RI dan yang menjadi Komisi Keagenan dalam kontrak adalah Bob Hasan teman dekat Soeharto. Dilukiskan, bahwa pihak AS dekat dengan beberapa perwira AD seperti Nasution, Sarwo Edhie dan Soeharto.

Sebuah literatur juga ada yang menyebut, Bob Hasan muncul ketika penggalian para korban Pahlawan Revolusi di lokasi Lubang Buaya. Kedekatan Soeharto dengan Bob Hasan juga nampak dalam buku Salim Haji Said (Mizan cet. III Januari 2016) berjudul Gestapu 65, PKI, Aidit, Sukarno dan Soeharto hal. 122 yang menyebutkan bahwa Soeharto sebagai Panglima Kodam Diponegoro Semarang, pernah menjadi sasaran pemeriksaan Inspektur Jenderal Angkatan Darat karena terlibat penyelewengan barter liar, monopoli cengkeh dan penjualan besi tua bersama Liem Sioe Liong, Oei Tek Young dan Bob Hasan.

Dan dalam buku “Liem Sioe Liong dan Salim Group : Pilar Bisnis Soeharto” oleh Richard Borsuk dan Nancy CHNG terbitan Kompas Media Nusantara 2016 diuraikan secara panjang lebar mengenai peran Bob Hasan bersama Soeharto , bahkan Liem Sioe Liong bersama Bob Hasan mengaku dengan gamblang sebagai kroni terdekat Soeharto sampai akhir. Bob Hasan adalah kawan memancing dan bermain golf Soeharto seumur hidup (hal. 4-6).

 Ada lagi fakta menarik yang perlu diungkap sebagaimana dimuat dalam tabloid Detik edisi 29 September – 5 Oktober 1993, no. 030 tahun ke 17. Bahwa ketika kemelut politik sesudah peristiwa G30S 1965, pada pertengahan Oktober 1965 dan 20 Maret 1966, isteri Bung Karno keturunan Jepang Ratna Sari Dewi bermain golf dengan Jenderal Soeharto  di Padang Golf Rawamangun, konon dalam rangka menjembatani untuk menurunkan ketegangan antara Bung Karno dengan pihak militer. Yang mengatur pertemuan di padang golf itu disebutnya Bob Hasan.

Fakta lain, terdapat dalam buku “ Chaerul Saleh Tokoh Kontroversial “ karya Dra. Irna H.N, Hadi Soewito (cetakan pertama, 1993). Nama Bob Hasan dinyatakan dalam index terdapat di halaman 301, tetapi halaman tersebut dan halaman sebelumnya ternyata kosong atau tidak tercetak. Tetapi nama itu muncul di halaman 285 dalam tulisan kesan oleh Hasyim Ning. Disebutkan, bahwa dalam situasi kemelut 1965/1966, atas inisiatif Bob Hasan, Chaerul Saleh akan dipertemukan dengan Soeharto di rumahnya, Namun, Hasyim Ning dan Bob Hasan sangat kecewa karena ternyata Chaerul Saleh tidak muncul. Chaerul Saleh ternyata kemudian ditangkap rezim Soeharto setelah Supersemar 1966, dan meninggal dunia secara misterius di Rumah Tahanan Militer Jl, Budi Utomo Jakarta tanggal 8 Februari 1967.

Nah, sampai saat ini peristiwa G30S 1965 itu masih suatu misteri siapa dalangnya yang sebenarnya. Bahkan Prof. Dr. Salim Haji Said saja dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club) juga merasa mengalami kesulitan untuk menyimpulkan siapa dalang yang sesungguhnya karena para saksi kunci semuanya sudah meninggal dunia. Juga misteri hilangnya Surat Perintah 11 Maret 1966 yang anehnya tanpa nomor. Ketika orang ramai mempergunjingkan, ternyata Soeharto diam saja sampai meninggalnya, dan kita bangsa Indonesia disuguhi informasi yang simpang siur dari Sudharmono, Murdiono, Sudomo, Amir Machmud, M.Yusuf dan banyak lagi yang semuanya dibuat mengambang. Suatu pertanda mungkin ada bentuk manipulasi secara terstruktur, sistematis dan massif?.

Tidak semua  nara sumber yang berkompeten pernah ditanyai oleh para peneliti seputar perubahan kekuasaan 1965/1966 itu. Mungkin karena banyak yang menghindar. atau takut-takut karena masih banyak yang tidak ingin terbuka terang benderang dan masih banyak yang ingin terus menutup-nutupi. Tetapi satu hal yang sangat disayangkan, sepertinya tak ada satu pun yang pernah mewawancarai dan mengorek dari Bob Hasan yang ternyata ada indikasi tahu rahasia semuanya itu.

 Seperti yang tertuang dalam buku “Celotehan Linda” karya Linda Djalil, wartawan senior yang pernah bertugas di Istana Kepresidenan pada masa Presiden Soeharto dan BJ Habibie, terdapat uraian tentang Bob Hasan. Buku edisi I tahun 2012 pada halaman 253 mengungkap kata-kata Jacky, teman akrab Bob Hasan yang berdinas di lingkungan intel. Begini ucapannya dalam acara peluncuran buku Bob Hasan :” Waaah, dia banyak menyimpan rahasia . Bagaimana saya bisa lawan bicara ya, zaman Achmad Yani, dia sudah di lingkungan itu, dia anak angkat Gatot Soebroto, dia dekat Soeharto, jadi ya dia tahu persis semua deh”. Lalu pada halaman 135 menyebut, bahwa Bob Hasan, Liem Sioe Liong, Antoni Salim atau beberapa orang India produsen tekstil raksasa adalah orang-orang yang kerap kali datang ke Cendana (kediaman Soeharto) pada sore hari.

Juga ada fakta menarik lagi sebagaimana pernah ditulis oleh wartawan senior Rosihan Anwar di harian Kompas beberapa tahun yang lalu. Ketika korannya dibreidel pada waktu Menteri Penerangan Mashuri SH, dia mempertanyakan langsung kepadanya. Konon dia mengaku bahwa sebenarnya dia tidak mau membreidel, tetapi Presiden Soeharto bilang :” Wis pateni ae”. (Sudah, dimatiin saja). Beberapa tahun setelah kejatuhannya, dia dihubungi Bob Hasan. Konon Soeharto mempertanyakan bagaimana kondisi ekonomi wartawan yang pernah menemani ketika menjemput Jenderal Sudirman dari lokasi gerilya. Kalau ingin ketemu Soeharto, dia bersedia memfasilitasi. Agaknya, Bob Hasan juga kaki-tangan ketika menekuk para pengritiknya dan juga sebagai penghubung ketika  menebus dosa kekejamannya selama berkuasa.

Sayang dia sudah pergi bersama semua rahasia penting yang disimpannya itu untuk selama-lamanya. Selamat jalan Bob Hasan !. ***** Penulis, pemerhati masalah sosial, politik dan ekonomi, lulusan S-2 FISIP Universitas Indonesia.