George Soraya, senior consultant Bank Dunia, pernah ngomel
karena jalan yang dibangun dua tahun yang lalu telah rusak parah. Jalan
tersebut terletak di kawasan Kelurahan
Sukaresmi ,Kecamatan Tanah Sareal, Kota
Bogor yang dibangun dari dana PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) yang berasal dari Bank Dunia. Atas pertanyaan George Soraya, Lurah Sukaresmi mengaku, bahwa jalan raya tersebut dibangun dengan dana PNPM yang diterima sebesar Rp 15 juta tetapi kenyataannya menghabiskan Rp. 19 juta dan pelaksanaan pengerjaannya dilakukan oleh masyarakat sendiri. Berita tersebut dimuat di Harian Republika
edisi 28 April 2010 dengan judul :”Jalan Rusak, Bank Dunia Ngomel”. Terakhir, pemerintah menyatakan tanggap darurat
untuk memprioritaskan perbaikan jalan yang rusak parah akibat bencana alam
khususnya banjir yang disaksikan langsung oleh Presiden SBY bersama tim
kabinetnya ketika kunjungan kerja ke Jawa Barat dan Jawa Tengah awal pekan
Februari 2014 ini.
Kasus jalan rusak sebenarnya banyak sekali terjadi.
Tetapi seringkali tidak muncul ke permukaan
karena masyarakat umumnya mendiamkan masalah pelayanan publik yang sebenarnya banyak yang tidak memuaskan. Seharusnya
seluruh masyarakat Indonesia
mencontoh pejabat Bank Dunia tersebut. Yang selalu mengawasi dan mengontrol
fasilitas umum yang dibiayai dari dana rakyat melalui pembayaran pajak, apalagi kalau
berasal dari utang. Kesadaran bernegara sebagaimana dicontohkan oleh Senior Consultant Bank Dunia itu
seharusnya menjadi budaya bagi seluruh masyarakat Indonesia , apapun statusnya
. Tujuannya adalah agar pelaksanaan
pembangunan dapat
berhasil dengan sangat memuaskan, bukan asal tambal sulam seperti apa yang
dikesankan selama ini.
Jalan Rusak
Jalan rusak hampir
dapat kita temui di semua ruas jalan dari Sabang sampai Merauke. Apabila kita
membaca dengan seksama pemberitaan di media massa, hampir selalu ada berita mengenai
jalan yang rusak, dari yang ringan sampai yang parah. Pada hal ,jalan raya
adalah urat nadinya perekonomian dan
berbagai kegiatan lainnya bagi masyarakat. Tetapi kenyataannya ,di Ibukota
Negara Jakarta saja masih sering terjadi kecelakaan lalulintas
yang disebabkan oleh jalan yang rusak.
Ada
beberapa sebab kenapa jalan mudah sekali rusak. Tetapi apabila dibuat
pembuktian terbalik, ujung-ujungnya adalah disebabkan oleh ulah korupsi. Mengenai hal ini
ada contoh menarik yang bisa dikemukakan untuk pembelajaran, yaitu ketika perbaikan ruas
jalan utama Surabaya – Gresik pada tahun
1973/1974 yang lalu. Jalan raya yang merupakan uratnadi perhubungan antar kota itu
seringkali rusak parah sehingga sangat mengganggu kelancaran lalulintas. Ketika
perbaikan, pelaksananya adalah kontraktor dari Korea Selatan yang terlihat karena papan namanya denga huruf Korea serta bahasa
Inggris terpampang dengan jelas di lokasi proyek. Pada waktu itu, mahasiswa Surabaya
protes kepada pemerintah karena dinilai tidak
melibatkan perusahaan dalam negeri untuk perbaikan jalan tersebut. Oleh Pemda,
para aktivis mendapat penjelasan ,bahwa perbaikan jalan tersebut dibiayai oleh
Bank Dunia. Sebagai penyandang dana, Bank Dunia mempersyaratkan agar pelaksana
proyek hanya boleh memilih perusahaan dari Jepang, Korea Selatan atau Taiwan.
Kebetulan pemenangnya adalah kontraktor dari Korea Selatan. Dijelaskan juga
kepada para mahasiswa bahwa bangsa Indonesia harus malu karena tidak
dipercaya oleh Bank Dunia. Alasannya, karena kalau proyek tersebut dikerjakan
oleh kontraktor Indonesia, dikhawatirkan bukan “jalan-raya”nya yang bagus, tetapi para pemegang proyek dan pelaksanalah yang
akan makmur karena dikorupsi. Dan kenyataannya, setelah proyek selesai, ruas jalan tersebut memang
sangat bagus dan bisa bertahan lebih lama. Padahal sebelumnya, setiap 3 sampai 6 bulan sudah
harus diperbaiki lagi. Bagi pengguna jalan yang melintasi proyek pada waktu itu sering mengamati apa
keistimewaan kontraktor Korsel dalam memperbaiki jalan tersebut. Yang sangat menonjol dan sering menjadi pembicaraan, adalah karena orang Korselnya
selalu terlibat langsung dan melakukan supervisi di lapangan dengan cermat.
Pasir dan batunya .terlihat selalu dicuci dengan disiram air sebelum
digunakan.
Kasus di atas
agaknya masih relevan dikemukakan sebagai bahan rujukan untuk mengevaluasi mutu
jalan di tanah – air kita saat ini. Yang perlu diwaspadai adalah dugaan terkait
perilaku korupsi yang dapat berakibat menggerogoti mutu jalan raya di sekitar
kita dengan modus yang standar dan
merata di seluruh tanah-air serta dilakukan berulang-ulang tanpa ada yang
mengoreksi. Beberapa perilaku buruk itu dapat dikemukakan berikut ini.
Pertama, seringkali jalan dibuat tanpa
saluran air atau got sehingga cepat rusak karena genangan air yang terjadi sewaktu
musim hujan. Kalau toh dibuat saluran got,biasanya dikerjakan tidak simultan atau tidak bersamaan ketika pembangunan jalan. Tujuannya
,supaya proyek selalu ada terus.
Proyek pembenahan sistem drainase ini sering dijadikan alasan para Pemda di mana-mana
yang ujung-ujungnya bisa diduga karena kesengajaan atau kurangnya pemahaman
terhadap pentingnya saluran air pada setiap ruas jalan.
Kedua, mutu bahan yang sering dipalsu
atau dikurangi porsinya. Jangan dikira,bahwa batu dan pasir juga sangat mudah
dipalsu atau ditukar mutunya. Apalagi aspalnya, seringkali dipalsu atau
dicampur dengan komponen Bahan Bakar Minyak khususnya jenis residu atau minyak
bakar dengan dalih untuk pengenceran. Sebagai akibatnya, daya rekat aspal
menjadi berkurang dan mudah lumer ketika musim kemarau. Porsi bahan yang
dikurangi bisa berakibat kepada ketebalan yang tidak memenuhi syarat dan pasti
berakibat mengurangi kekuatan jalan-raya. Pengurangan porsi bahan ini juga bisa terjadi pada jalan beton yang
dibuat dengan perekat semen.
Ketiga, mutu pengerjaan. Ini menyangkut
teknologi, mutu SDM dan sistem pengerjaannya. Mutu SDM walaupun hebat , tetapi
kalau jiwanya korup ,tahu beres dan tidak pernah mau mengawasi langsung di
lapangan, maka teknologi dan sistem .yang baik akan bisa dengan mudah dilanggar.
Yang ideal adalah, teknologi dan sistem pembuatan jalan yang baik , dijalankan
oleh SDM yang bermutu dan bertanggungjawab kepada diri sendiri, profesi,
masyarakat, negara dan Tuhan.
Keempat,karena lemahnya pengawasan
sejak perencanaan hingga pelaksanaan selama proyek berjalan. Kelemahan ini bisa
terjadi karena praktek kongkalikong atau bisa karena kurang profesional
sehingga tidak tahu apa yang harus dikritisi dan tidak tahu bagaimana
mengawasinya. Bahkan bisa dikesankan ,Pemda dan instansi yang terkait tidak
pernah mengawasi proyek yang sedang berjalan sehingga hasil akhirnya umumnya
sangat mengecewakan. Seringkali kita mempertanyakan , kenapa sih Gubernur,
Bupati, Walikota dan jajarannya kok seolah-olah tidak pernah meninjau proyek
pembuatan atau perbaikan jalan yang sedang dikerjakan. Sehingga sering kita
rasakan, pembangunannya lamban, tidak beraturan, sepotong-sepotong dan terkesan
tidak pernah ada yang menegur atau memperingatkan.
Kelima, pembangunan jalan seringkali tidak terintegrasi dengan baik bersama instansi lain. Jalan yang
sudah baik tiba-tiba digali untuk pemasangan kabel listrik, telkom, saluran air
dan keperluan lain tetapi kemudian tidak dipulihkan lagi seperti keadaan
asalnya.
Keenam, masyarakat hanya mendiamkan
semua keadaan di atas, seolah semuanya itu sudah biasa dan wajar-wajar saja.
Paling banter masyarakat hanya bisa ngedumel atau mengeluh tanpa tahu apa yang harus diperbuat.
Berita di media massa pun hampir tidak pernah mendapat tanggapan dengan cepat
,cekatan dan benar oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
Itulah wajah
tanah-air kita dari penggalan yang namanya jalan raya yang merupakan urat nadi
perekonomian dan prasarana vital suatu bangsa. Pada hal ada petunjuk dan nasehat yang sangat populer yang menyatakan bahwa
mutu suatu bangsa itu antaralain ada di jalan-raya. Karena dari mutu jalan-raya dapat mencerminkan seberapa jauh
mutu kejujuran, keahlian, kesungguhan dan tanggungjawabnya terhadap profesi oleh para pelaku dan pemangku kepentingan dari
masa perencanaan sampai ke pelaksanaan proyek pembuatan jalan. Termasuk di
dalamnya adalah yang menyangkut mutu trotoar, sistem drainase, rambu-rambu
lalu-lintas, marka jalan dan berbagai perangkat jalan-raya lainnya.
Dan tentunya, semua ini
adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam melayani rakyatnya yang dituntut
lebih profesional agar tercipta kenyamanan,dan keamanan secara terus menerus dalam berbagai sektor, di mana saja dan kapan
saja, termasuk di “jalan-raya”. *****.
(ditulis oleh Muhammad Sadji pada tahun 2012 di blog yang sama)