Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Tampilkan postingan dengan label indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label indonesia. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Juli 2025

Titik Nol Ibu Kota Nusantara (IKN)

 

Titik Nol IKN (Sumber: Kompas)

Penanda Titik Nol IKN sudah dibangun

Dimulai pada bulan Februari 2022

Adalah merupakan titik referensi geografis

Sebagai pusat baru dari Ibu Kota Negara Indonesia

 

Letak Titik Nol di Kecamatan Samboja dan  Kecamatan Sepaku

Berada di Kabupaten Penajam – Paser Utara Kalimantan Timur

Titik Nol IKN juga menjadi representasi persatuan Indonesia

Diwujudkan melalui prosesi penyatuan tanah dan air wilayah NKRI

 

Terjadi pada 14 Maret 2022 dalam acara “Ritual Kendi Nusantara”

Sebanyak 34 orang Gubernur Provinsi di seluruh tanah air

Menyerahkan tanah dan air dari wilayah Provinsi masing-masing

Diserahkan secara simbolis kepada Presiden Joko Widodo

Untuk disimpan di Titik Nol IKN - Ibu Kota Nusantara*****

Bekasi, Februari 2025


Minggu, 20 April 2025

Pak Guru Imam Subekti

Tahun ini kemarau panjang. Biasanya, selama bulan Agustus sudah mulai ada sesekali hujan turun seolah membasuh Sang Merah Putih yang sengaja dikibar selama peringatan bulan Proklamasi Kemerdekaan. Bahkan sampai di bulan Desember sama sekali belum ada tanda-tanda musim hujan tiba. Apalagi sepanjang bulan Ramadan ini suasana kering kerontang, sungai dan telaga serta sumur sudah mulai mengering. Karena cuaca yang terang benderang, seusai salat Idul Fithri, para jamaah langsung berhamburan, ada yang pulang ke rumah dulu untuk sarapan pagi dan ini memang disunahkan khusus pada hari pertama Idul Fithri. Tetapi tidak sedikit yang langsung pergi ke makam untuk melakukan ziarah kubur kepada orang tua dan sanak famili yang telah mendahului kembali ke haribaan-Nya. Aku mengajak istri dan anak – anakku langsung ke makam. Khutbah Idul Fithri tadi sangat menyentuh hati nuraniku. Tanpa embel-embel politik dan sindiran-sindiran yang terkadang kedengarannya lucu, karena khutbah yang seharusnya menyampaikan kebajikan kok seolah mengajak berantem. Bagiku, isi khutbah yang langsung sangat berkesan adalah ajakan pasca menjalankan ibadah puasa Ramadan. Bahwa kita wajib meminta maaf kepada kedua orangtua dan kerabat kita, serta kepada tetangga dan handai-taulan terutama yang pernah bermasalah dengan kita. Juga kepada para ustaz dan guru kita yang telah memberikan ilmu dan pengajaran kepada kita dengan penuh kesabaran dan ketekunan sehingga kita masing-masing bisa mencapai tingkat kehidupan seperti sekarang ini. Kepada yang sudah terlebih dahulu berpulang ke rahmatullah, dianjurkan agar kita menengadahkan tangan disertai membayangkan wajah mereka, memohonkan ampunan dan pahala kepada Allah Yang Mahakuasa bagi mereka semua. Setelah membeli bunga tabur beberapa bungkus dari penjual yang banyak berjajar di sekitar makam, kami langsung menziarahi makam orang tua dan kerabat, berdoa dan tabur bunga. Bagiku, ketika berusaha khusu’ berdoa di pusara Bapakku, tiba-tiba ingat segalanya. Ingat tentang keberhasilan hidup, ingat apakah aku sudah membalasnya dan semuanya menyeruak di benak dan hati sanubari yang paling dalam, teringat nasihat khatib ketika menyampaikan khutbah salat Idul Fithri tadi. Mungkin khutbah seperti itu seringkali kudengar. Tetapi cara penyampaian dan saat mendengar usiaku sudah masuk angka ke tujuhpuluh tahun, jadinya mengingatkan segala-galanya, menembus alam kubur seolah berjumpa langsung dengan Bapak, Emak dan Embok, nenekku yang sudah tiada beberapa tahun yang lalu. Juga wajah para Bapak dan Ibu Guru serta Ustaz yang telah berjasa dalam hidupku. Setelah ziarah, kami beranjak pulang. Ketika di pintu gerbang makam, aku berhenti dan tabur bunga serta berdoa. Bunga tabur yang kusisakan dua kantong, habis merata sepanjang pintu gerbang keluar – masuk makam. Anakku yang paling bungsu, yang sudah kelas tiga SMA nampak memperhatikan dengan seksama apa yang kulakukan. Dia tiba – tiba bertanya: “Tabur bunga untuk siapa, Pak? Kok di pintu gerbang?” Aku isyaratkan diam dulu dengan menempelkan ujung jari telunjuk ke mulut, dengan harapan agar doaku lebih khusu’, dan semoga Allah menerima, karena aku khusus menyampaikan doa yang kubaca buat Bapak Guru Imam Subekti almarhum. Sesampai di rumah, kami sarapan pagi menikmati ketupat sayur yang memang sengaja sudah dipersiapkan selama beberapa hari ini dengan membuat ketupat sendiri. Dengan sayur lodeh berbahan rebung dan pepaya muda, serta lauk-pauk ayam opor adalah menu tetap lebaran selama beberapa tahun ini. Lezat dan nikmat itulah kesan yang mendalam. Sambil bercerita dan komentar berbagai masalah, kembali anakku yang bungsu bertanya: “Tadi Bapak tabur bunga untuk siapa, Pak?”, “Untuk almarhum Bapak Imam Subekti”, kataku memulai bercerita, “Siapa itu ,Pak, kok tabur bunganya di pintu gerbang pemakaman? Kok tidak di makamnya, Pak?”, tanyanya lagi seolah menyelidik Semua mendengarkan dengan serius dan menyimak sambil menikmati sarapan pagi. “Dulu,”, aku memulai meneruskan bercerita. “Sewaktu kelas tiga di SD Negeri Benjeng pada tahun 60-an, di Benjeng kedatangan empat Bapak Guru baru, Pak Kusno, Pak Mu’in, Pak Sutoko, dan Pak Imam Subekti. Mereka menempati rumah kontrakan di seberang Masjid Jami Benjeng yang letaknya dekat dengan sekolah. Diantara berempat itu hanya Pak Imam Subekti yang mengajar di SDN Benjeng, sedangkan yang tiga orang lainnya berpencar di beberapa SD yang ada di Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik. Pak Imam Subekti yang kelihatan tampil paling ngepop. Celana komprang dan rambut sedikit gondrong, penampilan dan tampang memang mirip John Lenon – The Beatles. Para beliau ini tampak sekali – sekali mengikuti salat wajib berjamaah di Masjid Jami Benjeng.” “Ketika naik ke kelas enam tahun 1962, Bapak pindah ke Gresik tinggal bersama Pakde dan Bude Sa’i. Sewaktu kelas tiga SMP tahun 1965, suasana politik memang ramai dan agak menghangat. Di tingkat SLTP saja sudah marak organisasi pelajar yang berafiliasi dengan partai politik tertentu. Mereka berlomba mencari pengaruh di sekolah – sekolah”. “ Lalu Bapak ikut yang mana, Pak?”, celetuk salah seorang anakku. “Kebetulan Bapak tidak ikut – ikutan dan hanya aktif di organisasi intra sekolah, yang sekarang dikenal namanya OSIS. Dulu, Bapak selalu ditunjuk sebagai Panitera, atau Sekretaris Persatuan Pelajar SMP Negeri I (PP SMPN I) sampai ketika duduk di kelas tiga. Oleh Bapak Sa’i, bapak memang dilarang ikut-ikutan masuk menjadi anggota Ormas Pelajar. Politik itu jahat, jangan ikut-ikutan, kata Bapak Sa’i.” “Pada waktu itu seringkali partai – partai politik jor – joran berlomba membuat acara, ada hiburan pertunjukan kesenian dan film, drum band dan sebagainya. Memang suatu ketika Bapak kaget, karena sewaktu HUT PKI tahun 1965 di Gresik, beberapa Bapak Guru dari Benjeng ada yang ikut pawai, diantaranya pak Imam Subekti.” ***** “Tiba-tiba terjadilah peristiwa menggemparkan yang dikenal dengan Gerakan 30 September tahun 1965. PKI dituduh sebagai dalang dan pelakunya. Beberapa Jenderal pimpinan TNI Angkatan Darat diculik dan dibunuh secara keji. Isu berseliweran. Beredar isu, kalau PKI menang, orang beragama akan digorok, dan dicungkili matanya. Suasana masa – masa itu hening dan suasana kehidupan dalam ketakutan yang luar biasa. Orang – orang yang ditengarai anggota dan simpatisan PKI dibunuhi seenaknya dan hukum tidak berlaku. Di Gresik, karena merupakan basis organisasi politik dan organisasi massa berazas agama, hampir semua kaum muda berbondong – bondong mengganyang PKI. Karena kalau tidak ikut beraksi, takut di tuduh sebagai PKI maka ada yang dengan ganas aktif beraksi. Tetapi tidak sedikit yang hanya sebagai penggembira karena takut berdosa, dan sebenarnya juga karena takut dituduh simpatisan G30S” “Banyak sekali korban pembunuhan pada waktu itu dan berbagai berita berseliweran setiap hari. Menyeramkan dan menakutkan. Salah satu korban yang dibunuh itu adalah Pak Imam Subekti.”. Sambil makan mengunyah pelan – pelan, anak – anak dengan tekun menyimak ceritaku. “Dulu, di Benjeng ada dua gedung Sekolah Dasar Negeri. Di Benjeng Barat terdiri dari dua ruang kelas untuk kelas satu dan kelas dua. Sedangkan di Benjeng Timur ada tiga ruang kelas, satu kelas untuk kantor dan yang dua kelas lainnya diatur pemakaiannya, kelas pagi untuk kelas lima dan kelas enam, sedangkan siangnya untuk kelas tiga dan kelas empat. “Pak Imam Subekti bertugas mengajar di kelas tiga atau kelas empat, Bapak tidak ingat lagi tepatnya”, lanjutku. “Dulu, seorang guru itu mengajar di suatu kelas secara penuh untuk semua mata pelajaran. Pak Imam Subekti ini agaknya memang seorang seniman dan tutur katanya sangat lemah lembut. Beliau mengajarkan juga kesenian, tari dan nyanyi. Kalau sore menjelang pulang atau bubaran sekolah, kelasnya pasti menyanyi secara serempak yang enak didengar sampai ke kampung penduduk. Apalagi kalau menyanyikan lagu “Desaku Yang Kucinta” dan “Rayuan Pulau Kelapa”, sangat merdu didengar, cukup menggetarkan dan bisa membangkitkan jiwa nasionalisme serta cinta tanah air.” “Konon kabarnya, pak Imam Subekti dijemput massa di suatu pagi buta setelah jam salat Subuh di rumah kontrakannya. Dia diseret beramai – ramai sampai ke desa Ngepung dan disiksa yang jaraknya sekitar dua kilometer dari rumah kontrakannya. Desa Ngepung ini bertetangga dengan desa Klampok, dan berita pembunuhan sampai ke desa itu. Almarhum Pak Nursam, yang kebetulan pengurus masjid Jami’ Klampok mendengar kabar bahwa ada guru PKI dibunuh dan mayatnya ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Pak Nursam memanggil rapat para jamaah masjid bermaksud untuk mengecek kebenaran berita pembunuhan itu, apalagi kabarnya korban tersebut pak Imam Subekti guru yang cukup dikenal masyarakat. “Karena ada kesaksian, Pak Imam pernah salat ke masjid dan merupakan seorang guru yang banyak jasanya mengajarkan ilmu dan pengetahuan kepada anak – anak kita, sebagai muslim, adalah fardhu ain bagi kita untuk merawat jenazah itu, masak dibiarkan tergolek di pinggir jalan,” kata pak Nursam. “Sebagai muslim, kita makamkan saja secara Islam dengan segala tanggung jawabnya,” katanya lagi meyakinkan masyarakat yang hadir karena ada yang takut kalau dituduh simpati kepada orang PKI. Setelah saling bersitegang karena ada yang setuju, tetapi ada beberapa orang yang menolak karena takut dan lalu pergi menjauh, maka keputusan akhir, dimakamkanlah jenazah pak Imam Subekti di pemakaman Klampok secara Islam. Tetapi makam itu sudah tidak jelas di mana letaknya karena tidak ada yang berani merawat, takut kalau dituduh dan difitnah yang macam-macam. Bahkan di kalangan masyarakat beredar rumor yang sampai ke kalangan anak – anak kecil mengenai makam orang PKI, pak Bekti, yang diisukan seram – seram dengan berbagai ceritanya. Oleh karena itu, ketika ada kabar bahwa kerabat keluarga Pak Imam Subekti pernah datang dan menanyakan letak makam beliau, tidak ada yang bisa memberitahu. Hanya dikasih tahu, bahwa almarhum Pak Imam Subekti benar dimakamkan di pemakaman desa Klampok secara Islam. Kabar yang beredar, pak Bekti dibunuh oleh orang-orang dari daerah lain. Karena dikhawatirkan mereka salah faham dan ditakutkan akan menyerbu masyarakat yang memakamkan secara baik-baik, pak Nursam mengajak warga siskamling siang dan malam untuk siap menjelaskan seandainya diantara mereka ada yang datang. Namun, perdebatan terus saja terjadi. Yang ketakutan dituduh PKI tetap mempertanyakan dasar pemikiran kenapa dimakamkan secara Islam. Pak Nursam konon berdalih dan bertanya :”Kalau kita menemukan jenazah tak dikenali, bolehkah kita memakamkan secara Islam atau kita kubur begitu saja? Sebagai fardhu ain bagi setiap muslim, kita tentu wajib memakamkan sesuai keyakinan kita”. “Tetapi kan dia anggota PKI yang sudah jelas-jelas, Pak!”, sanggah seorang warga. Pak Nursam berusaha mempertegas memberikan penjelasan. “Kalau orang PKI meninggal dunia, atau menikah, kira-kira apakah dia mengakui agamanya atau tidak, ya? Sebab, nyatanya tidak ada kuburan khusus orang PKI atau menikah dengan cara PKI, sehingga cara pemakaman yang kita lakukan Insya Allah benar. Semoga Allah subhanallah taala meridhoi langkah kita sebagai muslim, sedangkan mengenai pribadi almarhum biarlah Allah Yang Mahakuasa yang berhak mengadili ”, jelas Pak Nursam. Di usia Bapak setua ini kemudian ingat jasa orang tua dan para guru yang mengajarkan, membimbing dan membuat pandai kita semua. Oleh karena itu Bapak berziarah seperti tadi. Semoga Allah subhanahullah taala mengabulkan doa Bapak”. Anak – anakku sampai berbinar – binar matanya, mungkin juga ikut prihatin dan simpati yang mendalam. “Kenapa mesti dibunuh, ya Pak, kasihan sekali beliau!” kata si bungsu yang memang mempunyai jiwa yang mudah trenyuh. Aku berusaha mencoba memecah keheningan dengan mengalihkan pembicaraan yang menyangkut silaturahim dan rencana halal bihalal. Selesai makan, kuminta semua mengheningkan cipta sambil berdoa dan membaca surat Al – Fatihah untuk almarhum Pak Guru Imam Subekti.***** Muhammad Sadji, adalah Pensiunan BUMN yang karya cerpennya dimuat di buku antologi : Kumpulan Cerkak Bahasa Jawa Asmarandana (Agustus 2020), Tersembunyi (Mei 2021) dan Tinggal Kenangan (April 2024).

Rabu, 25 September 2024

Mengejar Kemajuan

 

Jokowi dan Prabowo Berada di IKN. (Sumber: Sinpo Id) 

Tahun emas NKRI

Ketika tahun 2045 nanti

Berarti tinggal dua dekade lagi

Lalu apa yang sudah kita capai?

Penduduk kita sekarang berjibun

Sudah lebih duaratus limapuluhjuta jiwa

Kategori negara menuju kemajuan

Pada hal sudah merdeka selama 79 warsa

Generasi muda mendapat tantangan besar

Untuk berpikir dan berkarya mulia

Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

Dalam bingkai negara berdasarkan Pancasila

 

Ada seorang negarawan Amerika Serikat

John Fitzgerald Kennedy namanya

Dia menyampaikan nasihat sangat berharga

Kepada masyarakat di seluruh dunia

Katanya bertuah :” Hari esok Anda,

ditentukan oleh pekerjaan Anda hari ini”.

Sungguh untaian kata yang sangat menginspirasi

Bolehlah kita memahami serta meneladani

Bekerja keras dan bersatu padu sejak kini

Demi cita-cita mencapai kejayaan bangsa

Jangan cuma hidup termangu dan berpangku tangan

Apalagi kalau pandainya hanya suka mencela*****

Bekasi, Desember 2023


Jumat, 20 September 2024

Indonesia Jaya

 

Tukang Becak di Jalanan di Bandung. (Sumber: Fikri Rasyid via Unsplash)


Tujuhbelas Agustus tahun sembilan belas empat lima

Itulah Hari Kemerdekaan kita

Hari terbebasnya nusa dan bangsa

Dari belenggu penjajahan manca negara

         

          Tujuh puluh sembilan tahun sudah

           Usia Negara Kesatuan Republik Indonesia

          Para pendahulu telah berjuang dengan susah payah

          Untuk mempertahankan negeri tercinta

Kini saatnya kita membangun

Dengan bersungguh-sungguh dan penuh tanggung-jawab

Disertai penuh dedikasi dan kejujuran

Demi tercapainya Indonesia Raya yang jaya dan beradab

          Hayo singsingkan lengan baju kita

          Bergerak bersama mengejar kemajuan

          Kerja bergotong royong menuntun kita bersama

          Untuk mencapai kegemilangan di masa depan*****

Bekasi, Juli 2024


Rabu, 18 September 2024

Indonesia Raya

 

Peta Indonesia (Sumber: Wikipedia)


Indonesia Raya tanah air kita

Terhampar luas di khatulistiwa

Dengan iklimnya yang istimewa

Gemah ripah loh jinawi alamnya

          Banyak suku bangsa mendiami

          Berbagai agama hidup penuh toleransi

          Bhinneka Tunggal Ika perekatnya

          Dalam bingkai Pancasila sebagai tamengnya

Berbagai pengalaman dialami sepanjang sejarahnya

Pasang surut perjuangan dengan pertaruhan hidup atau mati

Indonesia Pusaka harus tetap dijaga

Walau berbagai rong-rongan datang silih berganti

          Kaya pengalaman adalah guru yang berharga

          Mengisi kemerdekaan merupakan upaya perjuangan

          Dengan karya dan jasa yang penuh wibawa

          Untuk Indonesia Raya yang jaya sepanjang jaman

Indonesia Pusaka karunia Illahi

Harus kita kawal dengan penuh tata krama dan tidak korupsi

Pelihara alam lingkungannya agar tetap lestari

Demi tercapainya Indonesia Raya yang maju dan cinta damai*****

Bekasi, Desember 2023



Kamis, 19 Agustus 2021

Memfilmkan Legenda, Kenapa Tidak?

Beberapa tahun yang lalu sebagaimana diberitakan di berbagai media massa, Menteri Kebudayaan & Pariwisata waktu itu, memberikan semacam instruksi kepada para Kepala Daerah. Dianjurkan agar tiap daerah provinsi membuat film kepahlawanan daerahnya masing – masing. Tujuannya mungkin untuk menumbuhkan nilai – nilai kejuangan kepada generasi muda yang sudah ada tanda – tanda mulai terkikis. Atau mungkin dalam rangka meningkatkan  upaya pelestarian nilai seni budaya  setiap daerah serta untuk meningkatkan pariwisata melalui film.

Padahal, kalau ambisi itu dituruti, yang terjadi adalah mungkin merupakan langkah yang sia – sia. Jauh panggang dari api, kata pepatah. Sebagai pengalaman mungkin dapat dievaluasi, misalnya,film “Tjut Nyak Dien” yang pernah dibuat dengan ambisius, tetapi nyatanya kurang  peminat. Dari berbagai sudut, film itu kurang menarik. Apalagi setiap film sejarah Indonesia, yang menonjol hanyalah yang berbau melawan penjajah Belanda atau Jepang, dan kemasannya pada umumnya kurang menarik.

Film menarik adalah film yang bisa menarik penonton sebanyak-banyaknya walaupun tanpa promosi yang berarti. Film menarik bisa karena bintang pendukungnya, alur ceritanya, teknik pembuatannya, lokasi shooting atau  bisa karena keseluruhannya menarik. Sebagai contoh, film Laskar Pelangi yang pernah mencapai Box Office beberapa waktu yang lalu. Film itu menarik karena menyangkut penggalan sejarah pendidikan suatu zaman dan lokasinya yang menarik. Disamping penggarapannya juga cukup mengesankan. Lebih menarik lagi karena terbukti kepulauan Bangka-Belitung sebagai lokasi shooting film tersebut kemudian dibanjiri banyak turis (Rakyat Merdeka 2 Mei 2010).

FILM TENTANG LEGENDA

Sekiranya benar bahwa film daerah ditujukan untuk meningkatkan sektor pariwisata melalui pengenalan seni dan budaya daerah, maka yang tepat adalah menginstruksikan setiap daerah untuk membuat film tentang legenda daerah. Legenda menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Balai Pustaka 2006) adalah cerita dari zaman dahulu yang dikenal dan digemari orang yang bertalian dengan peristiwa bersejarah.

Legenda itu bisa diambil dari ikon alam atau seni budaya masing – masing daerah . Sebagai contoh, Reog Ponorogo atau Gunung Bromo dari Jawa Timur,betapa menariknya apabila legendanya yang penuh misteri itu  difilmkan. Boleh jadi, Reog Ponorogo tidak  akan diklaim oleh Malaysia sekiranya legendanya di filmkan secara kolosal. Atau turis akan semakin berbondong – bondong datang setelah menyaksikan film tentang legenda Gunung Bromo yang menawan dengan legenda Hari Raya Kesodonya.

Sebagai contoh menarik, pernah ada film pada tahun 70’an yang dibuat oleh sebuah negara Asia berjudul “The Snake Man”(manusia ular). Film itu tentang legenda terjadinya sumber mata air pemandian alam yang antara lain berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit kulit dan pernah memenangkan Festival Film Asia. Cerita dalam film itu sebenarnya sederhana saja karena menceritakan tentang seorang wanita yang sudah bersuamikan lelaki yang pencemburu, berselingkuh dengan seekor ular sakti .Hasil perselingkuhan yang tidak diniati itu membuahkan  seekor ular sakti yang kemudian bisa menjelma menjadi pemuda tampan  setelah bertapa di suatu pegunungan yang terdapat danau yang indah. Film tersebut berbau pornografi, tetapi tidak menonjolkan adegan pornografinya. Berbau mistik karena mengandung hal – hal yang menyangkut pertapaan dan kesaktian tetapi menariknya, dalam penggarapannya tidak menampakkan adegan horor yang menyeramkan. Episode demi episode semuanya menarik karena menggambarkan adegan yang mengesankan dengan  latar belakang alam dan kehidupan yang benar-benar menggambarkan zaman baheula. Happy ending film tersebut mengetengahkan suatu objek pariwisata yang sangat terkenal di suatu daerah di negara pembuat film  yang berupa lokasi pemandian alam yang indah dan masih ramai dikunjungi para turis sampai sekarang. Paling tidak ,sampai film tersebut dibuat, obyek pariwisata itu masih dipertahankan. Dan sudah dapat dipastikan, pemerintah serta masyarakatnya berusaha melestarikan obyek pariwisata tersebut dengan bukti pembuatan film legendanya yang berhasil diekspor ke berbagai negara 

Mungkin waktunya belum terlambat. Industri pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia bisa dikembangkan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia melalui pembuatan film tentang legenda. Indonesia yang kaya akan objek wisata yang sangat menarik dan hampir semuanya mempunyai legendanya masing – masing,  mestinya juga sangat menarik apabila dituangkan ke dalam sebuah film layar lebar. Bahkan hewan komodo yang ada di pulau Komodo pun ada legendanya yang bisa digali untuk dibuatkan filmnya. Menurut penuturan penduduk setempat, kalau kita ke P.Komodo sebaiknya  dikawal oleh penduduk asli setempat. Tujuannya agar tidak dimangsa oleh hewan komodo yang termasuk binatang buas. Pengamanan itu bisa terjadi karena hewan komodo diyakini masih seketurunan dengan penduduk asli P.Komodo. Konon pada zaman dahulu kala, hidup seorang raja yang mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Kehidupan kerajaan dibiayai dari pajak yang dibayar oleh rakyatnya sesuai bidang usahanya. Adalah seorang perjaka tampan yang selalu mengirim ikan sebagai pajak mewakili ayahnya yang berprofesi sebagai nelayan. Karena seringnya bertemu pandang dengan anak nelayan yang tampan itu, membuat putri raja jatuh hati. Begitu juga anak nelayan tiba-tiba jatuh cinta. Karena gayung bersambut, maka semakin rajinlah anak nelayan itu mengantar pajak ikan ke istana agar bisa sering bertemu dengan putri raja. Rumor percintaan dua insan beda status sosial ini akhirnya sampai juga ke telinga sang raja. Sebagai akibatnya, sang raja melarang hubungan putrinya dengan anak nelayan tersebut. Tetapi tetap saja dengan sembunyi-sembunyi sang putri berusaha menemui sang perjaka. Sang raja semakin garang menghalangi hubungan keduanya dengan berbagai macam cara. Puncaknya, sang putri malah diam-diam lari dari istana dan bersembunyi di suatu goa bersama sang anak nelayan. Sang raja saking murkanya, terucap sumpah-serapah dan tidak mau  mengakui lagi putrinya tersebut. Dari hubungan yang tidak direstui itulah kemudian lahir komodo seperti wujudnya sekarang ini. Nah, seandainya legenda keberadaan hewan komodo ini digubah dan difilmkan secara cerdas dan menarik, bukan mustahil  akan semakin meningkatkan kunjungan wisatawan ke P.Komodo dan Kawasan Labuan Bajo yang sudah ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas, Dan tak kalah pentingnya adalah ikut membantu Pemerintah RI dalam memperjuangkan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Alam (New 7 Wonder s of Nature). Demikian juga Danau Toba di Sumatera Utara yang indah dan Danau Tiga Warna Kelimutu di pulau Flores serta legenda Candi Prambanan di Jawa Tengah dan banyak lagi, menunggu kreativitas para seniman dan budayawan Indonesia untuk menciptakan filmnya. Apabila upaya memfilmkan legenda  ini terwujud,dan menarik penggarapannya, bukan mustahil akan tercapai ”sekali merengkuh dayuh, dua tiga pulau akan terlampaui”. Artinya, melalui pembuatan film yang brilian tentang legenda, bersamaan dengan itu dapat meningkatkan mutu dan pendapatan sektor perfilman serta diharapkan dapat meningkatkan sektor pariwisata dan pertumbuhan ekonomi. Dan tak kalah pentingnya adalah timbulnya kesadaran peningkatan upaya pelestarian warisan alam ,lingkungan dan seni budaya yang dimiliki bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dengan demikian diharapkan akan semakin memperkenalkan INDONESIA  lebih luas lagi, dan tidak hanya sekedar  P.Bali seperti sekarang ini yang lebih terkenal dibanding negeri induknya. Dari pada membuat film yang aneh-aneh dan tidak laku seperti  beberapa tahun terakhir ini, lebih baik kita  berpaling ke cerita legenda yang berlatar belakang obyek pariwisata. Mari kita coba buktikan, siapa tahu setiap daerah akan berusaha menggali bakat serta kreativitas di kawasannya masing-masing!.*****.

 


Rabu, 31 Maret 2021

PESAN LAGU “BELAIAN SAYANG”

     Sewaktu masih duduk di Sekolah Menengah dulu, penulis senang mendengarkan lagu Belaian Sayang ciptaan Bing Slamet. Pada waktu itu penulis tidak pernah peduli dengan bunyi syairnya karena hanya menirukan dengan bersiul.  Beberapa hari yang lalu kebetulan penulis menyaksikan acara musik keroncong di siaran televisi. Salah satu lagu yang ditampilkan adalah Belaian Sayang yang dibawakan oleh penyanyi cantik berkebaya, pakaian ciri khas artis keroncong wanita. Penulis menyimak dan menulis syairnya. Ternyata lagu itu mempunyai pesan yang luhur untuk membangun bangsa. Coba kita perhatikan syair lagu itu secara lengkap berikut ini.

       Waktu hujan turun/ Rintik perlahan/ Anginpun berhembus/ Awan  menebal.

       Kutimang si buyung/ Belaian sayang/ Anakku seorang/ Tidurlah, tidur.

       Ibu berdoa/ Ayah menjaga/ Agar kelak kau/ Jujur melangkah.

       Jangan engkau lupa/ Tanah pusaka/ Tanah air kita/ Indonesia.

 

Multi tafsir untuk memahami pesan dari lagu keroncong yang iramanya merdu itu. Bait pertama misalnya, bisa ditafsirkan bahwa sang penggubah lagu ingin menekankan bahwa kita berada di negeri yang mengalami dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim di negeri tropis, yang terkadang mengalami penyimpangan. Ketika kemarau panjang, di mana-mana mengalami kekeringan dan kesulitan mendapatkan air bersih. Ketika hujan berlimpah, di mana-mana banjir menimpa yang sering sangat  menimbulkan penderitaan.

Bait kedua mengandung pesan, bahwa setiap keluarga harus sayang anak sebagai amanah titipan Tuhan. Anak harus disayang semenjak di kandungan, lahir, sampai mengantar dan membimbing menjelang usia dewasa. Dalam hubungan ini, menarik untuk dikemukakan nasihat Jenderal Widjojo Sujono pada sarasehan HMI/KAHMI beberapa tahun yang lalu. Dia mengutip falsafah hidup orang Barat yang menyatakan :” Kalau anak tidak bisa melebihi bapaknya, kedua-duanya gagal sebagai manusia “. Ini berarti bahwa setiap orangtua dituntut untuk memperhatikan pertumbuhan  dan perkembangan anaknya agar bisa mengangkat derajat orangtuanya. Bukan sebaliknya, banyak anak yang justru menjerumuskan dan menjatuhkan nama baik orangtuanya karena salah asuhan.

Semakin jelas kemudian di bait ketiga, Bahwa sang ayah wajib memikirkan dan menjaga tumbuh kembang si anak. Sementara sang ibu mendoakan agar seorang anak mempunyai masa depan yang baik dan luhur karena perilaku jujur dalam melangkah mengarungi kehidupan. Perilaku kejujuran  diperlukan semenjak berpikir, berucap dan bertindak dalam segala hal. Kejujuran yang hakiki adalah yang didasari atas ketaatan terhadap hukum dan aturan yang berlaku serta tuntunan agama yang dianut oleh setiap orang yang bersangkutan. Perilaku kejujuran ini diperlukan dalam rangka menapaki hidup di bumi Indonesia. Bahwa setiap anak manusia Indonesia diingatkan untuk tidak melupakan tanah pusaka, tanah air kita, Indonesia. Di sinilah puncak pesan itu. Tanah pusaka itu harus dijaga dan dipertahankan untuk keabadian sampai akhir zaman tentunya.

Tahun 2045 adalah merupakan HUT yang keseratus NKRI. Banyak yang berharap, pada tahun tersebut bangsa Indonesia bisa mencapai kejayaan sebagai negara maju dalam segala hal. Untuk itu, ada peringatan menarik yang pernah disampaikan oleh negarawan Amerika Serikat John F. Kennedy yang menyatakan :” Hari esok anda ditentukan oleh pekerjaan anda hari ini ”. Atau peringatan pemikir Perancis yang menyatakan :” Bukan karena kelangkaan uang, tetapi karena kelangkaan manusia berbakatlah yang membuat suatu bangsa menjadi merana “. Peringatan penting yang bisa berlaku umum bagi semua bangsa di dunia tersebut mengandung makna, bahwa untuk mencapai kemajuan diperlukan Sumber Daya Manusia yang bermutu, Dan itu sangat tergantung terhadap langkah-langkah kita pada saat ini dan seterusnya. Untuk mempersiapkan dan membangun bangsa yang jujur, cerdas, inovatif, toleran dan pekerja keras, harus dimulai dari individu-individu dan keluarga setiap warga bangsa. Bing Slamet sudah mengingatkan pentingnya langkah tersebut sejak lama melalui  lagu “Belaian Sayang”. Penting untuk menjadi perhatian semua pihak, terutama para orangtua yang mempunyai anak remaja. Betapa sulitnya membendung para remaja yang tergila-gila musik Korea Selatan. Yang mencengangkan, Korsel ternyata di samping maju dalam ekonomi dan teknologi, juga maju dalam industri musik. Semua ini berkat langkah Park Chung Hee yang mengambil kebijakan strategis yang tepat pada tahun 60-an. Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan, sehingga tertampung semua oleh lapangan kerja ketika lulus dan terhindar dari pengangguran. Pendidikan dibenahi dengan prinsip, produk pendidikan  harus bisa menjadi subyek pembangunan, bukan menjadi obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan, mereka dididik untuk menjadi SDM yang jujur, cerdas, inovatif, disiplin dan pekerja keras.

Agaknya lagu “Belaian Sayang karya Bing Slamet” tersebut perlu ditetapkan sebagai lagu wajib di sekolah-sekolah dalam rangka membangun bangsa yang mampu bersaing di masa depan dengan kepribadian dan ciri khas Indonesia. Karena dari lagu itu diharapkan bisa mengingatkan kita untuk ikut bertanggung jawab membangun generasi penerus yang bermutu dan berwatak mulia. Jujur dalam segala hal dan mampu menjaga tanah air sebagai tanah pusaka. Yaitu, menjaga kelestarian lingkungannya, mengelola kekayaan alamnya dengan adil dan bijaksana. Berilmu yang tinggi dalam mengabdi kepada bangsa dan negara, dan yang sangat penting adalah, tidak melakukan korupsi, apa pun bentuknya.*****

Senin, 09 November 2020

Dibalik Nama-Nama Presiden RI

 

Tahun 2024 masih lama. Tetapi gaung Calon Presiden pengganti Jokowi sudah ramai dipergunjingkan. Ada yang mengusulkan Prabowo-Puan Maharani, Prabowo-Sandi lagi dan ada yang menyandingkan Anies-Sandi. Bahkan massa Nasdem mencalonkan Surya Paloh, tetapi yang bersangkutan menolak karena merasa terlambat. Yang menarik, justru Jokowi sempat menyebut Sandiaga yang layak sebagai penggantinya kelak. Segenap bangsa Indonesia memang seharusnya sudah mulai memilah-milah, siapa pemimpin yang layak dipilih nantinya.  Mata dan pikiran seharusnya sudah mulai dicurahkan untuk mengamati sepak terjang dan rekam jejak orang-orang yang berambisi menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Sebaliknya, bagi yang berambisi, sudah harus mulai memperlihatkan kinerjanya dalam bidang yang ia geluti, berwatak jujur, pekerja keras, sederhana, dan tidak berulah yang macam-macam, apalagi menggunting dalam lipatan. Pemimpin mendatang harus berpola pikir dan pola tindak sebagai penerus apa yang dilakukan oleh pendahulu, bukan yang memporak-porandakan, karena itu sama dengan perilaku kudeta. Yang bagus diteruskan, yang salah harus dikoreksi dari sekarang  dan memberikan saran serta masukan dengan tata-krama yang santun sesuai adat ketimuran. Itulah hakekat berbangsa dan bernegara secara berkesinambungan di bumi Pancasila ini.

Nama Capres

Kembali kepada siapa Capres yang ideal pada tahun 2024? Ada fakta yang menarik untuk dianalisa yang menyangkut nama para Presiden RI sepanjang sejarah. Konon Jayabaya, Raja Kediri, pernah meramalkan: kelak ada  suatu negeri yang lama dijajah bengsa bule selama berabad-abad, lalu datang bangsa kate yang menguasai selama seumur jagung dan kemudian merdeka yang dipimpin oleh Notonegoro. Fakta bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945, berdiri negara baru yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta dengan pengalaman sebagai negeri seperti yang diramalkan oleh Jayabaya. Presiden pertamanya adalah Soekarno (-no-) dan wakilnya adalah Mohammad Hatta. Soekarno berkuasa hingga 1965 dengan mandat berdasarkan UUD 1945, UUDS RIS 1949, UUD Sementara 1950, dan kembali ke UUD 1945 lagi sejak tahun 1959.

Seharusnya suksesi  berikutnya idealnya kepada Mohammad Hatta (-ta/to-) karena termasuk ke dalam Dwi Tunggal Proklamator. Tetapi karena Hatta mundur sebagai Wapres pada akhir tahun 1956, dan ternyata terlahir sebagai Mohammad Attar, maka suksesi tidak singgah kepada Hatta. Muncullah Peristiwa G30S pada tahun 1965 yang kemudian mengantarkan Soeharto (-to-) sebagai Presiden kedua yang secara defacto berkuasa sejak 11 Maret 1966. Pergantian kekuasaan itu diwarnai dengan hiruk-pikuk yang menyeramkan dan menegangkan serta penuh rekayasa. Seharusnya, sesudah Soeharto itu kembali ke “-No-“,yang sebenarnya sudah ada calon yang sudah sempat menjadi wapres, yaitu  Hamengkubuwono IX, Soedharmono, dan Try Sutrisno, tetapi semuanya meleset. Hamengkubuwono IX ,mungkin karena nama kecilnya Dorojatun maka kekuasaan tidak mampir ke tangannya. Begitu juga tidak mampir ke Soedharmono dan Try Sutrisno, karena Soeharto masih ingin tetap berkuasa dan menempatkan kedudukan Wapres hanya sebagai pelengkap tanpa peran yang berarti.

Maka terjadilah gonjang-ganjing, reformasi, yang membuat Soeharto mundur dari kekuasaannya dan digantikan oleh wakilnya BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Karena bukan “-no-“ ,maka BJ Habibie memegang mandat hanya  sebentar. Kemudian lewat Pemilu 1999 terpilihlah Abdurahman Wachid (Gus Dur) sebagai Presiden dan wakilnya Megawati Soekarnoputri. Kembali lagi, karena bukan “-no-“ maka Gus Dur jatuh dan digantikan oleh Megawati untuk meneruskan yang  ternyata juga bukan “-no-“. Lalu lewat Pilpres langsung oleh rakyat pada tahun 2004 dapatlah Presiden “-no-“ yang sebenarnya, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih sampai dua kali masa jabatan. Dan ketika Pilpres  tahun 2014 dan 2019, terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang dijagokan oleh Megawati Soekarnoputri. Juga sangat mengejutkan banyak pihak, kenapa bisa terjadi, orang biasa terpilih sebagai Presiden sampai dua kali?.  Ternyata Jokowi nama kecilnya adalah Mulyono. Karena sering sakit-sakitan lalu oleh orangtuanya diganti namanya menjadi Joko Widodo yang kemudian terkenal sebagai Jokowi. Maka sebenarnya dia melanjutkan lagi “-no-“ atau mewakili “-go-“ karena dijagokan oleh Megawati yang nama panggilannya “Ega”?. Bisa saja kita menduga, Jokowi sebenarnya menyandang atau mengemban nama “no” sekaligus “go”. Wallahu a’lam. Oleh karena itu bisa juga kita berspekulasi, Presiden berikut layaknya mungkin sosok yang namanya mengandung kata “-ga” atau “-go”. Tetapi ini hanya sekedar ramalan dengan analisa sederhana untuk meramaikan alam demokrasi dan tidak harus dipercaya. Tetapi kalau juga mempercayai, maka siapa saja putra terbaik bangsa yang namanya mengandung “ga” atau “go” dan sanggup melanjutkan program yang telah digagas dan dirintis oleh Presiden Jokowi, bisa saja mulai unjuk muka dan unjuk peran serta prestasi.

 Atau jangan-jangan langsung saja kita menuju negeri yang sering digambarkan oleh Bung Karno: “Gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku, Negeri yang tata tenteram kerta raharja”. Dan itu berarti memerlukan pasangan  Loh-Jinawi yang bisa saja merupakan perpaduan dwi tunggal baru Surya Paloh dan Muhammad Sadji?. Wallahu a’lam! Tetapi ini hanya sekedar bercanda, lho!.Untuk meramaikan alam demokrasi yang sudah semakin menunjukkan kematangan dan kedewasaan, walaupun banyak diwarnai hoax berseliweran di medsos. *****

Jumat, 24 Juli 2020

MEMAJUKAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

Oleh : Muhammad Sadji

 

Lagu kebangsaan Indonesia Raya ketika diciptakan dan digubah oleh Wage Rudolph Supratman jauh sebelum Indonesia merdeka, sejatinya terdiri atas tiga stanza. Yang kita nyanyikan resmi sekarang ini adalah stanza pertama. Pada stanza kedua, bunyi syairnya sebagai berikut:

Indonesia tanah yang mulia

Tanah kita yang kaya

Di sanalah aku berdiri

Untuk selama-lamanya.

Indonesia tanah pusaka

Pusaka kita semuanya

Marilah kita mendoa

Indonesia bahagia

Suburlah tanahnya,

Suburlah jiwanya

Bangsanya rakyatnya

Semuanya

Sadarlah hatinya, sadarlah budinya

Untuk Indonesia Raya

 

Dari syair di atas sudah terukir pemahaman oleh Pahlawan Nasional  kita, bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur.Seperti kita ketahui, bahwa lagu kebangsaan tersebut berkumandang pertama kali pada saat Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Cita-cita Sumpah Pemuda telah terwujud setelah Soekarno – Hatta menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Yang belum tercapai adalah terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam sila kelima Pancasila yang termaktub dalam alinea terakhir Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Puan Maharani sewaktu menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (2014-2019), bahwa penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 255 juta orang, tetapi menghadapi berbagai masalah yang sangat memprihatinkan dalam berbagai hal. Kesenjangan sosial  masih merupakan masalah utama karena 20% kelas atas menguasai hampir  50% konsumsi perekonomian Indonesia, sedangkan penduduk kelas bawah yang jumlahnya mencapai 40% hanya menguasai 20% konsumsi perekonomian. Pada saat itu 45% penduduk Indonesia ditengarai memiliki kemampuan pengeluaran hanya Rp 500.000,- per bulan. Yang menganggur atau sama sekali tidak bekerja disebutnya berjumlah 7,2 juta jiwa dan lebih kurang 40 juta lainnya masih harus berjuang mendapatkan pekerjaan yang layak. Apalagi laju pertumbuhan penduduk masih sulit dikendalikan, dengan angka kelahiran bayi mencapai 4,5 juta bayi per tahun. Data itu disampaikan sebelum pandemi Covid-19. Setelah terjadinya pandemi yang dialami sejak Maret 2020, Indonesia mengalami kemunduran perekonomian yang cukup memprihatinkan. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa di depan Komisi XI DPR beberapa waktu yang lalu, bahwa selama pandemi Covid-19 (30 Maret 2020 - 6 Juni 2020) telah hilang jam kerja luar biasa dan daya beli turun mencapai Rp 362 trilyun. Angka kemiskinan yang pada tahun 2019 berhasil ditekan menjadi 24,79 juta orang (9,2%) telah meningkat menjadi 28,79 juta orang (10,63%). Jumlah pengangguran yang pada tahun 2019 hanya sebesar 5,28% diperkirakan meningkat menjadi 8,1 - 9,2% karena adanya PHK atau dirumahkan dari sektor perdagangan, industri manufaktur, konstruksi, jasa dan akomodasi serta makanan dan minuman. Serta ribuan TKI yang dipulangkan dari berbagai negara dengan keahlian yang hanya  setingkat buruh kasar. Dijelaskan pula, bahwa prioritas penanganan pada tahun 2021 adalah mempercepat pemulihan ekonomi nasional dengan fokus pada industri manufaktur, pariwisata dan investasi. Kemudian reformasi sosial yang mencakup sistem kesehatan, perlindungan sosial  dan ketahanan bencana.

Memajukan Sektor Pertanian

Secara khusus, pemulihan ekonomi nasional sektor pertanian memang tidak disebut-sebut. Pada hal sektor inilah yang masih menjanjikan untuk dikembangkan secara besar-besaran. Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Presiden Soekarno ketika meresmikan kampus Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor pada tahun 1952, bahwa pertanian adalah soal hidup matinya sebuah bangsa. Fakultas inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Institut Pertanian Bogor (sekarang IPB University).

Berdasarkan fakta sebagaimana diuraikan di atas, maka tidak ada jalan lain kecuali mengembangkan dan memajukan sektor pertanian dengan berbagai cabang-cabangnya yaitu sektor perkebunan, perikanan, peternakan, nelayan dan kelautan. Beberapa waktu yang lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, mengunjungi Kawasan Budidaya Sayur Organik Merbabu (SOM) di Kopeng, Semarang Jawa-Tengah. Kawasan itu diprakarsai oleh anak muda dengan modal 10 hektar lahan yang disulap menjadi lahan budidaya sayuran dengan keuntungan bisa mencapai Rp 300 juta per bulan. Pada kesempatan tersebut, Menteri Pertanian menegaskan, bahwa dalam menghadapi dampak Covid-19 semua pihak harus semangat menyediakan pangan secara maju, mandiri dan modern bahkan diusahakan bisa diekspor. Menurutnya, sektor pertanian menjadi satu-satunya solusi karena tidak mengenal krisis sepanjang diolah dengan optimal. Maka pertanian harus akseleratif bertumbuh lebih baik dari apa yang ada. Bahkan diharapkan mampu menciptakan lebih banyak petani-petani milenial yang punya visi dan visioner agar bisa mengatasi krisis regenerasi petani pada sepuluh tahun mendatang, menggantikan para petani yang rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun.

Untuk bisa meyakinkan kepada generasi muda agar mau bertani, perlu pendekatan baru dan harus ditangani secara serius dengan langkah-langkah berikut ini.

Pertama, mengubah paradigma yang semula bertani  identik dengan kemiskinan, menjadi bertani akan mendatangkan kesejahteraan.

Kedua, memberikan perhatian yang seksama kepada para innovator di bidang pertanian dengan suntikan modal, bimbingan, kemudahan prasarana dan dukungan pemasarannya.

Ketiga, mendorong sektor pertanian agar menjadi garda terdepan, lokomotif serta sokoguru perekonomian nasional.

Keempat, kampanye nasional untuk kembali bertani disertai penyuluhan yang sistematis dan terarah sesuai potensi daerah masing-masing di seluruh Indonesia.

Kelima, perlunya diberikan kesadaran nasional, bahwa lebih baik bertani di tanah-air “yang subur kang sarwo tinandur, lan murah kang sarwo tinuku” yang perlu segera digarap secara bersungguh-sungguh daripada hujan batu di negeri orang, banyak yang dilecehkan dan menurunkan martabat sebagai bangsa.

Keenam, penggalakan program keluarga berencana (KB) yang tepat sasaran agar terbangun masyarakat yang sejahtera, sehat dan berkualitas. Dengan arah program KB sebagai budaya hidup berbangsa dan bernegara, bahwa dua anak cukup, berupaya menjauhi kemiskinan dengan keluarga kecil dan mementingkan pendidikan yang setinggi-tingginya.

Ketujuh, memahami dan menanggulangi sedini mungkin secara komprehensif dan terintegrasi antar semua instansi dan lembaga terkait terhadap faktor hama dan bencana alam misalnya banjir dan kekeringan.

Kedelapan, terhadap produk pertanian yang sudah berhasil diekspor, harus dipertahankan dan dikembangkan mutu serta perluasan pasarnya dengan melibatkan peran petani baru sebanyak-banyaknya di seluruh pelosok tanah-air.

Dengan upaya ini, diharapkan sektor pertanian menjadi andalan NKRI di masa depan.*****