Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Tampilkan postingan dengan label pertanian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pertanian. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Januari 2023

Beras Porang

Presiden Jokowi di Pengolahan Porang di Madiun. (Sumber: BPMI Sekretariat Presiden)

Bermula di acara suatu siaran TV. Beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah dikabarkan menghasilkan budi daya tanam tumbuhan yang bernama porang. Apabila melihat jenis tumbuhannya, jadinya teringat di kampung halaman saya di desa Benjeng, Kabupaten Gresik. Jenis tanaman itu tumbuh liar dan dikenal sebagai gaceng yang sering disebarkan isu sebagai makanan ular. Oleh karena itu kalau sedang main sepakbola dan bolanya terpental ke semak-semak yang banyak tanaman gaceng, umumnya takut mengambil karena dikhawatirkan benar ada ular di lingkungan tersebut. Menurut cerita para orangtua, tanaman gaceng atau porang ini pernah menjadi makanan alternatif pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 sampai dengan 1945. Karena bahan makanan banyak diangkut oleh tentara Jepang, maka berbagai upaya dilakukan untuk mencari jenis makanan pengganti. 

Tanaman Porang di Kawasan Hutan Situbondo. (Sumber: Momentum.com)


Nampaknya tentara pendudukan Jepang tertarik dengan umbi porang tersebut dan mungkin kemudian melakukan penelitian. Maka jadilah kita menanam porang besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke berbagai negara. Sementara itu, beberapa waktu yang lalu, ramai diberitakan bahwa bantuan pangan selama masa pademi Covid-19, berasnya diisukan ada yang tercampur dengan beras plastik dan menuduh sebagai beras palsu dari Tiongkok. Boleh jadi mungkin itu beras porang. Karena anak saya yang terpengaruh iklan promosi, mencoba membeli beras porang bermerek “fukumi”. 

Berwujud menyerupai butiran beras, tetapi bening seperti plastik atau kaca dan ternyata nikmat dimakan seperti nasi setelah disedu dengan air panas. Dari berbagai sumber diperoleh informasi, bahwa porang adalah tanaman jenis herbal yang bisa tumbuh hingga setinggi 1,5 meter. Termasuk anggota genus Amorphophallus muelleri, dan dikenal juga dengan nama iles-iles kuning, atau coblok, acung atau acoan. Dengan adanya berbagai nama tersebut menunjukkan bahwa porang bisa tumbuh dengan mudah di mana-mana sehingga orang menyebutnya dengan nama berbeda-beda pula. Ternyata porang sangat bermanfaat karena mengandung karbonhidrat, protein mineral, vitamin, serat pangan dengan kandungan terbesar glukomanan yang bisa mengontrol gula darah serta menurunkan kolesterol. Juga mengandung kristal kalsium oksalat dan alkaloid. Porang juga banyak digunakan sebagai bahan baku tepung, penjernih air, kosmetik, pembuatan lem ramah lingkungan dan jelly serta komponen pesawat terbang. Dewasa ini, porang telah diekspor ke berbagai negara, yaitu Jepang, Vietnam, Tiongkok, Australia, Taiwan dan Korea Selatan. Pada tahun 2018 ekspor porang tercatat mencapai 254 ton dengan nilai ekspor sebesar Rp 11,3 milyar. Dalam rangka hilirisasi produk ekspor, pabrik pengolahan tepung porang sudah dibangun di Pasuruan, Wonogiri, Madiun, Bandung dan Maros. Presiden Jokowi menegaskan, bahwa porang merupakan harta karun yang bisa jadi masa depan Republik Indonesia. Nah, akankah kita mulai bertani menekuni budi daya tanaman porang? Kiranya, Pemerintah Pusat dan Daerah perlu menjembatani dan mendinamisir generasi muda dengan seksama dan bersungguh-sungguh agar pasar internasional tetap kita kuasai dengan produksi yang berlimpah!***** Bekasi, Januari 2023

Kamis, 06 Agustus 2020

SEKTOR PERTANIAN UNTUK MASA DEPAN INDONESIA

Oleh : Muhammad Sadji

 

     Sebuah lagu diciptakan pasti ada tujuannya. Ada motif dan kesan tertentu waktu digubah oleh penciptanya. Ada motif gembira, sedih, patah hati, bersyukur dan penyemangat. Ada banyak latar belakang kenapa sebuah lagu dibuat.

     Ada lagu anak yang diciptakan oleh Ibu Sud yang berjudul “Menanam Jagung” dan  lagu anak berirama keroncong ciptaan Poniman yang berjudul  “Waktu Potong Padi”

Makna kedua lagu merdu dan ceria tersebut adalah mengingatkan kita untuk bertani dan bekerja bergotong-royong saling bantu-membantu dan tolong-menolong antar tetangga sesama petani. Ajakan bertani sudah ditanamkan sejak kanak-kanak melalui kedua lagu tersebut, yang sekarang ini jarang terdengar lagi di sekolah-sekolah. Pelajaran dari Jepang, lain lagi. Seorang teman yang anaknya bertugas di Jepang bercerita, bahwa cucunya yang sekolah TK di sana, pernah diajarkan praktek langsung bertanam dan memanen ubi jalar di kebun sekolah.

     Tujuh tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1952, Presiden Soekarno  meresmikan  kampus Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor yang di kemudian hari menjadi Institut Pertanian Bogor (sekarang IPB University). Dalam pidato peresmian tersebut, beliau antaralain menyatakan, bahwa pertanian adalah soal hidup matinya sebuah bangsa

Perkembangannya, banyak Universitas membentuk Fakultas Pertanian dan ada juga Sekolah Menengah Pertanian di beberapa daerah. Lalu bagaimana hasilnya? Nyatanya, kita masih jauh dari swa sembada pangan. Karena swa sembada yang sebenarnya, seharusnya berhasil secara terus-menerus karena keunggulan rekayasa teknologi dan pembenahan prasarana sektor pertanian. Pembenahan sungai sehingga tetap menjadi sahabat di waktu musim hujan maupun musim kemarau adalah salah satu bentuk upaya memajukan sektor pertanian yang sesungguhnya. Karena belum adanya upaya yang maksimal dan bersungguh-sungguh, maka yang selalu terjadi setiap tahun adalah dialaminya kasus gagal panen karena air yang meluap ketika musim hujan dan kekeringan ketika kemarau panjang serta masih adanya serangan hama.

Banyaknya TKI lari ke luar negeri, adalah salah satu bukti belum berhasilnya sektor pertanian memancing kemajuan alam pikiran mereka. Pertanian masih dipandang identik dengan kemiskinan. Untuk mengubah alam pikiran bahwa pertanian bisa mendatangkan kesejahteraan, adalah dengan penyediaan dan pembenahan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan pertanian sepanjang tahun.

Harta Karun Komoditas Ekspor

Terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai, sebenarnya kita memiliki berbagai jenis komoditas pertanian yang sudah berhasil diekspor. Kemampuan ini harus tetap dipertahankan, dikembangkan mutu produksi dan pemasarannya sehingga semakin luas cakupannya. Sebagaimana diberitakan oleh harian Rakyat Merdeka dalam rubrik harta karun, dapat dikemukakan beberapa fakta berikut ini.

Aceh, mampu mengekspor bambu batangan ke Turki untuk bahan pembuatan perabot rumah-tangga dan dekorasi rumah. Juga serat batang pisang dari Aceh Timur, diekspor ke Filipina dan Australia sebagai bahan campuran material sintetis dalam pembuatan papan komposit dan lapisan rompi anti peluru.

Dari Sumatera Utara, kita sudah berhasil mengekspor cengkeh ke sejumlah negara dari Pelabuhan Belawan. Juga bunga kecombrang untuk penyedap masakan, dan gula kelapa yang diekspor ke Brasil dan Yunani. Bahkan paha kodok Sumut juga laris di pasar Belgia, Singapura dan Tiongkok. Di samping itu ada produk lidi kelapa sawit untuk peralatan kebersihan rumah-tangga dan penyapu gandum yang diekspor ke Pakistan, Malaysia, Nepal dan Thailand.

Riau menyumbang babi ternak asal masyarakat Tanjungpinang yang diekspor ke Singapura dan Taiwan. Juga ikan kerapu Anambas Riau Kepulauan, mampu menembus pasar Tiongkok dan Hong Kong

Bengkulu, yang memiliki dataran tinggi antara Rimbo Penghadang dan Tapus yang berhawa sejuk, menghasilkan jeruk Gerga Lebong yang diekspor ke Malaysia.

Lampung, menghasilkan ikan asin jenis teri yang diekspor ke Malaysia dan Jepang yang merupakan hasil olahan masyarakat Pulau Pasaran Bandar Lampung secara turun-temurun. Bahkan  Lampung juga mampu mengekspor kotoran kelelawar ke Tiongkok dan Amerika Serikat yang merupakan pengganti pupuk kimia seperti urea dan NPK. Selain itu juga mengekspor ampas kulit nanas ke Jepang sebagai bahan campuran pakan ternak dan sebagai bahan untuk obat luka karena ampas kulit nanas ini mengandung zat aktif  yang dapat mempercepat penyembuhan luka. 

Sumatera Selatan, mampu mengolah pohon akasia menjadi bubur kertas yang diekspor ke Tiongkok, Korea Selatan, India, Bangladesh dan Jepang.

Bangka Belitung, ekspor cangkang kelapa sawit ke Jepang dalam jumlah cukup besar untuk diolah sebagai energi alternatf pengganti fosil pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Banten, antaralain menyumbang ekspor dedak gandum asal Cilegon sebagai bahan baku pakan ternak, rutin diekspor ke Tiongkok, Vietnam, Filipina dan Papua Nugini.

Jakarta yang terkenal dengan dodol Betawi-nya, juga mampu mengekspor ke pasar Arab Saudi.

Jawa Barat, ternyata banyak menghasilkan harta karun pertanian yang beragam untuk diekspor. Jambu biji merah dari Kabupaten Bandung diekspor ke Singapura dan Uni Emirat Arab. Manggis Purwakarta masuk pasar ekspor ke negara-negara Asean, Eropa dan Timur Tengah. Telur asin Karawang yang  diekspor ke Hong Kong, Brunei Darusalam dan Singapura. Lalu, sale pisang organik dari Kabupaten Ciamis diekspor ke Malaysia. Bahkan Bogor mengekspor larva kering jenis black soldiers flies (BSF) ke Inggris sebagai campuran pakan hewan.

Jawa Tengah, juga kaya dengan harta karun pertanian untuk ekspor. Sawo asal Blora masuk pasar Amerika Serikat, dan ubijalar asal Tawangmangu yang diolah menjadi kripik diekspor ke Korea Selatan. Sisik ikan dari limbah buangan penjualan ikan atau perusahaan pengolahan ikan di Jateng, diekspor ke Jepang sebagai bahan pembuatan kolagen untuk industri obat dan kosmetik. Rotan Sukoharjo berupa kerajinan, mampu tembus pasar Perancis, Italia dan Eropa Timur. Nanas madu Pemalang, mampu menembus pasar Arab Saudi dalam bentuk jelly nanas, cocktail nanas, kripik dan dodol nanas.

Kayu mahoni Wonosari-Yogyakarta untuk bahan baku mebel, berhasil diekspor ke Canada.

Jawa Timur, dari Banyuwangi saja bisa mengekspor serangga kaki enam dan belalang stik warna hijau terang ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Perancis, Inggris, Spanyol dan beberapa negara Eropa lainnya  untuk bahan pembuatan souvenir. Labu kuning Banyuwangi juga sudah berhasil diekspor ke Belanda. Kunyit kering Ponorogo masuk pasar India untuk bahan suplemen makanan. Sementara itu, tembakau asal Bojonegoro, Jember, Madura, juga dari Deli Sumut diekspor ke Amerika Serikat, Rusia, Belgia dan Jerman antaralain sebagai bahan baku obat flu maupun parfum jenis tertentu. Makanan ringan rempeyek kacang asal Malang mampu masuk pasar Korea Selatan dan Hong Kong.

Bali, selain mengekspor seni ukir Bali ke beberapa negara maju, juga mengekspor produk cokelat Tabanan ke Singapura dan Malaysia.

Itu adalah sekedar contoh, betapa banyak harta karun sektor pertanian yang berhasil kita ekspor. Jenis produk itu umumnya rutin dibutuhkan, maka perlu dijaga kesinambungannya, ditingkatkan mutu dan sebaran pemasarannya, serta perlindungan agar tidak sekedar diperas oleh para tengkulak, pengepul dan para eksportir. Semangat membangun bersama dengan kejujuran, diperlukan untuk memajukan sektor pertanian di Indonesia.*****

 

 

 


Jumat, 24 Juli 2020

MEMAJUKAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

Oleh : Muhammad Sadji

 

Lagu kebangsaan Indonesia Raya ketika diciptakan dan digubah oleh Wage Rudolph Supratman jauh sebelum Indonesia merdeka, sejatinya terdiri atas tiga stanza. Yang kita nyanyikan resmi sekarang ini adalah stanza pertama. Pada stanza kedua, bunyi syairnya sebagai berikut:

Indonesia tanah yang mulia

Tanah kita yang kaya

Di sanalah aku berdiri

Untuk selama-lamanya.

Indonesia tanah pusaka

Pusaka kita semuanya

Marilah kita mendoa

Indonesia bahagia

Suburlah tanahnya,

Suburlah jiwanya

Bangsanya rakyatnya

Semuanya

Sadarlah hatinya, sadarlah budinya

Untuk Indonesia Raya

 

Dari syair di atas sudah terukir pemahaman oleh Pahlawan Nasional  kita, bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur.Seperti kita ketahui, bahwa lagu kebangsaan tersebut berkumandang pertama kali pada saat Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Cita-cita Sumpah Pemuda telah terwujud setelah Soekarno – Hatta menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Yang belum tercapai adalah terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam sila kelima Pancasila yang termaktub dalam alinea terakhir Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Puan Maharani sewaktu menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (2014-2019), bahwa penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 255 juta orang, tetapi menghadapi berbagai masalah yang sangat memprihatinkan dalam berbagai hal. Kesenjangan sosial  masih merupakan masalah utama karena 20% kelas atas menguasai hampir  50% konsumsi perekonomian Indonesia, sedangkan penduduk kelas bawah yang jumlahnya mencapai 40% hanya menguasai 20% konsumsi perekonomian. Pada saat itu 45% penduduk Indonesia ditengarai memiliki kemampuan pengeluaran hanya Rp 500.000,- per bulan. Yang menganggur atau sama sekali tidak bekerja disebutnya berjumlah 7,2 juta jiwa dan lebih kurang 40 juta lainnya masih harus berjuang mendapatkan pekerjaan yang layak. Apalagi laju pertumbuhan penduduk masih sulit dikendalikan, dengan angka kelahiran bayi mencapai 4,5 juta bayi per tahun. Data itu disampaikan sebelum pandemi Covid-19. Setelah terjadinya pandemi yang dialami sejak Maret 2020, Indonesia mengalami kemunduran perekonomian yang cukup memprihatinkan. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa di depan Komisi XI DPR beberapa waktu yang lalu, bahwa selama pandemi Covid-19 (30 Maret 2020 - 6 Juni 2020) telah hilang jam kerja luar biasa dan daya beli turun mencapai Rp 362 trilyun. Angka kemiskinan yang pada tahun 2019 berhasil ditekan menjadi 24,79 juta orang (9,2%) telah meningkat menjadi 28,79 juta orang (10,63%). Jumlah pengangguran yang pada tahun 2019 hanya sebesar 5,28% diperkirakan meningkat menjadi 8,1 - 9,2% karena adanya PHK atau dirumahkan dari sektor perdagangan, industri manufaktur, konstruksi, jasa dan akomodasi serta makanan dan minuman. Serta ribuan TKI yang dipulangkan dari berbagai negara dengan keahlian yang hanya  setingkat buruh kasar. Dijelaskan pula, bahwa prioritas penanganan pada tahun 2021 adalah mempercepat pemulihan ekonomi nasional dengan fokus pada industri manufaktur, pariwisata dan investasi. Kemudian reformasi sosial yang mencakup sistem kesehatan, perlindungan sosial  dan ketahanan bencana.

Memajukan Sektor Pertanian

Secara khusus, pemulihan ekonomi nasional sektor pertanian memang tidak disebut-sebut. Pada hal sektor inilah yang masih menjanjikan untuk dikembangkan secara besar-besaran. Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Presiden Soekarno ketika meresmikan kampus Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor pada tahun 1952, bahwa pertanian adalah soal hidup matinya sebuah bangsa. Fakultas inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Institut Pertanian Bogor (sekarang IPB University).

Berdasarkan fakta sebagaimana diuraikan di atas, maka tidak ada jalan lain kecuali mengembangkan dan memajukan sektor pertanian dengan berbagai cabang-cabangnya yaitu sektor perkebunan, perikanan, peternakan, nelayan dan kelautan. Beberapa waktu yang lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, mengunjungi Kawasan Budidaya Sayur Organik Merbabu (SOM) di Kopeng, Semarang Jawa-Tengah. Kawasan itu diprakarsai oleh anak muda dengan modal 10 hektar lahan yang disulap menjadi lahan budidaya sayuran dengan keuntungan bisa mencapai Rp 300 juta per bulan. Pada kesempatan tersebut, Menteri Pertanian menegaskan, bahwa dalam menghadapi dampak Covid-19 semua pihak harus semangat menyediakan pangan secara maju, mandiri dan modern bahkan diusahakan bisa diekspor. Menurutnya, sektor pertanian menjadi satu-satunya solusi karena tidak mengenal krisis sepanjang diolah dengan optimal. Maka pertanian harus akseleratif bertumbuh lebih baik dari apa yang ada. Bahkan diharapkan mampu menciptakan lebih banyak petani-petani milenial yang punya visi dan visioner agar bisa mengatasi krisis regenerasi petani pada sepuluh tahun mendatang, menggantikan para petani yang rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun.

Untuk bisa meyakinkan kepada generasi muda agar mau bertani, perlu pendekatan baru dan harus ditangani secara serius dengan langkah-langkah berikut ini.

Pertama, mengubah paradigma yang semula bertani  identik dengan kemiskinan, menjadi bertani akan mendatangkan kesejahteraan.

Kedua, memberikan perhatian yang seksama kepada para innovator di bidang pertanian dengan suntikan modal, bimbingan, kemudahan prasarana dan dukungan pemasarannya.

Ketiga, mendorong sektor pertanian agar menjadi garda terdepan, lokomotif serta sokoguru perekonomian nasional.

Keempat, kampanye nasional untuk kembali bertani disertai penyuluhan yang sistematis dan terarah sesuai potensi daerah masing-masing di seluruh Indonesia.

Kelima, perlunya diberikan kesadaran nasional, bahwa lebih baik bertani di tanah-air “yang subur kang sarwo tinandur, lan murah kang sarwo tinuku” yang perlu segera digarap secara bersungguh-sungguh daripada hujan batu di negeri orang, banyak yang dilecehkan dan menurunkan martabat sebagai bangsa.

Keenam, penggalakan program keluarga berencana (KB) yang tepat sasaran agar terbangun masyarakat yang sejahtera, sehat dan berkualitas. Dengan arah program KB sebagai budaya hidup berbangsa dan bernegara, bahwa dua anak cukup, berupaya menjauhi kemiskinan dengan keluarga kecil dan mementingkan pendidikan yang setinggi-tingginya.

Ketujuh, memahami dan menanggulangi sedini mungkin secara komprehensif dan terintegrasi antar semua instansi dan lembaga terkait terhadap faktor hama dan bencana alam misalnya banjir dan kekeringan.

Kedelapan, terhadap produk pertanian yang sudah berhasil diekspor, harus dipertahankan dan dikembangkan mutu serta perluasan pasarnya dengan melibatkan peran petani baru sebanyak-banyaknya di seluruh pelosok tanah-air.

Dengan upaya ini, diharapkan sektor pertanian menjadi andalan NKRI di masa depan.*****