Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Kamis, 06 Agustus 2020

SEKTOR PERTANIAN UNTUK MASA DEPAN INDONESIA

Oleh : Muhammad Sadji

 

     Sebuah lagu diciptakan pasti ada tujuannya. Ada motif dan kesan tertentu waktu digubah oleh penciptanya. Ada motif gembira, sedih, patah hati, bersyukur dan penyemangat. Ada banyak latar belakang kenapa sebuah lagu dibuat.

     Ada lagu anak yang diciptakan oleh Ibu Sud yang berjudul “Menanam Jagung” dan  lagu anak berirama keroncong ciptaan Poniman yang berjudul  “Waktu Potong Padi”

Makna kedua lagu merdu dan ceria tersebut adalah mengingatkan kita untuk bertani dan bekerja bergotong-royong saling bantu-membantu dan tolong-menolong antar tetangga sesama petani. Ajakan bertani sudah ditanamkan sejak kanak-kanak melalui kedua lagu tersebut, yang sekarang ini jarang terdengar lagi di sekolah-sekolah. Pelajaran dari Jepang, lain lagi. Seorang teman yang anaknya bertugas di Jepang bercerita, bahwa cucunya yang sekolah TK di sana, pernah diajarkan praktek langsung bertanam dan memanen ubi jalar di kebun sekolah.

     Tujuh tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1952, Presiden Soekarno  meresmikan  kampus Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor yang di kemudian hari menjadi Institut Pertanian Bogor (sekarang IPB University). Dalam pidato peresmian tersebut, beliau antaralain menyatakan, bahwa pertanian adalah soal hidup matinya sebuah bangsa

Perkembangannya, banyak Universitas membentuk Fakultas Pertanian dan ada juga Sekolah Menengah Pertanian di beberapa daerah. Lalu bagaimana hasilnya? Nyatanya, kita masih jauh dari swa sembada pangan. Karena swa sembada yang sebenarnya, seharusnya berhasil secara terus-menerus karena keunggulan rekayasa teknologi dan pembenahan prasarana sektor pertanian. Pembenahan sungai sehingga tetap menjadi sahabat di waktu musim hujan maupun musim kemarau adalah salah satu bentuk upaya memajukan sektor pertanian yang sesungguhnya. Karena belum adanya upaya yang maksimal dan bersungguh-sungguh, maka yang selalu terjadi setiap tahun adalah dialaminya kasus gagal panen karena air yang meluap ketika musim hujan dan kekeringan ketika kemarau panjang serta masih adanya serangan hama.

Banyaknya TKI lari ke luar negeri, adalah salah satu bukti belum berhasilnya sektor pertanian memancing kemajuan alam pikiran mereka. Pertanian masih dipandang identik dengan kemiskinan. Untuk mengubah alam pikiran bahwa pertanian bisa mendatangkan kesejahteraan, adalah dengan penyediaan dan pembenahan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan pertanian sepanjang tahun.

Harta Karun Komoditas Ekspor

Terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai, sebenarnya kita memiliki berbagai jenis komoditas pertanian yang sudah berhasil diekspor. Kemampuan ini harus tetap dipertahankan, dikembangkan mutu produksi dan pemasarannya sehingga semakin luas cakupannya. Sebagaimana diberitakan oleh harian Rakyat Merdeka dalam rubrik harta karun, dapat dikemukakan beberapa fakta berikut ini.

Aceh, mampu mengekspor bambu batangan ke Turki untuk bahan pembuatan perabot rumah-tangga dan dekorasi rumah. Juga serat batang pisang dari Aceh Timur, diekspor ke Filipina dan Australia sebagai bahan campuran material sintetis dalam pembuatan papan komposit dan lapisan rompi anti peluru.

Dari Sumatera Utara, kita sudah berhasil mengekspor cengkeh ke sejumlah negara dari Pelabuhan Belawan. Juga bunga kecombrang untuk penyedap masakan, dan gula kelapa yang diekspor ke Brasil dan Yunani. Bahkan paha kodok Sumut juga laris di pasar Belgia, Singapura dan Tiongkok. Di samping itu ada produk lidi kelapa sawit untuk peralatan kebersihan rumah-tangga dan penyapu gandum yang diekspor ke Pakistan, Malaysia, Nepal dan Thailand.

Riau menyumbang babi ternak asal masyarakat Tanjungpinang yang diekspor ke Singapura dan Taiwan. Juga ikan kerapu Anambas Riau Kepulauan, mampu menembus pasar Tiongkok dan Hong Kong

Bengkulu, yang memiliki dataran tinggi antara Rimbo Penghadang dan Tapus yang berhawa sejuk, menghasilkan jeruk Gerga Lebong yang diekspor ke Malaysia.

Lampung, menghasilkan ikan asin jenis teri yang diekspor ke Malaysia dan Jepang yang merupakan hasil olahan masyarakat Pulau Pasaran Bandar Lampung secara turun-temurun. Bahkan  Lampung juga mampu mengekspor kotoran kelelawar ke Tiongkok dan Amerika Serikat yang merupakan pengganti pupuk kimia seperti urea dan NPK. Selain itu juga mengekspor ampas kulit nanas ke Jepang sebagai bahan campuran pakan ternak dan sebagai bahan untuk obat luka karena ampas kulit nanas ini mengandung zat aktif  yang dapat mempercepat penyembuhan luka. 

Sumatera Selatan, mampu mengolah pohon akasia menjadi bubur kertas yang diekspor ke Tiongkok, Korea Selatan, India, Bangladesh dan Jepang.

Bangka Belitung, ekspor cangkang kelapa sawit ke Jepang dalam jumlah cukup besar untuk diolah sebagai energi alternatf pengganti fosil pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Banten, antaralain menyumbang ekspor dedak gandum asal Cilegon sebagai bahan baku pakan ternak, rutin diekspor ke Tiongkok, Vietnam, Filipina dan Papua Nugini.

Jakarta yang terkenal dengan dodol Betawi-nya, juga mampu mengekspor ke pasar Arab Saudi.

Jawa Barat, ternyata banyak menghasilkan harta karun pertanian yang beragam untuk diekspor. Jambu biji merah dari Kabupaten Bandung diekspor ke Singapura dan Uni Emirat Arab. Manggis Purwakarta masuk pasar ekspor ke negara-negara Asean, Eropa dan Timur Tengah. Telur asin Karawang yang  diekspor ke Hong Kong, Brunei Darusalam dan Singapura. Lalu, sale pisang organik dari Kabupaten Ciamis diekspor ke Malaysia. Bahkan Bogor mengekspor larva kering jenis black soldiers flies (BSF) ke Inggris sebagai campuran pakan hewan.

Jawa Tengah, juga kaya dengan harta karun pertanian untuk ekspor. Sawo asal Blora masuk pasar Amerika Serikat, dan ubijalar asal Tawangmangu yang diolah menjadi kripik diekspor ke Korea Selatan. Sisik ikan dari limbah buangan penjualan ikan atau perusahaan pengolahan ikan di Jateng, diekspor ke Jepang sebagai bahan pembuatan kolagen untuk industri obat dan kosmetik. Rotan Sukoharjo berupa kerajinan, mampu tembus pasar Perancis, Italia dan Eropa Timur. Nanas madu Pemalang, mampu menembus pasar Arab Saudi dalam bentuk jelly nanas, cocktail nanas, kripik dan dodol nanas.

Kayu mahoni Wonosari-Yogyakarta untuk bahan baku mebel, berhasil diekspor ke Canada.

Jawa Timur, dari Banyuwangi saja bisa mengekspor serangga kaki enam dan belalang stik warna hijau terang ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Perancis, Inggris, Spanyol dan beberapa negara Eropa lainnya  untuk bahan pembuatan souvenir. Labu kuning Banyuwangi juga sudah berhasil diekspor ke Belanda. Kunyit kering Ponorogo masuk pasar India untuk bahan suplemen makanan. Sementara itu, tembakau asal Bojonegoro, Jember, Madura, juga dari Deli Sumut diekspor ke Amerika Serikat, Rusia, Belgia dan Jerman antaralain sebagai bahan baku obat flu maupun parfum jenis tertentu. Makanan ringan rempeyek kacang asal Malang mampu masuk pasar Korea Selatan dan Hong Kong.

Bali, selain mengekspor seni ukir Bali ke beberapa negara maju, juga mengekspor produk cokelat Tabanan ke Singapura dan Malaysia.

Itu adalah sekedar contoh, betapa banyak harta karun sektor pertanian yang berhasil kita ekspor. Jenis produk itu umumnya rutin dibutuhkan, maka perlu dijaga kesinambungannya, ditingkatkan mutu dan sebaran pemasarannya, serta perlindungan agar tidak sekedar diperas oleh para tengkulak, pengepul dan para eksportir. Semangat membangun bersama dengan kejujuran, diperlukan untuk memajukan sektor pertanian di Indonesia.*****

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar