(Opini saya dalam bentuk Cerpen telah dimuat di majalah clapeyronmedia yang diterbitkan oleh Fakultas Teknik Sipil Universitas Gajah Mada, sebagai sumbang saran penanganan sampah di tanah air.)
Di lingkungan Rukun
Warga 03 Jatikramat Bekasi, mungkin hanya pak Adji yang tidak mempunyai bak
sampah di depan rumahnya. Dia sangat risih terhadap tetangganya yang rata-rata
punya bak sampah yang dibuat dari tembok dengan ukuran 1 x 1 x 1 meter kubik.
Tempat sampah yang terbuka pada bagian atas atau terbuka di bagian depannya,
menebarkan bau tidak sedap apalagi di waktu musim hujan, dan pastinya sangat merusak
pemandangan. Belum lagi kalau sampahnya diodol-odol anjing atau kucing dan
diewer-ewer di sepanjang jalan. Pak Adji punya cara yang manusiawi, sopan dan
tetap menjaga kebersihan dengan penuh tanggungjawab. Dia tanamkan cara yang
digariskan kepada keluarganya, bahkan sering dengan amarah. Khusus mengenai bak
sampah, pernah terjadi pertengkaran dalam rumah tangga yang nyaris hebat.
Pernah pak Adji naik pitam, karena sepulang bekerja, mendapati isterinya
menyuruh tukang bangunan membuat bak sampah di depan menyatu dengan pagar di bagian
sebelah kanan. Dia marah kepada isterinya dan menyuruh tukang bangunan untuk segera
membongkarnya. “Kan kamu pernah marah-marah mengomeli tetangga. Gara-gara hujan
deras dan agak lama, lalu banjir dan sampah serta belatung berhamburan sampai
teras rumah. Cara kita sekarang inilah yang sesuai hadis Rasulullah, bahwa
kebersihan itu setengah daripada iman. Ikuti cara yang baik yang diatur
suami!”, kata pak Adji dengan nada sangat marah disaksikan ketiga anaknya dan
tukang bangunan yang mengerjakan pembuatan bak sampah itu.
Cara menanggulangi dan mengelola sampah
yang diterapkan pak Adji adalah menampung sampah di keranjang-keranjang sampah
di setiap ruangan dalam rumah dengan kantong plastik. Kalau sudah penuh
kemudian dikumpulkan di tong plastik yang lebih besar dan ditaruh di teras
rumah atau garasi. Sampah dalam kantong-kantong plastik itu dikeluarkan ketika
truck sampah datang mengambil pada hari tertentu seminggu sekali. Dengan cara
itu maka depan rumah pak Adji akan tampak selalu bersih.
Karena banyaknya
kasus sampah terserak di jalanan oleh ulah anjing, kucing dan tikus, Ketua RW 03
suatu saat membuat edaran. Setiap bak sampah diwajibkan supaya dibuatkan tutup
dan tetap dapat mudah dibuka oleh petugas pengangkut sampah ketika akan
diangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Rumah pak Adji suatu ketika
didatangi Pengurus RW 03, mempertanyakan kok tidak kelihatan ada bak sampah.
“Bagaimana pengelolaan sampahnya, Pak?” tanya Ketua RW 03 dengan disaksikan
pengurus yang lain. Dengan panjang-lebar pak Adji menjelaskan metode
pengelolaan sampah yang diterapkan di rumahnya dengan menunjukkan bukti-bukti
pelaksanaannya. Mereka manthuk-manthuk dan manggut-manggut , agaknya bisa memahami
dengan baik penjelasan pak Adji.
Suatu ketika, Ketua
RW 03 membuat edaran ke seluruh warga. Di tingkat RW 03 akan diadakan Bank
Sampah yang diharapkan didukung warga karena disamping dalam rangka
menanggulangi masalah sampah, juga menjadikan sampah masih mempunyai nilai
ekonomi. Dalam edaran itu disertai daftar jenis sampah yang bisa disetor ke
Bank Sampah berikut nilai harga satuannya. Karena keluarga pak Adji termasuk
yang produktif dalam menciptakan sampah, maka dia memutuskan untuk ikut serta
mensukseskan penyelenggaraan Bank Sampah tersebut. Keluarga pak Adji yang
terdiri atas isteri dan ketiga anaknya, disuruh mulai memilah sampah sesuai kelompoknya.
Tertib sampah di rumah ini bukan main sulitnya ketika mulai diwacanakan.
Berkali-kali pak Adji mengomeli anggota keluarganya. “Siapa yang minum aqua
ini? Dimana seharusnya letak bekas botolnya, segera taruh di kelompoknya!”, begitulah
antaralain hardik pak Adji hampir setiap
hari untuk mendidik keluarganya agar tertib sampah. Edaran mengenai Bank Sampah
itu kebetulan bersamaan dengan pekerjaan renovasi rumah pak Adji. Atap rumahnya
yang banyak dimakan rayap sejak lama, dibongkar total diganti dengan baja
ringan. Bongkaran kayu dan potongan besi banyak berserakan di sana-sini. Sambil
mengawasi para tukang, pak Adji pelan-pelan mencabuti paku dan mengumpulkan
potongan-potongan besi dan dimasukkan ke dalam karung-karung plastik bekas
beras. Dengan membayar jasa abang becak, sampah besi, plastik, kardus, kantong
semen dan kertas, termasuk kertas koran disetor ke Bank Sampah. Sebagai
peserta, pak Adji mendaftarkan nama anaknya yang paling bungsu yang waktu itu
sedang duduk di kelas dua Sekolah Menengah Atas (SMA). Dengan dibantu abang
becak langganannya, sampah yang sudah terpilah sesuai kelompoknya disetor
secara rutin setiap bulan ke Bank Sampah yang lokasi penimbangannya di kawasan
pekarangan Graha RW 03 yang tidak begitu jauh dari rumah pak Adji.
Sampai beberapa
bulan, keluarga pak Adji masih belum paham apa itu yang namanya Bank Sampah.
Isteri dan anak-anak pak Adji masih terheran-heran dengan perintahnya
mengelompokkan sampah dengan tertib dan sering disertai dengan marah-marah. Pak
Adji tetap konsisten kepada langkah yang diambil. Merapikan dan memilah
sampah-sampah di rumah adalah menjadi hobi
dan kesibukan yang lain sebagai hiburan di usia pensiunnya. Yang selalu
ditekankan kepada keluarganya berulang-ulang, adalah :”Kebersihan itu setengah
daripada iman. Kita selalu menghasilkan sampah yang aneka ragam dan banyak
jumlahnya. Sampah ternyata masih mempunyai nilai ekonomi, tetapi kita tidak
mencari penghidupan dari sampah. Ingat,
hanya semata-mata dalam rangka tertib sampah di rumah dan menjaga lingkungan!”.
Suatu hari, anak pak Adji yang bungsu
merengek minta dibelikan tiket nonton sepak bola di Asian Games 2018 yang akan bertanding
di Stadion Wibawamukti Bekasi. Dia ini gadis, tetapi senang menonton sepak
bola. Apalagi, seperti remaja lainnya akhir-akhir ini banyak menggandrungi segala
sesuatu yang berbau Korea Selatan. Musik, makanan, mode rambut dan pakaian,
film dan sinetron, bahkan untuk barang elektronik banyak yang mengagumi produk
Korea Selatan. Pak Adji lalu pasang siasat. Momentum demam Korea Selatan bisa
dimanfaatkan untuk memulai tertib sampah yang bersungguh-sungguh. “Jalankan tertib sampah seperti perintah,
nanti akan Bapak belikan tiket nonton sepak bola kelas satu!”, tegas pak Adji
yang disambut dengan teriakan serentak ketiga anak perempuannya. “Benar ini ya,
Pak ?”, tanya mereka ingin meyakinkan dan memastikan bapaknya tidak akan
berbohong.
Ketika
penimbangan yang sudah kesekian kalinya, pak Adji mengajak serta ketiga
putrinya. Kebetulan Ketua RW 03 ada di tempat penimbangan itu bersama pengurus
yang lain dan sejumlah warga yang juga peserta Bank Sampah. Ketika menyambut
kedatangan pak Adji, Ketua RW 03 berucap :”Nah, beginilah seharusnya. Seluruh
warga mestinya meniru pak Adji dalam menyukseskan program pemerintah untuk
memerangi sampah”. Sambil didengar juga oleh ketiga putri pak Adji, Ketua RW 03
mengungkap bahwa warga yang lain banyak
yang malu-malu. Tetapi Pak Adji mempunyai pendapat lain. Dia mencoba memberikan
saran kepada Pengurus RW 03. “Bukannya malu-malu, Pak. Kelihatannya banyak
orang yang mengalami kesulitan untuk membawa sampahnya kemari. Hanya yang punya
kendaraan, sepertinya yang rajin menyetor sampahnya secara rutin. Bagaimana
kalau seandainya Pengurus RW 03 mengusahakan
mobil kecil pengangkut sampah atau sejenis becak-motor, untuk menjemput sampah
ke seluruh warga. Tentunya, warga sudah diajari cara memilahnya!”, saran pak
Adji dengan penuh semangat.
Setelah
proses penimbangan selesai, pak Adji mengajak ketiga putrinya menemui bagian
administrasi, menanyakan jumlah tabungan yang sudah terkumpul selama ini.
Ketiga anak pak Adji kaget, hampir tidak percaya. Karena ternyata besar
tabungannya cukup banyak dan bisa diambil untuk membeli tiket sepak bola kelas
satu. Mereka pulang dengan sukacita . Lapor kepada ibunya, bahwa sampah yang
akan membayar tiket menonton sepak bola ketika Korea Selatan bertanding di
Stadion Wibawamukti Bekasi. Sambil mengibas-kibaskan uang yang baru saja ditarik
dari Bank Sampah, sejak itu mereka berjanji akan menjalankan tertib sampah di
rumah dengan bersungguh-sungguh.
Mereka pergi bertiga ke Stadion
Wibawamukti untuk menonton pertandingan sepak bola antara Korea Selatan melawan
Uni Emirat Arab. Sengaja berangkat lebih awal, takut kalau macet dan ramai
penonton karena di kawasan Bekasi banyak perusahaan milik pengusaha Korea
Selatan. Tetapi juga karena berharap bisa melihat dari dekat para pemain sepak
bola Korea Selatan. Mereka juga ingin sekali bisa mengambil foto dengan para pemain
sepak bola Korea Selatan.
Pulang
sudah larut malam karena mereka naik grab yang susah memesannya. Pak Adji dan
isterinya walaupun memantau setiap jam melalui gawai, tetapi tetap saja penuh
kekhawatiran dan sabar menunggu sampai larut malam. Sesampai di rumah, mereka
meluapkan kegembiraannya yang bukan alang-kepalang. Menunjukkan foto-foto
karena bisa berhasil merangsek ketika bus yang membawa para pemain Korea
Selatan tiba di stadion. Ketika masing-masing menunjukkan tas ransel bawaannya
yang kelihatan berisi penuh, dikiranya bawa oleh-oleh, ternyata mereka hanya
membawa pulang sampah. Kertas, plastik dan botol bekas minuman yang sudah
menjadi sampah mereka bawa pulang semua. “Lho, kamu memunguti sampah di
stadion, ya?”, tanya ibunya keheranan. “Tidak, Bu, ini sampah pribadi selama
jajan di stadion, kita amankan dan rawat baik-baik, tidak membuang sembarangan seperti orang-orang lain yang kurang beradab.
Kalau boleh sih, wah banyak sekali sampah di stadion. Apalagi para supporter
Korea Selatan sangat tertib sampah. Semua sampah mereka dikumpulkan di plastik-plastik
besar yang agaknya sudah dipersiapkan sebelumnya. Tapi ini sampah sendiri lho
Bu, bukan hasil memungut!”, jelas si bungsu kegirangan karena keinginannya
terkabul. “Berarti, satu pelajaran yang kalian dapat dari menonton sepak bola
ini, bahwa orang Korea Selatan itu, siapa saja, kapan saja, di mana saja dan
dalam suasana apapun, mereka selalu menerapkan tertib sampah dan berbudaya
bersih. Kalian harus mencontoh dan mengikuti adat yang baik itu dan kalau bisa
tularkan juga kepada orang lain. Ajaran kita juga menyebut, bahwa kebersihan
itu setengah daripada iman, dan anjuran menabunglah sedikit demi sedikit.
Menabunglah dari sampah yang kalian hasilkan dengan telaten dan rajin. Dan
patut kalian renungkan, ternyata bangsa yang mampu menjaga kebersihan, bisa
menjadi bangsa yang maju dalam segala hal !”, celetuk pak Adji bagaikan menyampaikan
khutbah di tengah malam. Sebelum pergi mandi dan bebersih diri, mereka
sempatkan merapikan sampah yang mereka bawa sesuai kelompoknya. “Wah, mereka
agaknya sudah semakin sadar tertib sampah dan mendukung keberadaan Bank Sampah,
Bu”, bisik pak Adji kepada isterinya sambil menahan kantuk karena hari sudah
larut malam.
Dan
ternyata, memang seluruh anggota keluarga pak Adji sejak saat itu mulai rajin
melakukan tertib sampah dengan penuh kebersamaan, sukacita, kompak dan
bersungguh-sungguh.*****
Bekasi,
Juli 2021