Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Sabtu, 24 Desember 2016

Natal Bersama 1996 di Kupang

Pada tahun 1996 /1997 , tepatnya Juli 1996 sampai dengan September 1997 saya menjabat sebagai Kepala Cabang sebuah BUMN di Kupang yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Timor Timur.
Menjelang perayaan Natal 1996 datang beberapa orang pemuda – pemudi ke rumah dinas saya. Rupanya mereka berasal dari Panitia Natal Provinsi NTT. Mereka menyampaikan undangan Natal Bersama dengan menyodorkan  kartu undangan yang di bagian pojoknya ada bakal potongan dan terdapat tulisan nilai nominal uang sebesar Rp 1.000.000,-(satu juta rupiah).
Setelah ngobrol sana – sini dan sempat sejenak berpikir , lalu kepada mereka saya bertanya :” Maaf , barangkali diantara anda  ada yang tahu kalau saya keluarga  muslim ? .”
Seseorang di antara mereka menjawab :” Kami tahu Bapak muslim. Karena Bapak adalah pimpinan suatu instansi maka Bapak kami undang. Mohon maaf  bila Bapak tidak berkenan. “
“ Kalau begitu , saya akan sekedar menyumbang saja ,ya ! ,  “ kata saya kemudian.  “ Maaf pak ,  berapa Bapak akan menyumbang ?,” tanya seseorang di antara mereka.
Setelah saya menyebut sejumlah angka tertentu , mereka menyahut bahwa panitia tidak bermaksud meminta – minta sumbangan.
“ Yang kami minta adalah pertisipasi Bapak untuk kesuksesan Perayaan Natal Bersama  yang nilainya sudah kami tetapkan, yaitu sebesar Rp 1.000.000; . Kalau Bapak tidak berkenan , kami mohon diri , pak.”

Saya kemudian sadar dan malu bahwa dalam rangka toleransi kehidupan beragama, maka  saling bantu membantu adalah merupakan budaya yang harus dijunjung tinggi. Maka saya segera menyahut bahwa saya bermaksud membantu tetapi uangnya boleh diambil besok sore.
Saya juga sadar bahwa saya berada di suatu kota dan lingkungan wilayah yang waktu itu saya amati tidak pernah ketemu atau melihat pengemis atau peminta – minta seperti  yang banyak terdapat di Pulau Jawa, misalnya. Suatu budaya yang lain dari pada yang lain dan saya harus hargai dan hormati.

Sebagai Kepala Instansi , saya menghadiri perayaan Natal dan menyambut tahun baru bersama tersebut , bersama Gubernur NTT dan jajaran pemerintah propinsi NTT serta para pimpinan instansi lainnya. Saya mengikuti acara tersebut dengan seksama dari awal acara hingga selesai, yang disuguhi juga dengan berbagai seni budaya lokal yang kaya dan menarik. Kesan saya , alangkah indahnya hidup dalam kebersamaan , saling gotong royong, dan saling menghargai satu sama lain.***  (artikel ini pernah dikirim ke Harian Kompas pada Desember 2011)