Pada tahun 1996 /1997 ,
tepatnya Juli 1996 sampai dengan September 1997 saya menjabat sebagai Kepala
Cabang sebuah BUMN di Kupang yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah NTT
(Nusa Tenggara Timur) dan Timor Timur.
Menjelang perayaan Natal
1996 datang beberapa orang pemuda – pemudi ke rumah dinas saya. Rupanya mereka
berasal dari Panitia Natal Provinsi NTT. Mereka menyampaikan undangan Natal
Bersama dengan menyodorkan kartu
undangan yang di bagian pojoknya ada bakal potongan dan terdapat tulisan nilai
nominal uang sebesar Rp 1.000.000,-(satu juta rupiah).
Setelah ngobrol sana –
sini dan sempat sejenak berpikir , lalu kepada mereka saya bertanya :” Maaf ,
barangkali diantara anda ada yang tahu
kalau saya keluarga muslim ? .”
Seseorang di antara mereka
menjawab :” Kami tahu Bapak muslim. Karena Bapak adalah pimpinan suatu instansi
maka Bapak kami undang. Mohon maaf bila
Bapak tidak berkenan. “
“ Kalau begitu , saya akan
sekedar menyumbang saja ,ya ! , “ kata
saya kemudian. “ Maaf pak , berapa Bapak akan menyumbang ?,” tanya seseorang
di antara mereka.
Setelah saya menyebut
sejumlah angka tertentu , mereka menyahut bahwa panitia tidak bermaksud meminta
– minta sumbangan.
“ Yang kami minta adalah pertisipasi
Bapak untuk kesuksesan Perayaan Natal Bersama
yang nilainya sudah kami tetapkan, yaitu sebesar Rp 1.000.000; . Kalau Bapak
tidak berkenan , kami mohon diri , pak.”
Saya kemudian sadar dan
malu bahwa dalam rangka toleransi kehidupan beragama, maka saling bantu membantu adalah merupakan budaya
yang harus dijunjung tinggi. Maka saya segera menyahut bahwa saya bermaksud
membantu tetapi uangnya boleh diambil besok sore.
Saya juga sadar bahwa saya
berada di suatu kota dan lingkungan wilayah yang waktu itu saya amati tidak
pernah ketemu atau melihat pengemis atau peminta – minta seperti yang banyak terdapat di Pulau Jawa, misalnya.
Suatu budaya yang lain dari pada yang lain dan saya harus hargai dan hormati.
Sebagai Kepala Instansi ,
saya menghadiri perayaan Natal dan menyambut tahun baru bersama tersebut ,
bersama Gubernur NTT dan jajaran pemerintah propinsi NTT serta para pimpinan
instansi lainnya. Saya mengikuti acara tersebut dengan seksama dari awal acara
hingga selesai, yang disuguhi juga dengan berbagai seni budaya lokal yang kaya
dan menarik. Kesan saya , alangkah indahnya hidup dalam kebersamaan , saling
gotong royong, dan saling menghargai satu sama lain.*** (artikel ini pernah dikirim ke Harian Kompas pada Desember 2011)