Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Sabtu, 03 Desember 2022

Menjadi Juru Masak Duet Suami/Istri Bersama Kecap ABC #SuamiIstriMasak

Sebagai pensiunan, saya harus pandai-pandai mencari kesibukan agar tetap bugar fisik serta jiwa dan pikiran. Melanggengkan hobi yang ditekuni sejak usia muda adalah merupakan salah satunya yang harus tetap saya nikmati. Mengamati koleksi filateli dan membalas surat-surat sahabat pena dalam rangka tukar-menukar koleksi adalah kesibukan yang menyenangkan. Kemudian membaca dan menulis adalah merupakan rangkaian hobi untuk merawat ingatan dan menunda kepikunan karena harus selalu menumpahkan pikiran dan memutar kembali segala ingatan yang pernah didengar, dilihat dan dilakukan. Serta berkebun di pekarangan rumah dengan rajin menyiram dan memberikan pupuk pada tanaman hias yang warna-warni dalam upaya selalu menghibur kesegaran penglihatan serta jiwa dan pikiran. Tetapi yang menarik adalah sesekali mengikuti kesibukan di dapur sebagai asisten juru masak atau koki dadakan. Bermula dari kasus Asisten Rumah Tangga (ART) yang kerjanya hanya sepanjang pagi menjelang siang karena merangkap di beberapa rumah, terkena serangan Covid-19 dan harus pulang kampung untuk perawatan jalan. Diliburkan dan sepakat semua pekerjaan rumah-tangga dikerjakan sendiri secara gotong-royong bersama istri dan ketiga anak yang masih tinggal serumah. Saya memilih melibatkan diri dalam masak-memasak, karena menurut hemat saya itulah yang paling mudah dan enteng. Modalnya juga gampang, hanya asal ada Kecap ABC yang sudah lama dikenal di keluarga besar saya. Apalagi setelah menyaksikan youtube yang mengetengahkan kemesraan Titi Kamal-Christian Sugiono dalam kegiatan #Suami/Istri Masak. Bisa saja kita berkesimpulan, karena mesra juga di dapur maka pasangan suami/istri selebritas itu jauh dari berbagai gosip yang biasanya dipicu oleh kesukaan klayapan dan kluyuran. Apalagi dalam rangka merayakan Hari Kesetaraan Perempuan, ternyata kolaborasi suami/istri memasak ini sudah digaungkan sejak tahun 2018 dengan maksud meringankan beban kerja istri yang sudah sangat sibuk dan cukup berat. Inilah sumbangsih rutin saya dalam masak-memasak membantu istri di dapur dan yang paling saya sukai. Anak saya yang paling bungsu dan masih kuliah, sangat senang apabila saya yang membuat nasi goreng sebagai sarapan pagi. Pada hal resepnya gampang saja, ibunya yang meracik bumbu dan saya yang menggoreng dengan memainkan olah gerak tangan disertai cipratan Kecap ABC untuk memerahkan nasi goreng yang katanya selalu nikmat bersama telur ceploknya. Dan yang lebih mudah lagi kalau sedang memasak tahu goreng. Semua takut terkena percikan minyak goreng sewaktu menurunkan tahu mentah ke penggorengan, maka sayalah yang mengemban tugas itu. Semua berteriak memanggil saya untuk bertugas menggoreng, sekaligus saya buat sambal kecap dengan irisan cabe rawit, oh…, alangkah nikmatnya. Merajang cabe rawit dan meramu dengan Kecap ABC adalah merupakan pekerjaan seni memasak sederhana yang menghibur terutama di kala perut sudah merasa lapar. Satu lagi yang sangat disukai di keluarga saya yaitu ketika memasak ikan bandeng, ikan mujair, ikan kembung, ikan cumi atau ikan nila. Ikan itu biasanya dipanggang melalui perkakas pemanas tevlon happycall tanpa dibumbui apa pun, karena kemudian dinikmati dengan sambal Kecap ABC yang dipadu dengan irisan bawang merah, bawang putih, tomat dan cabe rawit yang disiapkan sang istri. Dengan ditemani lalap labu siyem, kacang panjang atau yang lain dan direbus, wah….., bukan main nikmatnya! Tetapi ada yang lebih mudah lagi dan cepat apabila sesekali memasak sate. Beli daging kambing tanpa lemak, lalu dipotong-potong seukuran sate. Daging tersebut bisa diaduk dengan Kecap ABC, atau langsung dipanggang dalam tevlon happycall yang sebelumnya telah diolesi minyak goreng. Bersamaan itu dibuat sambal Kecap ABC yang diramu dengan irisan bawang merah dan cabe rawit serta tomat. Tentu saja , yang mahir mengiris bawang merah dan cabe rawit adalah nyonya rumah. Sedangkan saya yang membakar sate dan hanya mengaduk sambalnya, maka jadilah “sate Madura ala masakan suami/istri di dapur rumah sendiri”. Ada resep untuk menjaga kebugaran tubuh agar hidup sehat sampai usia lanjut, yaitu cukup istirahat, hindari stress dan berolahraga rutin sesuai kemampuan, serta menjaga pola makan dengan nutrisi yang sehat. Lalu ada nasihat yang sangat penting terutama pada masa gawatnya pandemi Covid-19 yang lalu. Bunyi nasihat tersebut :”Kesehatan itu ada di dapur sendiri!”. Itu artinya, kita dianjurkan sebaiknya memasak sendiri di rumah. Dan tidak perlu khawatir, karena Kecap ABC bisa membantu dan menemani kita sebagai suami/istri menjadi juru masak atau koki yang sukses di rumah sendiri!*****

Minggu, 31 Juli 2022

Layang-Layang

      

Lukisan "Benjamin Franklin Drawing Electricity from the Sky" karya Benjamin West

        Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Apabila normal, pergantian musim terjadi dalam setiap setengah tahun. Dan pada setiap pergantian musim yang disebut musim pancaroba, angin bertiup demikian kencang dan selalu dimanfaatkan oleh orang dewasa maupun anak-anak untuk bermain layang-layang. Bulan Juli telah tiba, yang merupakan musim pancaroba, perubahan dari musim penghujan ke musim kemarau. Awal bulan Juli adalah merupakan libur panjang bagi anak sekolah dan segera memasuki tahun ajaran baru.

       Aji naik ke kelas enam. Bapaknya mewanti-wanti :”Aji, kamu sekarang sudah kelas enam. Sebentar lagi kamu akan masuk SMP. Kurangi bermain-main dan giatlah belajar agar nilai ujianmu bagus supaya nanti bisa mendapat SMP yang baik!”. Aji menyimak dan memperhatikan dengan baik nasihat Bapaknya. Sepulang sekolah, setelah sholat, makan siang dan istirahat, dia sempatkan waktu untuk membaca dan mengulang pelajaran yang didapat sepanjang hari tadi. Bapak si Aji sangat gembira dan bahagia melihat anaknya semakin rajin belajar dan mengurangi waktu bermain. Apalagi main HP dan menonton TV sudah sangat dia kurangi. Sesekali sempat juga main sepakbola di lapangan bersama teman akrabnya, Mono, Amin, Tomo dan Joni sambil bersenda-gurau.

       Pada hari Minggu pertengahan Juli, libur panjang seharian. Cuaca cerah dan panas menyengat. Angin bertiup kencang menerbangkan debu dan dedaunan yang sudah layu serta sampah ke segala arah. Terkadang diseling munculnya angin puting beliung kecil yang bergerak berputar-putar menghempaskan debu dan sampah berterbangan. Orang dewasa dan anak-anak ramai menerbangkan layang-layangnya yang berwarna-warni dan beraneka bentuk. Ada juga yang saling mengadu. Layang-layang dikendalikan menyambar kesana-kemari, menukik dan kemudian benang saling bergesekan. Kalau ada yang putus, bersorak-sorailah mereka dan sering disertai saling mengejek.

       Empat sekawan, Mono, Amin, Tomo dan Joni sedang asyik memainkan layang-layangnya disertai canda-ria. Tiba-tiba mereka saling mempertanyakan kenapa kok Aji tidak muncul main layang-layang seperti biasanya. Aji memang tidak lagi main layang-layang seperti dulu. Bapaknya menasihati, bahwa main layang-layang itu hanya membuang-buang waktu. Kalau ada layang -layang putus, anak-anak pada berlarian mengejar dan tidak tahu lagi bahaya yang mengancam misalnya ada yang terjatuh, atau tertabrak kendaraan bermotor. Lebih baik belajar, kata Bapaknya. Sore hari selepas main layang-layang, empat sekawan teman Aji sepakat mampir ke rumah Aji. “Assalamualaikum…..”, teriak mereka, yang disambut Ibunya Aji :”Waalaikum salaam, cari Aji ya! Tunggu ya, Aji sedang mandi. Ayo masuk!”. Ketika masuk ke ruang tamu, teman Aji kaget. Ternyata Aji punya banyak layang-layang yang dipajang di ruang tamu dan ada yang menumpuk di meja tamu. “Dia punya banyak layang-layang, tetapi kenapa tidak dimainkan, ya?”, tanya salah seorang keheranan sambil bergumam.

       Aji selesai mandi dan segera menemui teman-temannya :”Hai….., asyik ya mainnya!”. Temannya menjawab hampir serempak :”Iya asyik, kenapa kok kamu nggak ikut keluar seperti dulu, Aji?”. Aji kemudian menjelaskan secara panjang lebar kepada teman-temannya :”Begini teman-teman! Kita ini kan sudah naik ke kelas enam dan sebentar lagi mau ujian lalu mencari SMP. Bapak bilang, kurangi bermain dan banyaklah belajar agar mendapat nilai yang baik dan mendapat SMP yang baik. Layang-layang atau benangnya yang nyangkut di kabel listrik, bisa menyebabkan korsleting dan bisa timbul kebakaran, kan daerah kita padat perumahan dan banyak kabel listrik serta yang lain berselawiran. Banyak bangkai layang-layang yang nyangkut di kabel-kabel, atap rumah dan di pepohonan yang tidak sedap dipandang mata, kata Ibuku juga. Dari pada membuang-buang waktu lebih baik dipakai belajar, kata Bapakku!”. Tiba-tiba seorang di antara mereka menangkis :”Kan kita perlu juga refreshing dan bersuka-cita, Aji, jangan belajar terus, bisa pusing lho! Dan lagi, kok layang-layangmu kamu pajang, dan gambarnya bagus-bagus, beli di mana, ya?”. Aji menjawab :”Aku beli warna polos lalu kulukis sebagai refreshingku”. Seorang lagi menanyakan :”Lho, kok ada gambar kakek-kakek bermain layang-layang, kakekmu ya?”. Teman-temannya yang lain ikut menimpali tetapi disertai tertawa kecil kegelian sambil memperhatikan gambar seorang tua berkepala botak tetapi gondrong ke belakang yang dikiranya kakeknya Aji. Tetapi buru-buru Aji menjelaskan :”Oh bukan, itu Benjamin Franklin tokoh negarawan Amerika Serikat yang pernah bermaksud membuktikan listrik statis dari  awan, kilat dan petir dengan menerbangkan layang-layang setinggi mungkin sewaktu langit berawan mendung”.

       Wee…..hebat, Aji banyak membaca dan belajar, pengetahuannya banyak!”, seru si Amin dan bertanya :”Listrik statis itu apa ya, Aji?”. “Oh nanti, kita pasti tahu pada waktunya, belajar saja dulu sekarang dan sekolah terus!”, kelit Aji sambil tersenyum menjawab pertanyaan teman-temannya. Setelah melahap jamuan yang disuguhkan oleh Ibunya Aji, mereka pamit pulang. Di perjalanan, sambil masing-masing menenteng layang-layangnya, mereka saling bergumam :”Kita sebaiknya ikut rajin belajar seperti Aji, ya!”.*****

Bekasi, Juli 2022

Minggu, 03 Juli 2022

KURANG GARAM, KURANG CABE

 

Anak Kecil Sedang Bernyanyi. (Sumber: Pexels oleh Katya Wolf)

      Setiap datang hari Rabu, Darso pasti merasa sedih. Mata pelajaran kesenian selalu membuatnya keringat dingin, inginnya segera pulang kalau saja tidak takut dihukum atau dimarahi Ibunya karena membolos. Setiap pelajaran kesenian, dalam batin dia berdoa, semoga pelajarannya diisi dengan melukis atau menggambar, atau prakarya saja, jangan seni suara atau menyanyi. Kalau pelajaran menyanyi pasti mati kutu, deg-degan sepanjang pelajaran, karena takut mendapat giliran. Kalau kebetulan mendapat giliran, senangnya Darso menyanyikan lagu yang cepat, biar cepat selesai. Yang membuat Darso sedih dan malu, karena setiap menyanyi pasti disoraki teman-temannya dan diteriaki bersahut-sahutan :” Hee…suaranya fals, kurang garam!. Iya…kurang garam!”.

      Alam pikiran murid kelas tiga Sekolah Dasar kebanyakan percaya saja. Pada hal pelajaran seni suara adalah suasana kegembiraan dan penuh senda-gurauan serta gelak-tawa. Tetapi Darso suka baperan, selalu dibawa ke perasaan. Maka setiap jajan waktu istirahat, yang dituju Darso selalu tukang bakso atau mie ayam dan minta garam yang banyak. Tukang bakso sampai dibuat keheranan. Anehnya, setiap menyanyi kok teman-temannya masih saja teriak kurang garam bersaut-sautan sehingga membuat Darso juga heran. “Ah, mungkin lagunya yang harus ganti! “, pikirnya dalam hati. Maka dihapalkannya lagu lain, dengan harapan tidak dibulli lagi oleh teman-temannya.

      Tiap mandi, Darso bernyanyi dengan lagu baru pilihannya. Ibunya keheranan, karena Darso sekarang suka bernyanyi dan dengan suaranya keras-keras. Ketika tampil dengan lagu baru, teman-temannya malah berubah teriakannya dan saling bersautan:” Oe…lagu baru choi! Tapi masih fals, kurang cabe, kurang sambal pedas!, Iya…, kurang nyaring, kurang cabe !”. Darso mikir lagi, bagaimana suara bisa nyaring, ya? Maka tak berpikir panjang, setiap istirahat, Darso selalu lari ke tukang bakso dengan sambal dibanyaki dan terkadang sampai gaber-gaber. Tukang bakso dibuat heran lagi. Beberapa hari yang lalu suka garam, kok sekarang ganti suka sambal. Bahkan suatu kali, tukang bakso sampai marah dan ngomel-ngomel menuduh Darso yang menghabisi sambal.

      Tiba-tiba Darso tidak masuk sekolah, kabarnya sakit perut. Karena sudah tiga hari ijin  sakitnya, Guru Wali Kelas dan teman-temannya kemudian pergi menjenguk ke rumah Darso. Berjalan kaki mereka beriringan menuju ke rumah Darso sepulang sekolah. Dengan pucat dan masih lemah, Darso didampingi Ibundanya tertawa meringis karena geli ketika diminta Ibu Guru bercerita pengalamannya supaya didengar teman-temannya. Darso mengaku dengan jujur semua pengalamannya yang aneh dan lucu, sambil tertawa geli dan berharap mendapat simpati. Sambil menatap temannya yang paling garang meledek sewaktu dia bernyanyi,, Darso meneruskan ceritanya :”Karena setiap menyanyi selalu diolok-olok teman-teman, katanya suara fals kurang garam dan kurang cabe, maka diam-diam sewaktu jajan bakso atau mie ayam, saya selalu suka makan sambal dan mungkin terlalu banyak. Sakit perut ini kata dokter, karena kebanyakan makan sambal yang pedas sehingga mengganggu pencernaan”. Ibunda Darso ikut menimpali sambil tersenyum geli :”Dipikirnya, dengan banyak makan sambal dikiranya bisa bernyanyi seperti artis penyanyi, tak tahunya ternyata perutnya yang jadi terkikis”. Mendengar cerita Darso, semua yang menjenguk tertawa terkekeh-kekeh.

       Cukup lama mereka menjenguk Darso, saling mengobrol dan bercanda-ria. Ibu Guru tiba-tiba menghentikan acara kangen-kangenan Darso dengan teman-temannya dan berujar :”Anak-anak, Darso perlu istirahat yang banyak. Mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kalian masing-masing agar Tuhan Yang Mahakuasa segera memberikan kesembuhan kepada Darso sehingga bisa segera masuk sekolah kembali. Nanti kalian jangan lagi saling meledek atau membulli dan harus saling akur dengan sesama teman. Bagi yang beragama Islam mari kita bacakan Surat Al-Fatihah. Hayo, mari kita berdoa!”. Setelah dinasihati Ibu Guru Wali Kelas, semenjak itu tidak ada lagi buli-membuli di kelas terutama sewaktu pelajaran menyanyi atau seni suara.*****(dikembangkan dari cerpen karya Penulis dalam Bahasa Jawa yang berjudul “Kurang Uyah lan Kurang Lombok” dan dimuat dalam buku : Asmarandana, penerbit Graf Literasi, cetakan pertama  Agustus 2020 hal. 97-98).

Senin, 13 Juni 2022

Hobi Surat Menyurat

 

Suatu hari, Uci bongkar-bongkar koleksi hobi Bapaknya. Selama pandemi Covid-19 ini, dia banyak berdiam diri saja di rumah. Setelah belajar via medsos mengenai pelajaran di sekolah, biasanya kemudian nonton TV, lalu banyak main gawai sambil bermalas-malasan.

“Wei, ini apa Pak kok banyak sekali?”, teriak si Uci ketika menemukan tumpukan post card atau kartu pos yang diperoleh Bapaknya sewaktu masih sekolah dulu. “Oh, itu kartu pos koleksi Bapak waktu masih sekolah di SMP dan STM. Bapak dulu suka berkirim surat!”, jelas Bapaknya. “Kamu suka?”, tanyanya kemudian. “Iya Pak, untuk Uci ya? Gambarnya bagus-bagus, Uci senang dan suka sekali untuk menyimpannya!”, jawabnya.

“Nah, kalau begitu, kamu harus mulai cari sendiri. Punya Bapak boleh kamu simpan, jangan sampai rusak apalagi hilang, karena itu kenang-kenangan Bapak!”, pesan Bapak si Uci. “Cari atau beli di mana, Pak?”, tanyanya. “Caranya, kamu harus menulis surat untuk meminta post card, buku atau majalah. Kebetulan, radio luar negeri siaran Bahasa Indonesia mungkin alamatnya masih tetap sama!”, jelas Bapaknya.

“Bagaimana caranya menulis surat, Pak, saya belum tahu, belum pernah diajarkan di sekolah”, jelasnya menghiba. “Coba, kamu kan sudah kelas lima, buat surat minta dikirim post card mengenai Australia ke Radio Australia. Nanti juga ke Radio Asing lainnya!”, kata Bapaknya memberi semangat. Uci lalu mencari buku tulis sisa kelas empat yang belum habis terpakai. Dicobanya membuat surat lalu disodorkan kepada Bapaknya. “Ya, bagus! Tetapi harusnya singkat saja, kenalkan kamu kelas berapa, ingin mendapatkan post card dan apa saja, lalu berikan alamatmu sekolah atau rumah dan ucapan terimakasih! Coba ulang lagi membuat suratnya!”, kata Bapaknya sambil memuji.

Setelah dianggap cukup baik dan dicoba ditulis rapi di kartu pos, diajaklah si Uci ke Kantor Pos. Mereka membeli sejumlah kartu pos dan prangko, sehingga tahulah Uci seluk beluk Kantor Pos. Diajarilah Uci menulis surat di kartu pos dengan tulis tangan dan menempelkan prangkonya sesuai tarip yang berlaku. Tahap awal dikirim ke Radio Australia, Suara Amerika, BBC Inggris, Radio Beijing dan Radio Nederland. Sambil menunggu dan berdoa, diterimalah balasan dari semuanya secara beruntun beberapa lama kemudian. Ada yang memberikan post card, majalah, dan jadwal acara siaran radio. Bukan main senangnya si Uci karena mendapat mainan baru, hobi menulis surat. Semua kiriman dari siaran radio luar negeri tersebut, setelah serius belajar, dibolak-balik untuk dibaca dan dinikmati keindahan gambar-gambarnya. “Sekarang kamu boleh mencoba menulis surat kepada siapa saja! Cobalah buat surat kepada sanak-saudara kita di kampung. Berceritalah mengenai apa saja, kabar tentang kesehatan, perkembangan sekolahmu dan lain-lain. Dengan belajar menulis surat, kelak kamu bisa jadi penulis. Juga bisa jadi pegawai yang baik dan kelak akan mudah ketika membuat skripsi sewaktu menjadi mahasiswa. Oleh karena itu mulailah mencari sahabat pena untuk saling menulis surat”, nasihat Bapaknya, dan Uci menyimak sambil memeluk kiriman pos yang baru diterimanya. Hobi surat-menyurat menjadi hiburan si Uci. Bekal atau uang saku yang diterima dari orang-tuanya selalu sebagian disisihkan untuk membeli kartu pos, amplop, kertas surat, serta prangko guna memenuhi hobi barunya yang ditekuni dengan rajin. Uci sangat menyimak kata-kata Bapaknya yang mengutip nasihat orang Barat :”Tekunilah hobi agar menjadi sahabat yang karib bagimu!”.*****

Jumat, 06 Mei 2022

BAKMI MINGGU PAGI

 

       Hari menunjukkan jam satu siang. Siswa kelas lima dan kelas enam Sekolah Dasar Negeri Jatikramat bubar sekolah hampir bersamaan. Mereka pulang ada yang dijemput orangtuanya dengan kendaraan bermotor, dan ada juga yang naik becak atau sepeda. Tetapi sebagian besar hanya berjalan kaki sambil berlari-lari karena rumahnya dekat dengan sekolah.

       Tidak seperti biasanya, Anto yang sudah duduk di kelas enam dan biasanya periang, hari itu sepulang sekolah tampak murung. Sampai di rumah, tas dan sepatunya dicampakkan begitu saja lalu mengurung diri di kamar. Samar-samar ibunya mendengar teriakan teman-teman Anto :” Makanya An, jangan suka makan bakmi saja. Habis, makan bakmi  tidak ajak-ajak, sih!”. Nadanya semua mengolok-olok dan mengejek. Herannya, semua kata-katanya mengandung kata bakmi. Ibunya heran, kenapa Anto diolok-olok bakmi dan apa hubungannya dengan Anto yang murung di kamar? Pada hal sehari-hari Anto memang paling suka makan bakmi. Hampir setiap hari Anto minta dibikinkan atau dibelikan bakmi sebagai makanan kesukaannya.

      Ibunya masuk ke kamar Anto dan menyapa : “Anto, ayo ganti pakaian lalu cuci tangan dan kaki!”. Berulang-ulang ibunya membujuk, tetapi Anto diam saja. Ibunya berpikir, mungkin Anto baru saja bertengkar dengan teman-temannya. Atau mungkin ada kaitannya dengan kata bakmi yang diteriakkan oleh teman-temannya tadi? Berulang kali ibunya terus mencoba membujuk dan menghiburnya : “Ayo, Ibu buatkan bakmi kesukaan Anto, ya?”. Tetapi Anto tak bergeming, malah semakin tampak tambah murung.

                                                                           ***

       Esok hari dan hari-hari berikutnya, Ibu Anto merasakan agaknya ada perubahan perilaku antara Anto dengan teman-temannya. Yang bermain ke rumah Anto menjadi berkurang. Ibunya berpikir dan semakin yakin kalau Anto habis bertengkar, sehingga teman-temannya semua menjauh.

Karena cemas dan khawatir terhadap pergaulan dan perkembangan jiwa Anto, Ibunya berusaha menanyakan dan mengorek lebih jauh masalahnya. “Anto, kenapa Aji, Amir dan Andi tidak pernah bersamamu lagi? Kamu bertengkar, ya? Ingat, Tuhan tidak menyukai orang-orang yang suka bermusuhan. Nanti nilai sekolahmu bisa jadi jelek lho, apalagi mau menghadapi ujian akhir nasional “, selidik Ibunya Anto  suatu ketika. Anto membisu saja, bahkan pada hari-hari berikutnya menjadi semakin pendiam dan pemurung. Karena semakin khawatir terhadap perkembangan jiwa dan mental serta ketakutan mempengaruhi semangat belajar Anto, Ibunya suatu sore secara diam-diam mendatangi rumah Aji, temannya yang sangat akrab selama ini.

                                                                         ***

       Ibu Anto sedang bercakap-cakap dengan Ibu Aji di teras rumah ketika Aji pulang dari bermain sepak-bola. “Selamat sore Tante! Apakah tante bersama Anto?”, sapa Aji dengan ceria. “Tidak Aji, Anto ada di rumah. Tadinya Tante ajak, tetapi tidak mau. Coba sini, Tante mau tanya!”, kata Ibu Anto membalas sapa Aji.

       Ketika Ibu Anto menanyakan kerenggangan hubungan Aji dan kawan-kawan dengan Anto, Aji menjelaskan : ”Bahwa bermula dari nilai Anto yang tidak bagus diantara kami, Tante! Dia juga tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah atau PR, sehingga dihukum berdiri di depan kelas. Bapak Guru memberi nasihat kepada kami yang nilainya jelek, agar menjauhi BAKMI. Kata Pak Guru, BAKMI yang dimaksud itu singkatan dari B = bosanan, A = aras-arasen, bahasa Jawa yang maksudnya ogah-ogahan, K = keset yang artinya tidak bergairah, M = malas dan I = isinan artinya pemalu. Karena kawan-kawan tahu Anto suka sekali makan bakmi, maka jadilah olok-olokan itu pada Anto. Tadinya kami semua hanya bercanda dan bukan bermaksud bermusuhan, Tante! Tetapi herannya Anto jadi sungguhan dan tidak mau bertegur-sapa. Jadi saya mewakili kawan-kawan mohon maaf, tolong Tante sampaikan kepada Anto. Malah kata Pak Guru, kita disuruh banyak makan RACUN supaya pandai dan maju!  “Lho, kok disuruh makan racun?”, sela Ibu Anto dan Ibu Aji bersamaan. “RACUN kata Pak Guru, singkatan dari R = rajin, A = akas atau cekatan dalam segala hal, C = cermat dan teliti, kemudian U = ulang-ulang maksudnya mengulang pelajaran yang pernah diperoleh atau diajarkan, dan N = nalar, maksudnya kita disuruh lebih kreatif”, jelas Aji dengan lancar.

                                                                              ***

       Ibu Anto kemudian berusaha mengatur siasat. Suatu Minggu pagi yang cerah, Aji, Andi dan Amir serta beberapa temannya bertandang ke rumah Anto sesuai undangan Ibu Anto. Seperti biasanya, di antara mereka ada yang membawa bola sepak, raket bulu tangkis dan lain-lain untuk bermain pada setiap hari libur. Ibu Anto yang mengundang, sengaja menyiapkan masakan bakmi kesukaan Anto.

       Semula Anto kaget dan berusaha menghindar ketika menyaksikan teman-temannya berdatangan. Tetapi karena kepergok dan Ibunya membujuk agar mau menemui, maka ditemuilah teman-temannya di ruang tamu. Mula-mula agak canggung, malu-malu dan hanya saling bersalaman. Tetapi tidak lama kemudian mereka larut dalam keceriaan anak-anak. Si Tono yang suka melucu ternyata dapat mencairkan suasana yang semula serba canggung dan bengong.

        Ibu Anto yang sedang mempersiapkan makanan menu bakmi merasa sangat bahagia pagi itu. Dengan perasaan bersyukur tiba-tiba Ibu Anto berseru : “Ayo anak-anak kita makan bakmi ramai-ramai! Kalian harus saling bersahabat dengan baik, tidak boleh bermusuhan. Kalian boleh makan bakmi sampai kenyang, tetapi kalian harus rajin belajar, banyak bertanya dan tidak boleh bosanan atau ogah-ogahan belajar agar nilai kalian baik semua. Ingat pesan Tante, ya! Bakmi ternyata bisa memberi semangat karena bermakna : “BAKMI adalah semangat Belajar dengan Asyik, Kelak akan Menambah Ilmu!”. Perintah Ibu Anto kemudian : “ Jangan lupa, sebelum makan  harus berdoa dulu dengan tertib, ya!”.

       Ya, Tante!”, jawab mereka hampir serempak. Mereka kemudian menyantap bakmi dengan lahapnya. Dan sejak saat itu, persahabatan mereka kembali akrab, bahkan semangat belajar mereka semakin bertambah berkat bakmi Minggu pagi.*****Bekasi, awal Mei 2022

 

 

Kamis, 14 April 2022

MUTU INFRASTRUKTUR KITA

 

          

          Kompas com. tanggal 17 Januari 2022 memberitakan bahwa jembatan KW6 di Kelurahan Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang – Jawa Barat, ambles. Pada hal jembatan yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp 10 milyar itu belum satu bulan diresmikan oleh Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana. Berdasar pantauan Tribun Bekasi, jembatan itu ambles pada bagian sisi dekat saluran irigasi sepanjang 200 meter. Material jembatan yang menempel pada sisi saluran irigasi itu longsor, sehingga  konstruksi jembatan mengalami ambles. Jembatan yang didesain dengan lebar 7 meter dan panjang 43,50 meter tersebut, menghubungkan Kecamatan Rawamerta dengan Kecamatan Karawang Barat. Jembatan yang populer disebut Jembatan Kepuh ini resmi beroperasi pada hari Rabu 29 Desember 2021 yang diresmikan dengan penandatanganan dan pengguntingan pita oleh Bupati didampingi Sekda Asep Jamhuri, Kepala Dinas PUPR dan Camat Karawang Barat. Jembatan ini juga diharapkan menjadi jalur alternatif ke obyek wisata sejarah Rawagede, dan juga untuk membangkitkan ekonomi masyarakat di sepanjang jalur.

           Kasus semacam ini sebenarnya banyak sekali terjadi di tanah-air kita. Suatu infrastruktur atau prasarana untuk umum baru dibangun, sudah banyak yang rusak dan jebol tak berumur panjang. Penulis yang pernah bertugas berpindah-pindah kota di hampir seluruh Indonesia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa bangunan peninggalan Hindia-Belanda umumnya berarsitektur yang indah, kokoh dan kuat sepanjang masa. Tetapi sekarang malah banyak yang tidak artistik dan mudah rusak serta mencelakakan. Jembatan Poso, Moutong dan Luwu di Sulawesi yang terbuat dari kayu, sampai tahun 2000-an masih kelihatan kokoh dan cantik dipandang, sementara bangunan baru di sebelahnya tampak memalukan dari segala aspek. Begitu juga selama bertugas di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, peninggalan Hindia-Belanda masih tampak megah, tetapi pembangunan penggantinya kelihatan tidak berseni sama sekali. Sewaktu di Timor-Timur tahun 1996/1997 juga demikian. Peninggalan Portugis semuanya indah dan megah serta artistik, sementara bangunan selama kita kuasai, sangat memalukan penampilannya. Gedung sekolah, pasar, perkantoran semuanya nampak lucu apabila dibandingkan dengan peninggalan Portugis. Sehingga kesimpulannya, bangsa Indonesia sebenarnya mengalami degradasi mutu apabila dinilai dari sektor pembangunan  infrastruktur. Contoh lain banyak yang bisa dikemukakan untuk mawas diri sebagai bangsa. Kota Gresik misalnya, Sekolah Dasar Negeri Bedilan yang indah dan menarik peninggalan Belanda, dirombak seenaknya sehingga kelihatan sumpek, tidak nyaman sebagai Lembaga Pendidikan yang seharusnya nyaman dari segi tata cahaya, tata suara dan tata udaranya. Dulu, sampai dengan tahun 1965, keberadaan tiang listrik maupun gardu listrik serta tiang telpon berdiri gagah, tegak lurus dan nampak simetris. Setelah jaman pembangunan, malah nampak  peang-peang dan semrawut di mana-mana, termasuk di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Bahkan di Jabodetabek sendiri, apabila diperhatikan di sepanjang jalan raya, berdiri tiang-tiang berjejer umumnya lebih dari lima batang, ketinggian tidak sama, berdiri tidak tegak lurus, umumnya berkarat dan kabelnya pating slawir tidak beraturan. Degradasi mutu ini dirasakan jelas sekali setelah Orde Baru berkuasa sejak tahun 1966. Marak euforia pembangunan tetapi tidak disertai dengan mutu profesionalisme dan kontrol yang memadai dan maraknya perilaku koruptif yang merajalela. Kondisi degradasi mutu ini sebenarnya tidak perlu terjadi, karena pendidikan tinggi di bidang teknik cukup banyak dan ada di mana-mana.

          Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah memberikan contoh dan teladan yang patut ditiru oleh aparat pemerintahan, bahkan dari tingkat RT sampai Kementerian. Manajemen blusukan ala Jokowi yang rajin memeriksa proyek Pemerintah pada setiap enam bulan adalah merupakan perilaku pemimpin yang bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Syukur apabila disertai perilaku profesional yang memadai, paling tidak oleh yang mendampingi selama blusukan dan bukan hanya dalam bentuk acara seremonial semata. Kalau bisanya cuma acara menandatangani, gunting pita dan cengengesan saja, ya itulah akibatnya, semuanya rusak melulu hasilnya.

Pemimpin yang DJAKARTA

          Pada tanggal 20 September 2016, penulis membuat artikel di blog dengan judul :”Dicari : Kepala Daerah Yang DJAKARTA”. Penulis berpendapat, agar pembangunan berhasil dengan baik dan tidak cuma tambal-sulam, sebentar rusak dan dibangun lagi, maka diperlukan pemimpin dan aparat yang kualitasnya DJAKARTA. Nama ibukota NKRI dalam ejaan lama tersebut merupakan akronim dari : D = Dedikasi, J = Jujur, A = Apresiatif, K = Kreatif, A = Asih dan Asuh, R= Ramah, T = Tegas, Trengginas, dan Teladan, serta A = Anjangsana.

           Bahwa seorang Kepala Daerah yang layak itu dituntut memiliki dedikasi yang tinggi dan berintegritas karena dia professional. Oleh karena itu, dia harus dan pasti jujur karena integritasnya, dan sebaliknya, dia bisa diduga akan berbuat curang dan KKN kalau tidak punya dedikasi dan integritas yang baik terhadap jabatan yang direbutnya. Untuk mendukung integritasnya, seorang Kepala Daerah dituntut punya watak dan kepribadian yang apresiatif, asih, asuh dan ramah kepada semua warganya. Dia harus kreatif untuk memajukan dan menyejahterakan daerahnya. Tetapi seorang Kepala Daerah juga dituntut tegas dalam keputusan dan tindakannya yang sesuai konstitusi dan perundangan yang berlaku dalam mencapai pemerintahan yang baik dan jujur. Juga trengginas dan memberikan teladan yang baik kepada seluruh warganya. Dan yang sangat penting, Kepala Daerah harus rajin beranjangsana alias blusukan untuk mengamati dan mengawasi perkembangan daerahnya langsung di lapangan. Mutu dan etos kerja aparatur pemerintahan, serta mutu dan perkembangan proyek yang sedang dikerjakan, seharusnya disambangi secara berkala sebagai metode control yang efektif. Dengan metode manajemen blusukan yang sudah dicontohkan oleh Presiden Jokowi dan dilakukan dengan profesionalisme yang mumpuni, diharapkan semua sarana dan prasarana yang dibangun akan bermutu dalam tampilan maupun kekuatannya. Dengan rajin blusukan yang disertai para staf dan pembantunya yang ahli dan professional, akan segera mengetahui kekurangan dan kesulitan yang dialami warganya, misalnya got mampet, sampah berserakan, jalan raya rusak sehingga membahayakan para pengguna jalan dan berbagai masalah lainnya.

Itulah tentunya harapan kita semua! Belanda selama menjajah telah mengajarkan kepada kita selama 3,5 abad. Mestinya mutu bangsa Indonesia jangan sampai mengalami degradasi hanya karena digerogoti oleh watak dan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang sudah pada tingkat darurat!*****

Jumat, 08 April 2022

DONGENG KUNCI DAN KENCUR

 

Dongeng ini sebenarnya banyak diceritakan oleh para orang tua dan diceritakan secara turun-menurun. Saya menceriterakan kembali dongeng ini versi daerah saya, Gresik – Jawa Timur.

 

      Pada jaman dahulu kala, ada seorang ibu janda yang mempunyai seorang anak gadis cilik bernama Kencur. Ibu itu dinikahi seorang duda kaya yang juga mempunyai seorang anak gadis sebaya Kencur yang bernama Kunci. Ibu janda itu sangat menyayangi putrinya, tetapi agak jahat terhadap anak tirinya, Kunci.

      Suatu ketika, sang ibu ini timbul niat jahat, bersama anaknya ingin menguasai harta suaminya. Dia berpikiran, kalau suaminya suatu saat meninggal pasti hartanya akan jatuh ke tangan si Kunci. Maka timbullah niatnya bagaimana cara menyingkirkan si Kunci.

       Kepada Kunci, suatu hari si ibu ini membelikan gelang emas. Tentu saja Kunci sangat senang dan yang dipikirnya, ibu tirinya mungkin sudah berubah menjadi sayang. Si Kencur yang tidak dibelikan, sering bertanya kepada Kunci : “Bagus ya gelangmu, kok aku tidak dibelikan, ya?”.  Kencur dan Kunci seumur, sehingga besarnya hampir bersamaan. Karena iba, Kunci yang baik hati kemudian memakaikan gelang itu kepada Kencur tanpa sepengetahuan ibunya. Bapak mereka sebagai pedagang, sering pergi ke luar daerah dan terkadang cukup lama waktunya, bisa berhari-hari.

      Si ibu ingin membuat sandiwara bahwa Kunci meninggal karena kecebur tempayan besar di dapur. Suatu malam, ibu itu merebus air di tempayan besar.  Kondisi desa yang belum ada penerangan listrik, begitu beranjak malam mereka pergi tidur satu kamar karena Bapaknya sedang pergi ke luar daerah. Ketika air sudah mendidih pada tengah malam, anak-anak sudah pada lelap tidur, maka dilaksanakanlah niat si ibu sesegera mungkin. Dalam suasana gelap dan sangat tergesa-gesa, digerayangi tangan anak-anaknya, yang memakai gelang kemudian dipondong dan diceburkan ke dalam tempayan yang berisi air yang sedang mendidih bergejolak. Kemudian dia langsung pergi tidur lagi di tempat semula.

      Tetapi alangkah terkejutnya si ibu yang berhati jahat itu. Ketika bangun tidur yang dilihat di sampingnya ternyata si Kunci. Karena penasaran, si ibu lalu pergi ke dapur, yang kemudian gemetar sekujur tubuhnya lalu jatuh pingsan begitu melihat Kencur terbujur mati kaku di tempayan. Ketika siuman, dia ketakutan dan merasa sangat menyesal karena kehilangan anak kesayangan satu-satunya. Dia lalu lari ke hutan, menangis sambil teriak-teriak berulang-ulang :” Mau merebus Kunci keliru Kencur”. Sesampai di hutan pun dia terus menangis, berteriak, berkali-kali dan berulang-ulang :” Mau rebus Kunci keliru Kencur”. Di hutan dia tidak makan dan tidak minum yang layak sampai badannya mengecil dan kemudian menjelma menjadi burung yang selalu berbunyi :” Cuit cuit cuur, cuit cuit cuur!”. Bunyi burung itu selintas mirip teriakan “mau merebus kunci keliru kencur” dan sering terdengar sampai sekarang. Kalau terdengar suara burung seperti itu, dipercayai sebagai pertanda, bahwa di kawasan sekitar burung itu berbunyi, ada kabar orang meninggal dunia.*****

Kamis, 07 April 2022

LALER IJO PINDAH KE KOTA

 

 

Komplek Perumahan Jatikramat Indah I Bekasi, tiba-tiba membuat kebijakan baru. Tertib sampah. Ketua Rukun Warga (RW)-nya mengeluarkan edaran. Semua bak sampah yang dibuat warga di luar pagar rumah, harus tertutup rapat. Tujuannya, agar tidak dimasuki tikus atau diodol-odol anjing atau kucing, dan diusahakan tidak bisa kemasukan air hujan yang bisa menimbulkan bau busuk, Juga menaikkan iuran sampah dan keamanan karena pengambilan sampah akan ditingkatkan menjadi dua kali seminggu. Sebelumnya, hanya sekali diambil dalam seminggu, sehingga sampah sering menumpuk dan kondisi komplek menjadi jorok.

Karena kebijakan itu, komplek perumahan kemudian menjadi bersih. Ketua RW dan jajarannya aktif mengontrol di setiap rumah apakah kebijakannya sudah ditaati warga atau masih ada yang membandel dan memandang remeh. Anjing, kucing dan tikus menjadi gelisah karena tidak bisa lagi mengorek-ngorek sampah di kawasan komplek. Tetapi anjing dan kucing masih bisa diberi makan oleh pemilik atau majikannya. Tikus juga masih banyak akalnya. Yang paling menderita adalah lalat. Biasanya mereka leluasa menikmati sisa makanan dan bertelur di sampah-sampah yang jorok dan kemudian berkembang biak. Sekarang mereka kelaparan dan banyak yang mati dengan sendirinya atau pindah ke daerah lain yang masih jorok.

                                                                                 *****

Adalah seekor lalat hijau jantan yang bernama Laler Ijo yang sehari-hari biasa mangkal di tempat sampah yang ada di halaman rumah Uci. Sekarang, bak sampah itu tertutup rapat. Sehingga beberapa hari ini dia sudah mulai kelaparan. Biasanya, setiap pagi, Laler Ijo itu selalu mengamati Uci ketika berangkat sekolah diantar Bapaknya yang sekalian pergi ke kantor. Laler Ijo mengamati kebiasaan itu sambil menikmati makanan di bak sampah yang selalu melimpah. Oleh karena itu dia timbul pikiran:” Alangkah baiknya kalau aku ikut Uci dan turun di sekolahnya atau di kantor Bapaknya Uci. Aku harus cepat-cepat pindah dari komplek ini”. Sepanjang siang dan malam, Laler Ijo memikirkan bagaimana caranya merealisir siasatnya untuk menyelamatkan hidup. Dia tetap bertahan di halaman rumah Uci sambil mencari dan menikmati makanan seadanya.

Kesempatan pun tiba. Ketika pintu mobil yang dipakai mengantar Uci terbuka, Laler Ijo kemudian terbang menyelinap ke dalam mobil. Dia berusaha sesenyap mungkin agar tidak ketahuan. Selama dalam perjalanan, Laler Ijo berpikir bagaimana nanti dia harus keluar dari mobil. Tetapi ketika sampai di sekolah Uci, dia belum mau keluar karena belum memcium bau masakan atau makanan. Pekarangan sekolah yang bersih memang tidak menyebarkan aroma yang mampu mengundang lalat dan sebangsanya. “Wah, di sini rupanya juga tidak ada makananku, ya!”, pikir Laler Ijo dalam hati. Namun, ketika sampai di kantor Bapaknya Uci, Laler Ijo dengan tenaga yang sudah agak loyo berusaha terbang keluar. Bau sampah dan kuliner membangkitkan selera dan tenaganya lalu dia melesat keluar ketika sopir dan Bapaknya Uci membuka pintu mobil. Dengan suka cita Laler Ijo terbang menuju sumber bau. Sambil dia berkhayal:” Wah, makanan di sini pasti sangat lezat dan melimpah, sehingga aku akan  menjadi gemuk kembali!”.

Ketika melihat bak sampah yang didatangi pemulung dan terlihat lalat-lalat berterbangan, langsung Laler Ijo meluncur ingin bergabung. Tetapi betapa kagetnya Laler Ijo, karena begitu mendekat, langsung diserbu lalat lain di lokasi itu. “Hee…, ada pendatang baru, siapa itu? Tampaknya dia kurus banget!”, kata seekor lalat sambil berteriak. “Iya, he! Dari mana kau, bukan penghuni kawasan sini, kan?”, tanya yang lain. Laler Ijo dikejar dan disenggol-senggol serta diserang beramai-ramai. Agaknya, mereka tidak suka pendatang baru yang tidak dikenal, khawatir keamanan dan ketenteramannya terganggu. Karena ketakutan, ia lari dan menyendiri di tempat yang aman sambil merenungi nasibnya,

Tak disangka-sangka, tiba-tiba dalam kesedihan dan kesendiriannya, lalat betina hijau yang bernama Lalerina terbang mendekat ke Laler Ijo. Kagetlah Laler Ijo dan sempat mau menghindar. Tetapi Lalerina mengejar dan berteriak. “Heei.., kamu jangan takut dan jangan lari! Aku mau menemanimu!”, teriak Lalerina. Laler Ijo lalu diam, dan sambil memperhatikan dengan seksama, dia berujar :”Namaku Laler Ijo, aku dari kampung Jatikramat Bekasi. Aku ingin bergabung dengan kalian, boleh kan?  “Ya, ayo, sama aku, nanti kuperkenalkan pada teman-teman!”, kata Lalerina dengan gaya agak centil. Dengan agak khawatir, Laler Ijo bersama Lalerina terbang menuju tempat sampah yang banyak sisa-sisa makanan yang lezat-lezat.  “Hee..teman-teman, kenalkan ini teman baruku, namanya Laler Ijo”, kata Lalerina dengan ceria.  “Lalerina, itu jadi pacar barumu, ya?”, kata teman-temannya yang tadinya memusuhi, kemudian berubah menyambut dengan ramah.

Jadilah Laler Ijo dan Lalerina berkasih mesra dan selalu pergi bersama-sama. “Dari Bekasi ke Jakarta kan jauh, kok kamu bisa terbang sejauh itu?”, tanya Lalerina dengan penuh keheranan. “Oh, kamu cerdas ya!”, komentar Lalerina setelah mendengar penjelasan Laler Ijo bahwa dia bisa ke Jakarta karena ikut mobil bapaknya Uci yang pergi ke kantor. Caraku….,katanya penuh bangga, dengan menyelinap dan menyelusup ke dalam mobilnya sewaktu pintu mobil terbuka pada saat mau berangkat. “Lalu, kenapa kenekadan itu kamu lakukan? Kamu berkelahi? Atau barangkali kamu rebutan pacar, dan kamu kalah lalu lari?”, tanya Lalerina bertubi-tubi seolah menyelidik. “Eh, bukan begitu! Dengarkan kisah perjalananku dengan baik, aku mau cerita!”, sergah si Laler Ijo. Tadinya aku hidup tenteram dan damai bersama teman-teman  di Komplek Perumahan Jatikramat. Makanan berlimpah dan aneka ragam. Maklum, di lingkungan masyarakat yang jorok dan membuang sampah sembarangan, membuat hidup kita nyaman. Tetapi mala petaka kemudian datang. Pimpinan komplek perumahan mencanangkan sadar kebersihan perumahan dan lingkungan. Kerjabakti secara gotong-royong bulanan seluruh warga digalakkan. Tempat sampah dianjurkan tertutup rapat sehingga anjing, kucing bahkan tikus  pun yang biasanya mengudak-udak tempat sampah menjadi gelimpungan. Ditambah lagi dengan penyemprotan obat anti serangga secara rutin, membuat pemusnahan massal terhadap nyamuk, kecoak, semut, lalat teman kita, dan berbagai jenis serangga lainnya. Komplek Jatikramat Indah I jadi indah dan bersih. Karena malu dan merasa terhina, apalagi takut terbasmi, maka aku berusaha lari ke tempat lain. Dapatlah siasat seperti yang sudah kuceritakan tadi. Ngedompleng mobil bapaknya Uci yang pergi ke kantor sambil mengantar sekolah, maka jadinya, ketemulah kita! Tetapi sebenarnya, aku sempat khawatir dan was-was lho. Karena ketika melesat terbang ke dalam mobil, sopirnya Uci sempat mendengar dengung kepakan sayapku. Syukurlah, Pak Sopir itu tidak berusaha mencariku, dan selamatlah aku sehingga bisa menikmati kota Jakarta bersamamu!”, jelas Laler Ijo dengan panjang-lebar sambil menerawang kembali kisah perjalanannya ketika ingin bertahan hidup.

Lalerina yang menyimak dengan seksama di sampingnya kemudian menambahkan berkomentar. “Iya, memang. Saya pernah mendengar turis asing ngomongin negeri tempat tinggal kita ini. Mereka bilang, negeri ini merupakan Bak Sampah terbesar di dunia, karena semua warganya membuang sampah sembarangan dan seenaknya. Apa saja, di mana saja dan kapan saja, mereka buang begitu saja”, cerita si Lalerina. “Memang kenyataan. Betul sekali kata orang asing itu! Mungkin mereka tidak ingin balik lagi ke negeri kita ini, ya? Karena  nyatanya, turis asing jarang berkeliaran di negeri kita ini. Turis sangat kurang, yang banyak malah lalat bangsa kita, ya!”, tambah si Laler Ijo sambil terkekeh-kekeh, karena sadar, kalau lingkungan bersih, justru dia dan sebangsanya malah yang akan punah. “Tetapi kayaknya, Tuhan  menciptakan kita ini untuk ujian bagi manusia, apakah mampu hidup bersih dan menjaga lingkungannya dengan baik. Bersama air ciptaanNya, dan sampah yang berserakan dan berjibun di mana-mana, diturunkanlah banjir yang mestinya sebagai batu ujian juga”, jelas Lalerina dengan gaya berkhotbah. “Dan lucunya, mereka tidak sadar juga, karena nyatanya sampah masih berserakan di segala penjuru dan jorok. Tetapi, kan, karena sampah itulah, Tuhan telah mempertemukan kita, ya Lalerina!”, ujar Laler Ijo sambi memeluk Lalerina dengan mesra seolah tidak ingin berpisah. “Kalau begitu, kita berharap lingkungan menjadi bersih atau tetap jorok, ya? Kalau menjadi bersih, kita semua barangkali akan punah, kan?” tanya Lalerina seperti khawatir dan ketakutan. “Lingkungan bersih maupun tetap jorok, sebenarnya bukan masalah bagi kita berdua! Peluang hidup kita kan terbatas dan singkat!” jelas Laler Ijo. “Tetapi kan kita tidak harus memikirkan diri sendiri? Apakah rela kalau kita kemudian punah dan hanya tinggal nama?” tanya Lalerina agak sedikit emosi dan marah menanggapi celoteh Laler Ijo. “Sebenarnya, kita ini tidak perlu takut punah! Juga tidak perlu takut tinggal nama! Bukankah dinosaurus yang raksasa itu juga punah dan tinggal sebagai legenda, ya? Biarlah kelak seluruh muka bumi yang bersih, membahas dan membicarakan lalat seperti yang dialami dinosaurus”,  ujar Laler Ijo dengan nada bergurau..

 Laler Ijo dan Lalerina selama dua hari ini asyik memadu kasih dan sempat Lalerina bertelur di beberapa tempat. Sambil menikmati keindahan kota, dua sejoli lalat itu sengaja bertengger di tempat sampah yang berseberangan dengan restoran terbuka sambil menikmati musik yang sayup-sayup terdengar. Tetapi petaka memang tak terelakkan, karena tiba-tiba petugas kebersihan melakukan penyemprotan obat anti serangga ke berbagai penjuru sekitar komplek perkantoran dan kuliner. Laler Ijo dan Lalerina berusaha lari menjauh menyelamatkan diri dengan harapan masih bisa menyambung hidupnya. *****

 

PAPILIO

 

      Kupu-kupu adalah jenis serangga yang sangat  indah dan  menarik. Hewan yang mempunyai  enam  kaki ini termasuk Ordo Lepidoptera dan jumlahnya di seluruh muka bumi ini ada sekitar seratus duabelas ribu spesies. Oleh karena itu penampakannya sangat beragam dan bermacam-macam terlihat dari postur besar-kecilnya kupu-kupu dan perbedaan bentuk serta tata warna sayapnya.

Hewan yang cantik ini banyak digubah dalam lagu anak-anak, dan bahkan sering diabadikan  dalam lukisan oleh para pelukis kenamaan di muka bumi ini. Setiap negara juga sering mengabadikan jenis kupu-kupu kebanggaannya ke dalam penerbitan prangko. Dari kolektor filateli yang menekuni tematik kupu-kupu akan terlihat aneka rupa serangga itu yang berbeda-beda bentuk, besar-kecil dan tata warna sayapnya, Papilio blumei, kupu-kupu bersayap dominan warna hitam dan berhias warna biru berdegradasi dengan warna kuning itu sudah terbang ke sana ke mari. Sepanjang hari, seperti biasanya ia menari-nari, pindah dari satu bunga ke bunga yang lain untuk mengisap nektar bunga-bunga yang ia jumpai.

*****

        Di hari Minggu pagi yang cerah, Papilio sudah berkali-kali mengitari pekarangan rumah Uci. Dilihatnya, Uci sudah menenteng kamera untuk siap membidik para kupu-kupu yang menyambangi bunga-bunga di pekarangannya. Uci yang saat ini duduk di kelas tiga SMP, mengikuti ekskul, ekstra kurikuler fotografi di sekolahnya dan kelihatannya ditekuni dengan besungguh-sungguh. Ayahnya Uci memang suka berkebun. Di halaman rumahnya yang tidak seberapa luas, ditanami aneka macam tanaman bunga yang sangat disukai kupu-kupu dan berbagai serangga yang sejenis misalnya lebah dan kumbang pengisap madu. Berbagai tanaman itu disirami setiap pagi dan diberikan pupuk secara berkala sehingga rajin sekali berbunga dan sangat sedap dinikmati di pagi hari yang cerah, Setelah menyiram dengan cermat, ayah Uci duduk di teras sambil menikmati kopi dan baca koran pagi dengan sekali-sekali mengamati bunga-bunga yang bermekaran.

         Papilio berteriak memanggil teman-temannya. “Hai teman-teman, Uci sudah siap memotret kita. Ayo kita ke kebunnya !”, ajaknya dengan penuh semangat. Dan, dalam sekejap, teman-teman Papilio pada berdatangan dari segala penjuru. Mereka saling menari-nari bersama hembusan angin pagi sepoi-sepoi, berlenggak-lenggok mengikuti lagu “ kupu-kupu yang lucu” yang selalu didendangkan Uci, Sambil menenteng kameranya dan menari berlenggak-lenggok seolah mengikuti tari kupu-kupu yang mengepak-ngepakkan sayapnya. Dengan seksama ia memperhatikan kupu-kupu yang berterbangan. Mereka beraneka ragam, ada yang besar dan ada yang  kecil dengan sayapnya yang beraneka bentuk dan beraneka warna yang gemerlapan ditimpa cahaya matahari pagi. Mereka bagaikan sedang berlomba saling memamerkan keindahan bentuk dan aneka warna sayapnya.

“Hai kawan, kenapa sayapmu ada yang robek ?”, tanya Papilio kepada seekor temannya yang baru datang. “ Oh iya, tadi aku tersenggol duri mawar, gara-gara berebut bunga dengan si lebah”, jawab temannya. “ Lain kali hati-hati ya teman, harus sabar, dan tak usah berebut dengan siapa pun. Ingat ya, kita harus bersahabat baik dengan siapa saja, supaya kita aman dan selamat di mana saja !”, nasihat Papilio bersungguh-sungguh kepada semua teman-temannya dengan suara yang lantang.

Uci terus mengamati pergerakan kupu-kupu itu. Dalam hati ia ingin berseru :” Wahai kupu-kupu nan cantik, berhentilah kalian barang sejenak dan akan kuabadikan kalian dalam gambar untuk kenangan “. Seolah kupu-kupu itu mendengar bisikan hati Uci, karena mereka kemudian saling beraksi di bunga-bunga nan indah sampai Uci datang menghampiri untuk membidik dengan kameranya. “ Wow, Papilio, di lokasi yang bagus. Berhentilah sebentar, aku akan mengambil gambarmu”, seru Uci setengah berbisik. Dan…..jepret, dapatlah gambar yang menarik ketika Papilio dan temannya sedang menyedot nektar kembang sepatu berwarna kuning yang mekar berjejeran dalam satu batang. Sementara membelah di tengahnya ada ulat yang sedang memakan daun dengan lahapnya. Uci membidik berkali-kali dalam posisi yang berbeda-beda dengan maksud mendapatkan dokumen foto yang menarik.

*****

        Siangnya Uci kaget, karena ulat yang tadi pagi diabadikan dalam foto kameranya, hilang  bersama dahan kembang sepatu tempat ulat itu menempel. Dari tukang kebun, Uci tahu, ternyata ulat itu dibuang ke luar pekarangan atas suruhan Ibunya. Dia menangis dan protes, kenapa Ibu pelit dan jahat. “ Kupu-kupu itu kan hanya menumpang untuk hidup dan selalu menghiburku di hari libur, kenapa Ibu usir ? Membuang ulat yang sebentar lagi akan berubah menjadi kepompong, lalu menjadi kupu-kupu, berarti Ibu telah mengusir dia. Pada hal ibu juga suka kupu-kupu!”, omel Uci sambil terus menangis karena iba kepada hewan yang tidak berdosa itu. “ Iya….., tapi kan Ibu takut dan geli “, jelas ibunya dengan perasaan menyesal. “ Ya kalau begitu Ibu jangan lihat taman, biar nggak lihat ulat !”, protes Uci lagi sambil membayangkan ulat tak berbulu yang penampilannya mirip Kereta Rel Listrik atau KRL.

*****

        Beberapa minggu kemudian ada kabar baik buat Uci. Lomba foto mengenai lingkungan hidup yang ia ikuti secara diam-diam dengan menyertakan gambar Papilio berdampingan dengan temannya dan ulat di bunga sepatu itu ternyata memenangkan lomba sebagai juara pertama. Berita kemenangannya yang dimuat di sebuah media massa diperlihatkan kepada Ibunya, disertai pesan yang mengancam :” Ibu jangan mengusir ulat-ulat lagi ya, Bu! Kupu-kupu itu adalah sahabatku. Ibu tidak boleh jahat kepada sahabatku, ibu harus menyayangi!”.

        Ibu Uci memperhatikan dan membaca sejenak, tiba-tiba merasa kagum dan memeluk erat-erat putri kesayangannya itu sambil berucap :” Ibu minta maaf ya sayang, selama ini Ibu yang selalu membuang ulat-ulat itu karena jijik, takut dan geli. Mulai saat ini Ibu tidak akan mengganggu ulat-ulat itu lagi”. Mendengar janji itu, Uci sangat berterimakasih kepada Ibunya sambil menciumi pipinya berkali-kali disertai gumaman lirih, terimakasih Papilio, terimakasih semua kupu-kupu yang lucu, kalian telah menginspirasi dan menghadiahi aku. “Foto  mana yang kamu ikutkan lomba, sayang?,” tanya Ibunya dengan riang bercampur bahagia dan bangga. Maka segeralah dibuka map yang berisi foto bertema “ Bunga Sepatu, Ulat dan Kupu-kupu” dalam ukuran besar lalu ditunjukkan kepada Ibunya, Dan betapa terkejutnya sang Ibu melihat gambar ulat ukuran besar yang menyerupai KRL. Sang Ibu menjerit dan girap-girap sambil memekik :” Hi….,ampun, ampun!”. Tetapi sambil menari-nari bagaikan kupu-kupu disertai menertawai Ibunya yang ketakutan, Uci dengan riang melantunkan lagu ciptaan Ibu Sud yang sangat terkenal itu :

“ Kupu-kupu yang lucu

Ke mana engkau terbang “,

dan sereterusnya sampai berulang-ulang, dengan suaranya yang merdu. Bahkan dia tambahkan syair lagunya seolah menyanjung hewan kupu-kupu :

                                                        “ Kupu-kupu yang baik

                                                          Aku terimakasih

                                                           Kau berikan hadiah

                                                           Dari foto-fotomu

                                                                       Sambil bersantai

                                                                      Kuabadikan kamu

                                                                       Janganlah engkau bosan

                                                                       Main di tamanku”.

Uci terus bernyanyi dan menari-nari sambil menghibur Ibunya yang belum kunjung berakhir menahan kegelian.*****

Cerita anak ini dibuat dalam rangka menyambut Hari Cerita Anak Internasional yang mulai diperingati pada tanggal 2 April 1967.



Selasa, 08 Februari 2022

Surat Orang Utan dan kawan-kawan kepada Presiden Jokowi

 Cerpen ini dimuat di majalah Clapeyronmedia, sebagai tulisan ke 4 yg terbit pada bulan Februari 2022  

        Dua sejoli Orang Utan yang biasanya bergelayutan di puncak pohon besar itu berjalan bergandengan di daratan bak penganten baru yang sedang berbulan madu. Sesekali mereka berlompatan ke pohon besar, bergelantungan dan tetap berduaan. Mereka berdua sangat bahagia karena beberapa waktu terakhir ini terhindar dari kebakaran hutan dan penebangan pohon yang biasanya suaranya berdesing memekakkan telinga semua penghuni hutan. Si Jantan memulai pembicaraan. “ Dinda, hidup kita ini terancam, lho! Coba kau pikir! Manusia  di bumi ini semakin banyak, berkembang pesat sekali dan semakin maju serta pintar. Mereka membutuhkan segala macam dan banyak sekali. Mereka butuh lahan untuk persawahan  dan perkebunan kelapa sawit juga kayu-kayu besar hunian kita ini. Lalu mengincar tanah kita, membabat dan membakar hutan tempat tinggal kita ini seenaknya “, kata si Jantan penuh emosi.

“ Eh kanda, kau bilang ini tanah kita?”, tanya si Betina. Si Jantan langsung menyambar penuh keyakinan :” Ya, iyalah! Tuhan menciptakan alam ini seisinya. Sebelum didatangi manusia, pasti nenek moyang kita lah yang lebih dulu menghuni hutan ini secara turun-menurun. Sayangnya, pertumbuhan perkembang-biakan kita ini lamban, sedangkan manusia cepat sekali, maka kita terdesak dan terusir”. “Tetapi, ada orang pintar yang berpendapat, konon manusia itu dulunya merupakan evolusi dari bangsa kita lho, Kanda, sehingga boleh dibilang kita ini bersaudara dengan manusia”, celetuk si Betina meredam si Jantan yang semakin emosional. “Ya, malah ada bukti, bahwa DNA kelompok kita ini hampir mirip dengan DNA manusia, Sehingga pendapat orang pintar tadi mungkin ada benarnya, walau pun disanggah oleh para ilmuwan lain, terutama para ahli agama, karena pendapat itu bertentangan dengan kitab suci agama apa pun! Oh ya, saya punya pertanyaan , Dinda harus jawab”, kata si Jantan mulai mengendorkan emosinya. “Kalau orang yang tinggal di desa, namanya kan orang desa. Kalau orang yang tinggal di kota, namanya apa ya?”, tanya si Jantan, dan langsung dijawab oleh si Betina :”Ya, orang kota lah!”. “Kalau orang yang tinggal di kampung?”, tanya si Jantan kemudian. Juga langsung dijawab oleh si Betina :”Itu orang kampung, namanya”. “Nah, kalau orang yang tinggal di hutan, namanya apa?”, tanya si Jantan sambil mencolek pipi si Betina dengan genit. “Haa, itu kita ya, Kanda. Orang Utan, sebagaimana mereka memberi nama kepada kelompok kita”, jawab si Betina sambil tertawa terkekeh penuh bangga. “Berarti ada pengakuan dari mereka tho?”, tegas si Jantan. “Tetapi, bagaimana dengan ulah manusia yang terus menebangi hutan tempat tinggal kita ini, lalu membakari seenaknya, Kanda?”, tanya si Betina. “Pada hal, dunia sudah mengingatkan, lho! Untuk menjaga iklim dan lingkungan seluruh jagad, negara yang memiliki hutan agar menjaga kelestariannya. Jadi, hutan kita ini mestinya harus dijaga, bukan dibabat dan dibakari seenaknya!”, jelas si Jantan. “Masalahnya, kita ini di negeri yang masih miskin, sehingga kreativitasnya masih sebatas membabat kekayaan hutannya”, kata si Betina dengan nada seperti mencibir. “Ya, memang susah. Negara kaya membutuhkan berbagai macam barang atau produk dari tanah yang kita huni ini, sehingga ya saling membutuhkan, dan tidak terbendung”, jelas si Jantan. “Wah, kita bakal musnah dong, nanti hanya sebagai tontonan di kebun-kebun binatang saja. Kita harus segera bertindak, jangan diam saja, Kanda!”, usul si Betina. “Memang, saya punya ide. Saya akan mengumpulkan para tokoh penghuni hutan ini untuk membahas masa depan kita”, ujar si Jantan dengan optimis, bahwa pertemuan harus segera terlaksana.

          Maka dibuatlah pengumuman yang ditulis pada daun-daun yang lebar, dipampang pada batang pohon-pohon besar mengenai undangan rapat itu. Juga dibuat spanduk dari dedaunan dan dibentangkan di pohon-pohon yang berisi undangan rapat dengan menyebut tempat dan waktu pertemuan. Tentu saja, undangan versi tutur-tinular yang paling cepat sampai kepada semua hewan penghuni hutan. Berbagai jenis kera, burung, ular dan berbagai binatang melata lainnya sampai berbagai jenis serangga menyanggupi untuk hadir dalam pertemuan yang sangat penting tersebut. Pada hari yang ditentukan, perwakilan penghuni hutan sudah berkumpul di kawasan tempat pertemuan. Bahkan sudah ada yang menginap berhari-hari di atas dan di bawah pepohonan yang rindang dan asri.

          Pertemuan pun dimulai. Di dahan pohon besar, si Jantan Orang Utan sambil duduk berwibawa, membuka pertemuan. “Kawan-kawan penghuni hutan yang berbahagia,…..apakah kita saat ini sedang berada di tempat yang tenteram dan damai?”, tanya si Jantan Orang Utan. Yang dijawab dengan serempak bersahutan :”Ya, kita semua nyaman dan damai!”. “Tetapi sebenarnya, kita ini hidup terancam. Coba kita lihat, manusia setiap hari membabat pohon-pohon hunian dan makanan pokok kita. Mereka tak terbendung dan semakin merajalela. Adakah pemikiran dan usul kalian?”, teriak si Jantan Orang Utan. Burung Enggang, yang merupakan spesies aneh karena burung betinanya bersama  anaknya bersarang di dalam rongga pohon langsung menyampaikan kekhawatirannya. Seolah mewakili suara burung Pekakak yang paling banyak diburu orang untuk dikoleksi, juga burung Mina yang brilian serta burung-burung lain yang banyak jumlahnya, berujar :”Ya, Kanda Orang Utan, kami semua khawatir akan punah karena diburu secara serampangan, dan terhempas karena alam hidup kita terampas oleh manusia”. Demikian juga hewan yang lain, semua mendukung pernyataan burung Enggang. “Bagaimana kalau kita lawan mereka?”, usul Buaya dan Ular Cobra hampir serempak bak jagoan yang hebat. “Maksud kalian?”, tanya si Jantan Orang Utan. “Ya, kita lawan serempak dan bersatu, kita serang dan usir mereka begitu datang ke tempat kita ini!”, tandas si Buaya. “Semua yang punya kemampuan bela diri agar ditunjukkan kehebatan kita kepada mereka!”, kata si Ular Cobra bagaikan sesumbar dan menghasut sejawatnya di hutan Kalimantan yang lebat itu.

         Orang Utan yang biasa membuat sarang dari ranting dan cabang kayu di puncak pohon dan sering berteriak lantang kalau marah dan mengamuk, tertawa terbahak-bahak. Lalu ucapnya :”Pernah suatu ketika, sewaktu kalian semua lari, saya justru terus bertahan di puncak pohon besar. Saya melempari mereka dengan dahan dan ranting dengan harapan agar mereka mengurungkan niatnya, Yang terjadi malah pohon itu tetap ditebang dengan peralatan modern yang suaranya menderu-deru memekakkan telinga. Ketika pohon-pohon pada tumbang saya tidak sempat lari. Rupanya saya ikut roboh, terpelanting dan pingsan tertimpa pohon. Setelah siuman, tahu-tahu saya sudah di kota, dalam kerangkeng besi. Untung ada pecinta lingkungan dan hayati yang tahu dan kemudian membantu sehingga saya dikembalikan ke hutan ini, ketemu lagi dengan kalian”. Bekantan, sejenis kera yang memiliki hidung berdaging panjang dan Gibbon yang baru dilepas-liarkan karena sempat dipelihara oleh orang kaya di kota, tampak termenung dari awal. Dia nampaknya ditugasi oleh kelompoknya untuk mengikuti pertemuan. “Kok kalian berdua bengong saja! Ada yang kalian pikirkan atau ada usul?”, tanya si Jantan Orang Utan. “Ya, Kanda!”, kata si Bekantan dengan suara memelas. “Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo atau yang dikenal dengan Jokowi, malah mau memindahkan ibukota RI ke wilayah kita ini”, jelasnya. “Waah, di mana?”, teriak semua yang hadir hampir serempak. “Rencana sih di Kalimantan Timur”, sahut si Gibbon. “Oh, jauh ya dari tempat kita”, celetuk si Jantan Orang Utan. “Tetapi pasti orang-orang akan berdatangan ke wilayah kita ini, membangun segala macam lalu kita akan tergusur dan mungkin punah dari muka bumi”, gerutu para hewan yang lain dengan perasaan kaget dan khawatir yang teramat sangat. “Eh, saya dengar, Presiden Jokowi itu orang hutan juga ya?”, tanya si Burung Hantu asal nyeletuk. “Hee, jangan sembarangan kau ucap, ya! Nanti kamu bisa ditangkap karena termasuk mencemarkan nama baik dan menghina”, kata si Jantan Orang Utan menyadarkan. Tetapi si Burung Hantu buru-buru menjelaskan lebih lanjut :”Bahwa Presiden Jokowi itu seorang Sarjana Ilmu Kehutanan bertitel Insinyur atau Ir. Sehingga bisa kita  bilang orang hutan, orang yang tahu segala seluk-beluk tentang hutan. Gitu lho, maksud saya! Dan lagi, sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta , pak Jokowi itu pernah melarang “Topeng Monyet” lho! Mencari makan kok menyiksa hewan, sungguh tidak berperi-kehewanan, begitu kira-kira pola pikir pak Jokowi”, jelas si Burung Hantu lebih lanjut bak seorang guru menerangkan kepada murid-muridnya. “Baik kawan-kawan, saya punya usul! Menyongsong ibu kota baru NKRI di wilayah kita ini, mari kita kirim surat kepada Presiden Jokowi. Mari kita bikin usul rame-rame!”, ujar si Jantan Orang Utan dengan  yakin seolah pandai menulis surat. “Hayo mari kita rumuskan bersama! Burung Hantu, cari ranting yang runcing untuk menulis! Kera, kau cari daun-daun lebar yang bisa dipakai untuk menulis!”, lanjut si Jantan Orang Utan, sepertinya tidak sabar lagi. “Ya, mari kita mulai!”, ujarnya sambil menerawang ke atas dan jari telunjuk yang kanan ditaruh di jidat bak pemikir yang sedang memeras otaknya. “Kepada Presiden Jokowi di Jakarta. Kami penghuni hutan pulau Kalimantan, mendengar, bahwa ibukota NKRI akan pindah dari Jakarta ke kawasan kami, ya Pak? Kalau ya, kami semua senang tetapi takut jika kami nanti tergusur dan punah, Pak! Lalu apa kata dunia? Oleh karena itu kami punya usul, agar kawasan kami ini tetap terjaga, hutan serta kehidupan kami yang unik ini! Mohon pak Presiden pikirkan agar dibuat jalanan semacam tembok Cina yang meliuk-liuk sepanjang hutan dan sungai, tetapi terlindung atas-bawah agar kawan-kawan saya yang besar maupun yang kecil-kecil tidak bisa masuk mengganggu manusia. Biarlah manusia dari segala penjuru dunia melalui jalanan itu bisa menyaksikan kami dengan kedamaian dan saling membutuhkan penghidupan serta hiburan. Perpindahan penduduk dan pertumbuhannya juga mestinya terkendali dengan baik, dan huniannya tertata dengan baik supaya bisa menarik para wisatawan karena lingkungan yang indah. Juga sungai-sungai sebaiknya ditata dengan bersungguh-sungguh sehingga bukan lagi sebagai tontonan banjir, tetapi sebagai sarana pariwisata alam untuk bercengkerama dengan kami. Sebagai kawasan ibukota, mestinya banyak anggota TNI dan POLRI yang menjaga, dan bersamaan dengan itu mohon ikut menjaga kelestarian hutan, dan mengamankan kami sebagai penghuninya. Terimakasih Bapak Presiden, mohon maaf kami tidak bermaksud menggurui, melainkan hanya sekedar sumbang saran. Hormat kami, atas nama penghuni hutan Kalimantan, tertanda “Orang Utan”.

          Ternyata semua tokoh penghuni hutan yang hadir ikut mencatat surat yang didiktekan oleh si Jantan Orang Utan. “Hee….., apa yang kalian tulis, Buaya dan lain-lain yang juga mengumpulkan naskah? Huruf apa yang kalian tulis?”, tanya si Jantan Orang Utan dengan bangga karena semua mendukung langkahnya. “Ini huruf-huruf  di lingkungan kami, Kanda! Biarlah kita kirim saja, siapa tahu di Pemerintahan ada yang paham tulisan kami ini”, jelas mereka saling mendukung. Dengan penuh suka-cita dan mengucap terimakasih kepada semua yang hadir, si Jantan Orang Utan menutup pertemuan yang sangat bersahabat tersebut. Tetapi sebelum bubar, tiba-tiba si Kera tarik suara dengan lantang :”Kanda, kebetulan saya menemukan bekas amplop-amplop besar dan koran-koran milik petugas atau pejabat pembabat hutan yang ditinggal di hutan. Kita bisa pilih huruf-hurufnya untuk dimanfaatkan berkirim surat agar bisa sampai ke tangan pak Jokowi dengan selamat!”.

          Surat dari dedaunan itu segera dilipat rapi dan kepada Kera yang lincah, bersama Anjing sebagai pengawal, diminta untuk mengirim atau menaruh surat itu ke Kantor Pos. Atau meletakkan di Kantor Pemerintahan, atau markas TNI/ POLRI dan mana saja yang terdekat, dengan harapan bisa disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.*****

Senin, 03 Januari 2022

KALI LAMONG

 Opini dalam bentuk puisi ini telah dimuat di majalah Clapeyronmedia yang diterbitkan oleh Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gajah Mada. Puisi ini saya maksudkan untuk menyoroti desa saya yang selalu kebanjiran pada setiap musim hujan.


Aku lahir dan dibesarkan di desa Bulurejo-Benjeng

Masuk wilayah Kabupaten Gresik, sekarang

Aku tinggal di sana sampai tahun 1962,

        waktu aku baru naik ke kelas enam Sekolah Dasar

Pada rentang masa itu

Aku sering mandi bersama teman-teman di Kali Lamong

Yang kering di waktu musim kemarau dan dipakai tempat main bola,

tetapi air sering meluap ketika musim hujan tiba

 

Sewaktu aku di kelas dua SD tahun 1958, pernah terjadi banjir besar

yang juga menggenangi sekolahku, sehingga diliburkan

Waktu itu ada kabar dari Pak Lurah yang disampaikan berkeliling

Konon ada Ular Sakti yang selesai bertapa di Kali Lamong

Sekarang Ular itu berjalan merayap pindah dari Kali Lamong,

ke Telaga Rayung yang letaknya sekitar limaratus meter dari Sekolah

 

Setelah dua hari, banjir kemudian surut

 jalan raya depan sekolah terbelah, berbentuk seperti selokan

Konon, jalan itu yang telah dilewati oleh si Ular Sakti

yang selama perjalanan tidak mau terlihat manusia

Dan sepertinya benar juga, karena banyak orang melihat, membuktikan

Seperti ada bekas balok yang lewat dari Kali Lamong ke Telaga Rayung

 

Nyatanya, banjir terjadi berkali-kali setiap tahun

Bupatinya yang memimpin juga silih berganti

Tetapi tak satu pun yang mampu menanggulangi banjir

Terakhir dan terparah terjadi pada Desember 2020,

setelah rakyatnya berpesta memilih Bupati dan Wakil Bupati baru

 

Sebentar lagi bulan Desember 2021 akan datang menjelang

Akankah pemimpin baru mampu menangkal dan menanggulangi banjir?

Atau akan setali tiga uang alias sama saja dengan yang dulu-dulu?

Selamat bekerja Bupati dan Wakil Bupati baru!

Rakyat menanti hasil kerja dan karya Anda! *****

 

Bekasi, Desember 2020