Entri yang Diunggulkan
GENERASI PENDOBRAK JILID III
Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April 2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...
Sabtu, 03 Desember 2022
Menjadi Juru Masak Duet Suami/Istri Bersama Kecap ABC #SuamiIstriMasak
Minggu, 31 Juli 2022
Layang-Layang
Lukisan "Benjamin Franklin Drawing Electricity from the Sky" karya Benjamin West |
Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Apabila normal, pergantian musim terjadi dalam setiap setengah tahun. Dan pada setiap pergantian musim yang disebut musim pancaroba, angin bertiup demikian kencang dan selalu dimanfaatkan oleh orang dewasa maupun anak-anak untuk bermain layang-layang. Bulan Juli telah tiba, yang merupakan musim pancaroba, perubahan dari musim penghujan ke musim kemarau. Awal bulan Juli adalah merupakan libur panjang bagi anak sekolah dan segera memasuki tahun ajaran baru.
Aji naik
ke kelas enam. Bapaknya mewanti-wanti :”Aji, kamu sekarang sudah kelas enam.
Sebentar lagi kamu akan masuk SMP. Kurangi bermain-main dan giatlah belajar
agar nilai ujianmu bagus supaya nanti bisa mendapat SMP yang baik!”. Aji
menyimak dan memperhatikan dengan baik nasihat Bapaknya. Sepulang sekolah,
setelah sholat, makan siang dan istirahat, dia sempatkan waktu untuk membaca dan
mengulang pelajaran yang didapat sepanjang hari tadi. Bapak si Aji sangat
gembira dan bahagia melihat anaknya semakin rajin belajar dan mengurangi waktu
bermain. Apalagi main HP dan menonton TV sudah sangat dia kurangi. Sesekali
sempat juga main sepakbola di lapangan bersama teman akrabnya, Mono, Amin, Tomo
dan Joni sambil bersenda-gurau.
Pada hari
Minggu pertengahan Juli, libur panjang seharian. Cuaca cerah dan panas
menyengat. Angin bertiup kencang menerbangkan debu dan dedaunan yang sudah layu
serta sampah ke segala arah. Terkadang diseling munculnya angin puting beliung
kecil yang bergerak berputar-putar menghempaskan debu dan sampah berterbangan.
Orang dewasa dan anak-anak ramai menerbangkan layang-layangnya yang
berwarna-warni dan beraneka bentuk. Ada juga yang saling mengadu. Layang-layang
dikendalikan menyambar kesana-kemari, menukik dan kemudian benang saling
bergesekan. Kalau ada yang putus, bersorak-sorailah mereka dan sering disertai
saling mengejek.
Empat sekawan,
Mono, Amin, Tomo dan Joni sedang asyik memainkan layang-layangnya disertai
canda-ria. Tiba-tiba mereka saling mempertanyakan kenapa kok Aji tidak muncul
main layang-layang seperti biasanya. Aji memang tidak lagi main layang-layang
seperti dulu. Bapaknya menasihati, bahwa main layang-layang itu hanya
membuang-buang waktu. Kalau ada layang -layang putus, anak-anak pada berlarian
mengejar dan tidak tahu lagi bahaya yang mengancam misalnya ada yang terjatuh,
atau tertabrak kendaraan bermotor. Lebih baik belajar, kata Bapaknya. Sore hari
selepas main layang-layang, empat sekawan teman Aji sepakat mampir ke rumah
Aji. “Assalamualaikum…..”, teriak mereka, yang disambut Ibunya Aji :”Waalaikum
salaam, cari Aji ya! Tunggu ya, Aji sedang mandi. Ayo masuk!”. Ketika masuk ke ruang
tamu, teman Aji kaget. Ternyata Aji punya banyak layang-layang yang dipajang di
ruang tamu dan ada yang menumpuk di meja tamu. “Dia punya banyak layang-layang,
tetapi kenapa tidak dimainkan, ya?”, tanya salah seorang keheranan sambil
bergumam.
Aji
selesai mandi dan segera menemui teman-temannya :”Hai….., asyik ya mainnya!”.
Temannya menjawab hampir serempak :”Iya asyik, kenapa kok kamu nggak ikut
keluar seperti dulu, Aji?”. Aji kemudian menjelaskan secara panjang lebar
kepada teman-temannya :”Begini teman-teman! Kita ini kan sudah naik ke kelas
enam dan sebentar lagi mau ujian lalu mencari SMP. Bapak bilang, kurangi
bermain dan banyaklah belajar agar mendapat nilai yang baik dan mendapat SMP
yang baik. Layang-layang atau benangnya yang nyangkut di kabel listrik, bisa
menyebabkan korsleting dan bisa timbul kebakaran, kan daerah kita padat
perumahan dan banyak kabel listrik serta yang lain berselawiran. Banyak bangkai
layang-layang yang nyangkut di kabel-kabel, atap rumah dan di pepohonan yang
tidak sedap dipandang mata, kata Ibuku juga. Dari pada membuang-buang waktu
lebih baik dipakai belajar, kata Bapakku!”. Tiba-tiba seorang di antara mereka
menangkis :”Kan kita perlu juga refreshing dan bersuka-cita, Aji, jangan
belajar terus, bisa pusing lho! Dan lagi, kok layang-layangmu kamu pajang, dan
gambarnya bagus-bagus, beli di mana, ya?”. Aji menjawab :”Aku beli warna polos
lalu kulukis sebagai refreshingku”. Seorang lagi menanyakan :”Lho, kok ada
gambar kakek-kakek bermain layang-layang, kakekmu ya?”. Teman-temannya yang
lain ikut menimpali tetapi disertai tertawa kecil kegelian sambil memperhatikan
gambar seorang tua berkepala botak tetapi gondrong ke belakang yang dikiranya
kakeknya Aji. Tetapi buru-buru Aji menjelaskan :”Oh bukan, itu Benjamin Franklin
tokoh negarawan Amerika Serikat yang pernah bermaksud membuktikan listrik
statis dari awan, kilat dan petir dengan
menerbangkan layang-layang setinggi mungkin sewaktu langit berawan mendung”.
Wee…..hebat,
Aji banyak membaca dan belajar, pengetahuannya banyak!”, seru si Amin dan
bertanya :”Listrik statis itu apa ya, Aji?”. “Oh nanti, kita pasti tahu pada
waktunya, belajar saja dulu sekarang dan sekolah terus!”, kelit Aji sambil
tersenyum menjawab pertanyaan teman-temannya. Setelah melahap jamuan yang
disuguhkan oleh Ibunya Aji, mereka pamit pulang. Di perjalanan, sambil masing-masing
menenteng layang-layangnya, mereka saling bergumam :”Kita sebaiknya ikut rajin belajar
seperti Aji, ya!”.*****
Bekasi,
Juli 2022
Minggu, 03 Juli 2022
KURANG GARAM, KURANG CABE
Anak Kecil Sedang Bernyanyi. (Sumber: Pexels oleh Katya Wolf)
Setiap datang hari Rabu, Darso pasti
merasa sedih. Mata pelajaran kesenian selalu membuatnya keringat dingin,
inginnya segera pulang kalau saja tidak takut dihukum atau dimarahi Ibunya
karena membolos. Setiap pelajaran kesenian, dalam batin dia berdoa, semoga
pelajarannya diisi dengan melukis atau menggambar, atau prakarya saja, jangan
seni suara atau menyanyi. Kalau pelajaran menyanyi pasti mati kutu, deg-degan
sepanjang pelajaran, karena takut mendapat giliran. Kalau kebetulan mendapat
giliran, senangnya Darso menyanyikan lagu yang cepat, biar cepat selesai. Yang
membuat Darso sedih dan malu, karena setiap menyanyi pasti disoraki
teman-temannya dan diteriaki bersahut-sahutan :” Hee…suaranya fals, kurang
garam!. Iya…kurang garam!”.
Alam pikiran murid kelas tiga Sekolah
Dasar kebanyakan percaya saja. Pada hal pelajaran seni suara adalah suasana
kegembiraan dan penuh senda-gurauan serta gelak-tawa. Tetapi Darso suka
baperan, selalu dibawa ke perasaan. Maka setiap jajan waktu istirahat, yang
dituju Darso selalu tukang bakso atau mie ayam dan minta garam yang banyak.
Tukang bakso sampai dibuat keheranan. Anehnya, setiap menyanyi kok
teman-temannya masih saja teriak kurang garam bersaut-sautan sehingga membuat
Darso juga heran. “Ah, mungkin lagunya yang harus ganti! “, pikirnya dalam
hati. Maka dihapalkannya lagu lain, dengan harapan tidak dibulli lagi oleh
teman-temannya.
Tiap mandi, Darso bernyanyi dengan lagu
baru pilihannya. Ibunya keheranan, karena Darso sekarang suka bernyanyi dan
dengan suaranya keras-keras. Ketika tampil dengan lagu baru, teman-temannya
malah berubah teriakannya dan saling bersautan:” Oe…lagu baru choi! Tapi masih
fals, kurang cabe, kurang sambal pedas!, Iya…, kurang nyaring, kurang cabe !”.
Darso mikir lagi, bagaimana suara bisa nyaring, ya? Maka tak berpikir panjang,
setiap istirahat, Darso selalu lari ke tukang bakso dengan sambal dibanyaki dan
terkadang sampai gaber-gaber. Tukang bakso dibuat heran lagi. Beberapa hari
yang lalu suka garam, kok sekarang ganti suka sambal. Bahkan suatu kali, tukang
bakso sampai marah dan ngomel-ngomel menuduh Darso yang menghabisi sambal.
Tiba-tiba Darso tidak masuk sekolah,
kabarnya sakit perut. Karena sudah tiga hari ijin sakitnya, Guru Wali Kelas dan teman-temannya kemudian
pergi menjenguk ke rumah Darso. Berjalan kaki mereka beriringan menuju ke rumah
Darso sepulang sekolah. Dengan pucat dan masih lemah, Darso didampingi Ibundanya
tertawa meringis karena geli ketika diminta Ibu Guru bercerita pengalamannya
supaya didengar teman-temannya. Darso mengaku dengan jujur semua pengalamannya
yang aneh dan lucu, sambil tertawa geli dan berharap mendapat simpati. Sambil menatap
temannya yang paling garang meledek sewaktu dia bernyanyi,, Darso meneruskan
ceritanya :”Karena setiap menyanyi selalu diolok-olok teman-teman, katanya suara
fals kurang garam dan kurang cabe, maka diam-diam sewaktu jajan bakso atau mie
ayam, saya selalu suka makan sambal dan mungkin terlalu banyak. Sakit perut ini
kata dokter, karena kebanyakan makan sambal yang pedas sehingga mengganggu
pencernaan”. Ibunda Darso ikut menimpali sambil tersenyum geli :”Dipikirnya,
dengan banyak makan sambal dikiranya bisa bernyanyi seperti artis penyanyi, tak
tahunya ternyata perutnya yang jadi terkikis”. Mendengar cerita Darso, semua
yang menjenguk tertawa terkekeh-kekeh.
Cukup
lama mereka menjenguk Darso, saling mengobrol dan bercanda-ria. Ibu Guru tiba-tiba
menghentikan acara kangen-kangenan Darso dengan teman-temannya dan berujar :”Anak-anak,
Darso perlu istirahat yang banyak. Mari kita berdoa menurut agama dan
kepercayaan kalian masing-masing agar Tuhan Yang Mahakuasa segera memberikan kesembuhan
kepada Darso sehingga bisa segera masuk sekolah kembali. Nanti kalian jangan
lagi saling meledek atau membulli dan harus saling akur dengan sesama teman.
Bagi yang beragama Islam mari kita bacakan Surat Al-Fatihah. Hayo, mari kita berdoa!”.
Setelah dinasihati Ibu Guru Wali Kelas, semenjak itu tidak ada lagi
buli-membuli di kelas terutama sewaktu pelajaran menyanyi atau seni suara.*****(dikembangkan dari
cerpen karya Penulis dalam Bahasa Jawa yang berjudul “Kurang Uyah lan Kurang
Lombok” dan dimuat dalam buku : Asmarandana, penerbit Graf Literasi, cetakan
pertama Agustus 2020 hal. 97-98).
Senin, 13 Juni 2022
Hobi Surat Menyurat
Suatu hari, Uci bongkar-bongkar koleksi hobi Bapaknya. Selama pandemi
Covid-19 ini, dia banyak berdiam diri saja di rumah. Setelah belajar via medsos
mengenai pelajaran di sekolah, biasanya kemudian nonton TV, lalu banyak main
gawai sambil bermalas-malasan.
“Wei, ini apa Pak kok banyak sekali?”, teriak si Uci ketika menemukan
tumpukan post card atau kartu pos yang diperoleh Bapaknya sewaktu masih sekolah
dulu. “Oh, itu kartu pos koleksi Bapak waktu masih sekolah di SMP dan STM.
Bapak dulu suka berkirim surat!”, jelas Bapaknya. “Kamu suka?”, tanyanya
kemudian. “Iya Pak, untuk Uci ya? Gambarnya bagus-bagus, Uci senang dan suka
sekali untuk menyimpannya!”, jawabnya.
“Nah, kalau begitu, kamu harus mulai cari sendiri. Punya Bapak boleh
kamu simpan, jangan sampai rusak apalagi hilang, karena itu kenang-kenangan
Bapak!”, pesan Bapak si Uci. “Cari atau beli di mana, Pak?”, tanyanya.
“Caranya, kamu harus menulis surat untuk meminta post card, buku atau majalah.
Kebetulan, radio luar negeri siaran Bahasa Indonesia mungkin alamatnya masih
tetap sama!”, jelas Bapaknya.
“Bagaimana caranya menulis surat, Pak, saya belum tahu, belum pernah
diajarkan di sekolah”, jelasnya menghiba. “Coba, kamu kan sudah kelas lima, buat
surat minta dikirim post card mengenai Australia ke Radio Australia. Nanti juga
ke Radio Asing lainnya!”, kata Bapaknya memberi semangat. Uci lalu mencari buku
tulis sisa kelas empat yang belum habis terpakai. Dicobanya membuat surat lalu
disodorkan kepada Bapaknya. “Ya, bagus! Tetapi harusnya singkat saja, kenalkan
kamu kelas berapa, ingin mendapatkan post card dan apa saja, lalu berikan
alamatmu sekolah atau rumah dan ucapan terimakasih! Coba ulang lagi membuat
suratnya!”, kata Bapaknya sambil memuji.
Setelah dianggap cukup baik dan dicoba ditulis rapi di kartu pos,
diajaklah si Uci ke Kantor Pos. Mereka membeli sejumlah kartu pos dan prangko,
sehingga tahulah Uci seluk beluk Kantor Pos. Diajarilah Uci menulis surat di
kartu pos dengan tulis tangan dan menempelkan prangkonya sesuai tarip yang
berlaku. Tahap awal dikirim ke Radio Australia, Suara Amerika, BBC Inggris,
Radio Beijing dan Radio Nederland. Sambil menunggu dan berdoa, diterimalah
balasan dari semuanya secara beruntun beberapa lama kemudian. Ada yang
memberikan post card, majalah, dan jadwal acara siaran radio. Bukan main
senangnya si Uci karena mendapat mainan baru, hobi menulis surat. Semua kiriman
dari siaran radio luar negeri tersebut, setelah serius belajar, dibolak-balik
untuk dibaca dan dinikmati keindahan gambar-gambarnya. “Sekarang kamu boleh
mencoba menulis surat kepada siapa saja! Cobalah buat surat kepada
sanak-saudara kita di kampung. Berceritalah mengenai apa saja, kabar tentang kesehatan,
perkembangan sekolahmu dan lain-lain. Dengan belajar menulis surat, kelak kamu
bisa jadi penulis. Juga bisa jadi pegawai yang baik dan kelak akan mudah ketika
membuat skripsi sewaktu menjadi mahasiswa. Oleh karena itu mulailah mencari
sahabat pena untuk saling menulis surat”, nasihat Bapaknya, dan Uci menyimak sambil
memeluk kiriman pos yang baru diterimanya. Hobi surat-menyurat menjadi hiburan
si Uci. Bekal atau uang saku yang diterima dari orang-tuanya selalu sebagian disisihkan
untuk membeli kartu pos, amplop, kertas surat, serta prangko guna memenuhi hobi
barunya yang ditekuni dengan rajin. Uci sangat menyimak kata-kata Bapaknya yang
mengutip nasihat orang Barat :”Tekunilah hobi agar menjadi sahabat yang karib
bagimu!”.*****
Jumat, 06 Mei 2022
BAKMI MINGGU PAGI
Hari menunjukkan jam satu siang. Siswa kelas lima dan kelas enam Sekolah
Dasar Negeri Jatikramat bubar sekolah hampir bersamaan. Mereka pulang ada yang
dijemput orangtuanya dengan kendaraan bermotor, dan ada juga yang naik becak
atau sepeda. Tetapi sebagian besar hanya berjalan kaki sambil berlari-lari
karena rumahnya dekat dengan sekolah.
Tidak seperti biasanya, Anto yang sudah duduk di kelas enam dan biasanya
periang, hari itu sepulang sekolah tampak murung. Sampai di rumah, tas dan
sepatunya dicampakkan begitu saja lalu mengurung diri di kamar. Samar-samar
ibunya mendengar teriakan teman-teman Anto :” Makanya An, jangan suka makan
bakmi saja. Habis, makan bakmi tidak
ajak-ajak, sih!”. Nadanya semua mengolok-olok dan mengejek. Herannya, semua
kata-katanya mengandung kata bakmi. Ibunya heran, kenapa Anto diolok-olok bakmi
dan apa hubungannya dengan Anto yang murung di kamar? Pada hal sehari-hari Anto
memang paling suka makan bakmi. Hampir setiap hari Anto minta dibikinkan atau
dibelikan bakmi sebagai makanan kesukaannya.
Ibunya masuk ke kamar Anto dan menyapa : “Anto, ayo ganti pakaian lalu
cuci tangan dan kaki!”. Berulang-ulang ibunya membujuk, tetapi Anto diam saja.
Ibunya berpikir, mungkin Anto baru saja bertengkar dengan teman-temannya. Atau mungkin
ada kaitannya dengan kata bakmi yang diteriakkan oleh teman-temannya tadi?
Berulang kali ibunya terus mencoba membujuk dan menghiburnya : “Ayo, Ibu
buatkan bakmi kesukaan Anto, ya?”. Tetapi Anto tak bergeming, malah semakin
tampak tambah murung.
***
Esok hari dan hari-hari berikutnya, Ibu Anto merasakan agaknya ada
perubahan perilaku antara Anto dengan teman-temannya. Yang bermain ke rumah
Anto menjadi berkurang. Ibunya berpikir dan semakin yakin kalau Anto habis
bertengkar, sehingga teman-temannya semua menjauh.
Karena cemas dan khawatir terhadap pergaulan
dan perkembangan jiwa Anto, Ibunya berusaha menanyakan dan mengorek lebih jauh
masalahnya. “Anto, kenapa Aji, Amir dan Andi tidak pernah bersamamu lagi? Kamu
bertengkar, ya? Ingat, Tuhan tidak menyukai orang-orang yang suka bermusuhan.
Nanti nilai sekolahmu bisa jadi jelek lho, apalagi mau menghadapi ujian akhir
nasional “, selidik Ibunya Anto suatu
ketika. Anto membisu saja, bahkan pada hari-hari berikutnya menjadi semakin
pendiam dan pemurung. Karena semakin khawatir terhadap perkembangan jiwa dan
mental serta ketakutan mempengaruhi semangat belajar Anto, Ibunya suatu sore
secara diam-diam mendatangi rumah Aji, temannya yang sangat akrab selama ini.
***
Ibu
Anto sedang bercakap-cakap dengan Ibu Aji di teras rumah ketika Aji pulang dari
bermain sepak-bola. “Selamat sore Tante! Apakah tante bersama Anto?”, sapa Aji
dengan ceria. “Tidak Aji, Anto ada di rumah. Tadinya Tante ajak, tetapi tidak
mau. Coba sini, Tante mau tanya!”, kata Ibu Anto membalas sapa Aji.
Ketika Ibu Anto menanyakan kerenggangan hubungan Aji dan kawan-kawan dengan
Anto, Aji menjelaskan : ”Bahwa bermula dari nilai Anto yang tidak bagus diantara
kami, Tante! Dia juga tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah atau PR, sehingga
dihukum berdiri di depan kelas. Bapak Guru memberi nasihat kepada kami yang
nilainya jelek, agar menjauhi BAKMI. Kata Pak Guru, BAKMI yang dimaksud itu
singkatan dari B = bosanan, A = aras-arasen, bahasa Jawa yang maksudnya
ogah-ogahan, K = keset yang artinya tidak bergairah, M = malas dan I = isinan artinya
pemalu. Karena kawan-kawan tahu Anto suka sekali makan bakmi, maka jadilah
olok-olokan itu pada Anto. Tadinya kami semua hanya bercanda dan bukan
bermaksud bermusuhan, Tante! Tetapi herannya Anto jadi sungguhan dan tidak mau
bertegur-sapa. Jadi saya mewakili kawan-kawan mohon maaf, tolong Tante
sampaikan kepada Anto. Malah kata Pak Guru, kita disuruh banyak makan RACUN
supaya pandai dan maju! “Lho, kok
disuruh makan racun?”, sela Ibu Anto dan Ibu Aji bersamaan. “RACUN kata Pak
Guru, singkatan dari R = rajin, A = akas atau cekatan dalam segala hal, C =
cermat dan teliti, kemudian U = ulang-ulang maksudnya mengulang pelajaran yang
pernah diperoleh atau diajarkan, dan N = nalar, maksudnya kita disuruh lebih
kreatif”, jelas Aji dengan lancar.
***
Ibu Anto kemudian berusaha mengatur siasat. Suatu Minggu pagi yang
cerah, Aji, Andi dan Amir serta beberapa temannya bertandang ke rumah Anto sesuai
undangan Ibu Anto. Seperti biasanya, di antara mereka ada yang membawa bola
sepak, raket bulu tangkis dan lain-lain untuk bermain pada setiap hari libur.
Ibu Anto yang mengundang, sengaja menyiapkan masakan bakmi kesukaan Anto.
Semula
Anto kaget dan berusaha menghindar ketika menyaksikan teman-temannya
berdatangan. Tetapi karena kepergok dan Ibunya membujuk agar mau menemui, maka ditemuilah
teman-temannya di ruang tamu. Mula-mula agak canggung, malu-malu dan hanya
saling bersalaman. Tetapi tidak lama kemudian mereka larut dalam keceriaan
anak-anak. Si Tono yang suka melucu ternyata dapat mencairkan suasana yang
semula serba canggung dan bengong.
Ibu Anto yang sedang mempersiapkan makanan menu bakmi merasa sangat bahagia
pagi itu. Dengan perasaan bersyukur tiba-tiba Ibu Anto berseru : “Ayo anak-anak
kita makan bakmi ramai-ramai! Kalian harus saling bersahabat dengan baik, tidak
boleh bermusuhan. Kalian boleh makan bakmi sampai kenyang, tetapi kalian harus
rajin belajar, banyak bertanya dan tidak boleh bosanan atau ogah-ogahan belajar
agar nilai kalian baik semua. Ingat pesan Tante, ya! Bakmi ternyata bisa
memberi semangat karena bermakna : “BAKMI adalah semangat Belajar dengan Asyik,
Kelak akan Menambah Ilmu!”. Perintah Ibu Anto kemudian : “ Jangan lupa, sebelum
makan harus berdoa dulu dengan tertib,
ya!”.
Ya, Tante!”, jawab mereka hampir serempak. Mereka kemudian menyantap bakmi
dengan lahapnya. Dan sejak saat itu, persahabatan mereka kembali akrab, bahkan
semangat belajar mereka semakin bertambah berkat bakmi Minggu pagi.*****Bekasi,
awal Mei 2022
Kamis, 14 April 2022
MUTU INFRASTRUKTUR KITA
Kompas
com. tanggal 17 Januari 2022 memberitakan bahwa jembatan KW6 di Kelurahan
Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang – Jawa Barat,
ambles. Pada hal jembatan yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp 10 milyar
itu belum satu bulan diresmikan oleh Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.
Berdasar pantauan Tribun Bekasi, jembatan itu ambles pada bagian sisi dekat
saluran irigasi sepanjang 200 meter. Material jembatan yang menempel pada sisi
saluran irigasi itu longsor, sehingga
konstruksi jembatan mengalami ambles. Jembatan yang didesain dengan
lebar 7 meter dan panjang 43,50 meter tersebut, menghubungkan Kecamatan
Rawamerta dengan Kecamatan Karawang Barat. Jembatan yang populer disebut
Jembatan Kepuh ini resmi beroperasi pada hari Rabu 29 Desember 2021 yang
diresmikan dengan penandatanganan dan pengguntingan pita oleh Bupati didampingi
Sekda Asep Jamhuri, Kepala Dinas PUPR dan Camat Karawang Barat. Jembatan ini
juga diharapkan menjadi jalur alternatif ke obyek wisata sejarah Rawagede, dan
juga untuk membangkitkan ekonomi masyarakat di sepanjang jalur.
Kasus
semacam ini sebenarnya banyak sekali terjadi di tanah-air kita. Suatu infrastruktur
atau prasarana untuk umum baru dibangun, sudah banyak yang rusak dan jebol tak
berumur panjang. Penulis yang pernah bertugas berpindah-pindah kota di hampir
seluruh Indonesia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa bangunan
peninggalan Hindia-Belanda umumnya berarsitektur yang indah, kokoh dan kuat
sepanjang masa. Tetapi sekarang malah banyak yang tidak artistik dan mudah
rusak serta mencelakakan. Jembatan Poso, Moutong dan Luwu di Sulawesi yang
terbuat dari kayu, sampai tahun 2000-an masih kelihatan kokoh dan cantik
dipandang, sementara bangunan baru di sebelahnya tampak memalukan dari segala
aspek. Begitu juga selama bertugas di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara
Barat, peninggalan Hindia-Belanda masih tampak megah, tetapi pembangunan
penggantinya kelihatan tidak berseni sama sekali. Sewaktu di Timor-Timur tahun
1996/1997 juga demikian. Peninggalan Portugis semuanya indah dan megah serta
artistik, sementara bangunan selama kita kuasai, sangat memalukan
penampilannya. Gedung sekolah, pasar, perkantoran semuanya nampak lucu apabila
dibandingkan dengan peninggalan Portugis. Sehingga kesimpulannya, bangsa
Indonesia sebenarnya mengalami degradasi mutu apabila dinilai dari sektor
pembangunan infrastruktur. Contoh lain
banyak yang bisa dikemukakan untuk mawas diri sebagai bangsa. Kota Gresik
misalnya, Sekolah Dasar Negeri Bedilan yang indah dan menarik peninggalan
Belanda, dirombak seenaknya sehingga kelihatan sumpek, tidak nyaman sebagai Lembaga
Pendidikan yang seharusnya nyaman dari segi tata cahaya, tata suara dan tata
udaranya. Dulu, sampai dengan tahun 1965, keberadaan tiang listrik maupun gardu
listrik serta tiang telpon berdiri gagah, tegak lurus dan nampak simetris. Setelah
jaman pembangunan, malah nampak peang-peang
dan semrawut di mana-mana, termasuk di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Bahkan
di Jabodetabek sendiri, apabila diperhatikan di sepanjang jalan raya, berdiri
tiang-tiang berjejer umumnya lebih dari lima batang, ketinggian tidak sama,
berdiri tidak tegak lurus, umumnya berkarat dan kabelnya pating slawir tidak
beraturan. Degradasi mutu ini dirasakan jelas sekali setelah Orde Baru berkuasa
sejak tahun 1966. Marak euforia pembangunan tetapi tidak disertai dengan mutu profesionalisme
dan kontrol yang memadai dan maraknya perilaku koruptif yang merajalela. Kondisi
degradasi mutu ini sebenarnya tidak perlu terjadi, karena pendidikan tinggi di
bidang teknik cukup banyak dan ada di mana-mana.
Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah memberikan contoh dan teladan yang
patut ditiru oleh aparat pemerintahan, bahkan dari tingkat RT sampai
Kementerian. Manajemen blusukan ala Jokowi yang rajin memeriksa proyek
Pemerintah pada setiap enam bulan adalah merupakan perilaku pemimpin yang
bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Syukur apabila disertai perilaku
profesional yang memadai, paling tidak oleh yang mendampingi selama blusukan
dan bukan hanya dalam bentuk acara seremonial semata. Kalau bisanya cuma acara
menandatangani, gunting pita dan cengengesan saja, ya itulah akibatnya,
semuanya rusak melulu hasilnya.
Pemimpin yang DJAKARTA
Pada
tanggal 20 September 2016, penulis membuat artikel di blog dengan judul :”Dicari
: Kepala Daerah Yang DJAKARTA”. Penulis berpendapat, agar pembangunan berhasil
dengan baik dan tidak cuma tambal-sulam, sebentar rusak dan dibangun lagi, maka
diperlukan pemimpin dan aparat yang kualitasnya DJAKARTA. Nama ibukota NKRI
dalam ejaan lama tersebut merupakan akronim dari : D = Dedikasi, J = Jujur, A =
Apresiatif, K = Kreatif, A = Asih dan Asuh, R= Ramah, T = Tegas, Trengginas, dan
Teladan, serta A = Anjangsana.
Bahwa
seorang Kepala Daerah yang layak itu dituntut memiliki dedikasi yang tinggi dan
berintegritas karena dia professional. Oleh karena itu, dia harus dan pasti
jujur karena integritasnya, dan sebaliknya, dia bisa diduga akan berbuat curang
dan KKN kalau tidak punya dedikasi dan integritas yang baik terhadap jabatan
yang direbutnya. Untuk mendukung integritasnya, seorang Kepala Daerah dituntut
punya watak dan kepribadian yang apresiatif, asih, asuh dan ramah kepada semua
warganya. Dia harus kreatif untuk memajukan dan menyejahterakan daerahnya. Tetapi
seorang Kepala Daerah juga dituntut tegas dalam keputusan dan tindakannya yang
sesuai konstitusi dan perundangan yang berlaku dalam mencapai pemerintahan yang
baik dan jujur. Juga trengginas dan memberikan teladan yang baik kepada seluruh
warganya. Dan yang sangat penting, Kepala Daerah harus rajin beranjangsana
alias blusukan untuk mengamati dan mengawasi perkembangan daerahnya langsung di
lapangan. Mutu dan etos kerja aparatur pemerintahan, serta mutu dan
perkembangan proyek yang sedang dikerjakan, seharusnya disambangi secara
berkala sebagai metode control yang efektif. Dengan metode manajemen blusukan
yang sudah dicontohkan oleh Presiden Jokowi dan dilakukan dengan profesionalisme
yang mumpuni, diharapkan semua sarana dan prasarana yang dibangun akan bermutu
dalam tampilan maupun kekuatannya. Dengan rajin blusukan yang disertai para staf
dan pembantunya yang ahli dan professional, akan segera mengetahui kekurangan dan
kesulitan yang dialami warganya, misalnya got mampet, sampah berserakan, jalan
raya rusak sehingga membahayakan para pengguna jalan dan berbagai masalah lainnya.
Itulah tentunya harapan kita semua! Belanda selama
menjajah telah mengajarkan kepada kita selama 3,5 abad. Mestinya mutu bangsa
Indonesia jangan sampai mengalami degradasi hanya karena digerogoti oleh watak
dan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang sudah pada tingkat
darurat!*****
Jumat, 08 April 2022
DONGENG KUNCI DAN KENCUR
Dongeng ini sebenarnya
banyak diceritakan oleh para orang tua dan diceritakan secara turun-menurun.
Saya menceriterakan kembali dongeng ini versi daerah saya, Gresik – Jawa Timur.
Pada jaman dahulu kala, ada seorang ibu janda
yang mempunyai seorang anak gadis cilik bernama Kencur. Ibu itu dinikahi
seorang duda kaya yang juga mempunyai seorang anak gadis sebaya Kencur yang
bernama Kunci. Ibu janda itu sangat menyayangi putrinya, tetapi agak jahat
terhadap anak tirinya, Kunci.
Suatu ketika, sang ibu ini timbul niat
jahat, bersama anaknya ingin menguasai harta suaminya. Dia berpikiran, kalau
suaminya suatu saat meninggal pasti hartanya akan jatuh ke tangan si Kunci.
Maka timbullah niatnya bagaimana cara menyingkirkan si Kunci.
Kepada Kunci, suatu hari si ibu ini
membelikan gelang emas. Tentu saja Kunci sangat senang dan yang dipikirnya, ibu
tirinya mungkin sudah berubah menjadi sayang. Si Kencur yang tidak dibelikan,
sering bertanya kepada Kunci : “Bagus ya gelangmu, kok aku tidak dibelikan, ya?”.
Kencur dan Kunci seumur, sehingga
besarnya hampir bersamaan. Karena iba, Kunci yang baik hati kemudian memakaikan
gelang itu kepada Kencur tanpa sepengetahuan ibunya. Bapak mereka sebagai
pedagang, sering pergi ke luar daerah dan terkadang cukup lama waktunya, bisa
berhari-hari.
Si ibu ingin membuat sandiwara bahwa Kunci
meninggal karena kecebur tempayan besar di dapur. Suatu malam, ibu itu merebus
air di tempayan besar. Kondisi desa yang
belum ada penerangan listrik, begitu beranjak malam mereka pergi tidur satu
kamar karena Bapaknya sedang pergi ke luar daerah. Ketika air sudah mendidih
pada tengah malam, anak-anak sudah pada lelap tidur, maka dilaksanakanlah niat
si ibu sesegera mungkin. Dalam suasana gelap dan sangat tergesa-gesa,
digerayangi tangan anak-anaknya, yang memakai gelang kemudian dipondong dan
diceburkan ke dalam tempayan yang berisi air yang sedang mendidih bergejolak.
Kemudian dia langsung pergi tidur lagi di tempat semula.
Tetapi alangkah terkejutnya si ibu yang berhati
jahat itu. Ketika bangun tidur yang dilihat di sampingnya ternyata si Kunci.
Karena penasaran, si ibu lalu pergi ke dapur, yang kemudian gemetar sekujur
tubuhnya lalu jatuh pingsan begitu melihat Kencur terbujur mati kaku di
tempayan. Ketika siuman, dia ketakutan dan merasa sangat menyesal karena
kehilangan anak kesayangan satu-satunya. Dia lalu lari ke hutan, menangis
sambil teriak-teriak berulang-ulang :” Mau merebus Kunci keliru Kencur”.
Sesampai di hutan pun dia terus menangis, berteriak, berkali-kali dan
berulang-ulang :” Mau rebus Kunci keliru Kencur”. Di hutan dia tidak makan dan
tidak minum yang layak sampai badannya mengecil dan kemudian menjelma menjadi
burung yang selalu berbunyi :” Cuit cuit cuur, cuit cuit cuur!”. Bunyi burung
itu selintas mirip teriakan “mau merebus kunci keliru kencur” dan sering
terdengar sampai sekarang. Kalau terdengar suara burung seperti itu, dipercayai
sebagai pertanda, bahwa di kawasan sekitar burung itu berbunyi, ada kabar orang
meninggal dunia.*****
Kamis, 07 April 2022
LALER IJO PINDAH KE KOTA
Komplek
Perumahan Jatikramat Indah I Bekasi, tiba-tiba membuat kebijakan baru. Tertib
sampah. Ketua Rukun Warga (RW)-nya mengeluarkan edaran. Semua bak sampah yang
dibuat warga di luar pagar rumah, harus tertutup rapat. Tujuannya, agar tidak
dimasuki tikus atau diodol-odol anjing atau kucing, dan diusahakan tidak bisa
kemasukan air hujan yang bisa menimbulkan bau busuk, Juga menaikkan iuran
sampah dan keamanan karena pengambilan sampah akan ditingkatkan menjadi dua
kali seminggu. Sebelumnya, hanya sekali diambil dalam seminggu, sehingga sampah
sering menumpuk dan kondisi komplek menjadi jorok.
Karena
kebijakan itu, komplek perumahan kemudian menjadi bersih. Ketua RW dan
jajarannya aktif mengontrol di setiap rumah apakah kebijakannya sudah ditaati
warga atau masih ada yang membandel dan memandang remeh. Anjing, kucing dan
tikus menjadi gelisah karena tidak bisa lagi mengorek-ngorek sampah di kawasan
komplek. Tetapi anjing dan kucing masih bisa diberi makan oleh pemilik atau
majikannya. Tikus juga masih banyak akalnya. Yang paling menderita adalah
lalat. Biasanya mereka leluasa menikmati sisa makanan dan bertelur di
sampah-sampah yang jorok dan kemudian berkembang biak. Sekarang mereka
kelaparan dan banyak yang mati dengan sendirinya atau pindah ke daerah lain
yang masih jorok.
*****
Adalah
seekor lalat hijau jantan yang bernama Laler Ijo yang sehari-hari biasa mangkal
di tempat sampah yang ada di halaman rumah Uci. Sekarang, bak sampah itu
tertutup rapat. Sehingga beberapa hari ini dia sudah mulai kelaparan. Biasanya,
setiap pagi, Laler Ijo itu selalu mengamati Uci ketika berangkat sekolah
diantar Bapaknya yang sekalian pergi ke kantor. Laler Ijo mengamati kebiasaan
itu sambil menikmati makanan di bak sampah yang selalu melimpah. Oleh karena
itu dia timbul pikiran:” Alangkah baiknya kalau aku ikut Uci dan turun di
sekolahnya atau di kantor Bapaknya Uci. Aku harus cepat-cepat pindah dari
komplek ini”. Sepanjang siang dan malam, Laler Ijo memikirkan bagaimana caranya
merealisir siasatnya untuk menyelamatkan hidup. Dia tetap bertahan di halaman
rumah Uci sambil mencari dan menikmati makanan seadanya.
Kesempatan
pun tiba. Ketika pintu mobil yang dipakai mengantar Uci terbuka, Laler Ijo
kemudian terbang menyelinap ke dalam mobil. Dia berusaha sesenyap mungkin agar
tidak ketahuan. Selama dalam perjalanan, Laler Ijo berpikir bagaimana nanti dia
harus keluar dari mobil. Tetapi ketika sampai di sekolah Uci, dia belum mau
keluar karena belum memcium bau masakan atau makanan. Pekarangan sekolah yang
bersih memang tidak menyebarkan aroma yang mampu mengundang lalat dan sebangsanya.
“Wah, di sini rupanya juga tidak ada makananku, ya!”, pikir Laler Ijo dalam hati.
Namun, ketika sampai di kantor Bapaknya Uci, Laler Ijo dengan tenaga yang sudah
agak loyo berusaha terbang keluar. Bau sampah dan kuliner membangkitkan selera
dan tenaganya lalu dia melesat keluar ketika sopir dan Bapaknya Uci membuka
pintu mobil. Dengan suka cita Laler Ijo terbang menuju sumber bau. Sambil dia
berkhayal:” Wah, makanan di sini pasti sangat lezat dan melimpah, sehingga aku
akan menjadi gemuk kembali!”.
Ketika
melihat bak sampah yang didatangi pemulung dan terlihat lalat-lalat
berterbangan, langsung Laler Ijo meluncur ingin bergabung. Tetapi betapa
kagetnya Laler Ijo, karena begitu mendekat, langsung diserbu lalat lain di
lokasi itu. “Hee…, ada pendatang baru, siapa itu? Tampaknya dia kurus banget!”,
kata seekor lalat sambil berteriak. “Iya, he! Dari mana kau, bukan penghuni
kawasan sini, kan?”, tanya yang lain. Laler Ijo dikejar dan disenggol-senggol serta
diserang beramai-ramai. Agaknya, mereka tidak suka pendatang baru yang tidak
dikenal, khawatir keamanan dan ketenteramannya terganggu. Karena ketakutan, ia
lari dan menyendiri di tempat yang aman sambil merenungi nasibnya,
Tak
disangka-sangka, tiba-tiba dalam kesedihan dan kesendiriannya, lalat betina
hijau yang bernama Lalerina terbang mendekat ke Laler Ijo. Kagetlah Laler Ijo
dan sempat mau menghindar. Tetapi Lalerina mengejar dan berteriak. “Heei..,
kamu jangan takut dan jangan lari! Aku mau menemanimu!”, teriak Lalerina. Laler
Ijo lalu diam, dan sambil memperhatikan dengan seksama, dia berujar :”Namaku
Laler Ijo, aku dari kampung Jatikramat Bekasi. Aku ingin bergabung dengan
kalian, boleh kan? “Ya, ayo, sama aku,
nanti kuperkenalkan pada teman-teman!”, kata Lalerina dengan gaya agak centil.
Dengan agak khawatir, Laler Ijo bersama Lalerina terbang menuju tempat sampah
yang banyak sisa-sisa makanan yang lezat-lezat. “Hee..teman-teman, kenalkan ini teman baruku,
namanya Laler Ijo”, kata Lalerina dengan ceria. “Lalerina, itu jadi pacar barumu, ya?”, kata
teman-temannya yang tadinya memusuhi, kemudian berubah menyambut dengan ramah.
Jadilah
Laler Ijo dan Lalerina berkasih mesra dan selalu pergi bersama-sama. “Dari
Bekasi ke Jakarta kan jauh, kok kamu bisa terbang sejauh itu?”, tanya Lalerina
dengan penuh keheranan. “Oh, kamu cerdas ya!”, komentar Lalerina setelah
mendengar penjelasan Laler Ijo bahwa dia bisa ke Jakarta karena ikut mobil
bapaknya Uci yang pergi ke kantor. Caraku….,katanya penuh bangga, dengan
menyelinap dan menyelusup ke dalam mobilnya sewaktu pintu mobil terbuka pada
saat mau berangkat. “Lalu, kenapa kenekadan itu kamu lakukan? Kamu berkelahi?
Atau barangkali kamu rebutan pacar, dan kamu kalah lalu lari?”, tanya Lalerina bertubi-tubi
seolah menyelidik. “Eh, bukan begitu! Dengarkan kisah perjalananku dengan baik,
aku mau cerita!”, sergah si Laler Ijo. Tadinya aku hidup tenteram dan damai
bersama teman-teman di Komplek Perumahan
Jatikramat. Makanan berlimpah dan aneka ragam. Maklum, di lingkungan masyarakat
yang jorok dan membuang sampah sembarangan, membuat hidup kita nyaman. Tetapi mala
petaka kemudian datang. Pimpinan komplek perumahan mencanangkan sadar
kebersihan perumahan dan lingkungan. Kerjabakti secara gotong-royong bulanan
seluruh warga digalakkan. Tempat sampah dianjurkan tertutup rapat sehingga
anjing, kucing bahkan tikus pun yang
biasanya mengudak-udak tempat sampah menjadi gelimpungan. Ditambah lagi dengan
penyemprotan obat anti serangga secara rutin, membuat pemusnahan massal terhadap
nyamuk, kecoak, semut, lalat teman kita, dan berbagai jenis serangga lainnya. Komplek
Jatikramat Indah I jadi indah dan bersih. Karena malu dan merasa terhina,
apalagi takut terbasmi, maka aku berusaha lari ke tempat lain. Dapatlah siasat seperti
yang sudah kuceritakan tadi. Ngedompleng mobil bapaknya Uci yang pergi ke
kantor sambil mengantar sekolah, maka jadinya, ketemulah kita! Tetapi sebenarnya,
aku sempat khawatir dan was-was lho. Karena ketika melesat terbang ke dalam
mobil, sopirnya Uci sempat mendengar dengung kepakan sayapku. Syukurlah, Pak
Sopir itu tidak berusaha mencariku, dan selamatlah aku sehingga bisa menikmati
kota Jakarta bersamamu!”, jelas Laler Ijo dengan panjang-lebar sambil
menerawang kembali kisah perjalanannya ketika ingin bertahan hidup.
Lalerina
yang menyimak dengan seksama di sampingnya kemudian menambahkan berkomentar. “Iya,
memang. Saya pernah mendengar turis asing ngomongin negeri tempat tinggal kita ini.
Mereka bilang, negeri ini merupakan Bak Sampah terbesar di dunia, karena semua
warganya membuang sampah sembarangan dan seenaknya. Apa saja, di mana saja dan
kapan saja, mereka buang begitu saja”, cerita si Lalerina. “Memang kenyataan. Betul
sekali kata orang asing itu! Mungkin mereka tidak ingin balik lagi ke negeri
kita ini, ya? Karena nyatanya, turis
asing jarang berkeliaran di negeri kita ini. Turis sangat kurang, yang banyak malah
lalat bangsa kita, ya!”, tambah si Laler Ijo sambil terkekeh-kekeh, karena
sadar, kalau lingkungan bersih, justru dia dan sebangsanya malah yang akan punah.
“Tetapi kayaknya, Tuhan menciptakan kita
ini untuk ujian bagi manusia, apakah mampu hidup bersih dan menjaga
lingkungannya dengan baik. Bersama air ciptaanNya, dan sampah yang berserakan
dan berjibun di mana-mana, diturunkanlah banjir yang mestinya sebagai batu
ujian juga”, jelas Lalerina dengan gaya berkhotbah. “Dan lucunya, mereka tidak
sadar juga, karena nyatanya sampah masih berserakan di segala penjuru dan jorok.
Tetapi, kan, karena sampah itulah, Tuhan telah mempertemukan kita, ya
Lalerina!”, ujar Laler Ijo sambi memeluk Lalerina dengan mesra seolah tidak
ingin berpisah. “Kalau begitu, kita berharap lingkungan menjadi bersih atau
tetap jorok, ya? Kalau menjadi bersih, kita semua barangkali akan punah, kan?”
tanya Lalerina seperti khawatir dan ketakutan. “Lingkungan bersih maupun tetap
jorok, sebenarnya bukan masalah bagi kita berdua! Peluang hidup kita kan
terbatas dan singkat!” jelas Laler Ijo. “Tetapi kan kita tidak harus memikirkan
diri sendiri? Apakah rela kalau kita kemudian punah dan hanya tinggal nama?”
tanya Lalerina agak sedikit emosi dan marah menanggapi celoteh Laler Ijo. “Sebenarnya,
kita ini tidak perlu takut punah! Juga tidak perlu takut tinggal nama! Bukankah
dinosaurus yang raksasa itu juga punah dan tinggal sebagai legenda, ya? Biarlah
kelak seluruh muka bumi yang bersih, membahas dan membicarakan lalat seperti
yang dialami dinosaurus”, ujar Laler Ijo
dengan nada bergurau..
Laler Ijo dan Lalerina selama dua hari ini
asyik memadu kasih dan sempat Lalerina bertelur di beberapa tempat. Sambil
menikmati keindahan kota, dua sejoli lalat itu sengaja bertengger di tempat
sampah yang berseberangan dengan restoran terbuka sambil menikmati musik yang
sayup-sayup terdengar. Tetapi petaka memang tak terelakkan, karena tiba-tiba
petugas kebersihan melakukan penyemprotan obat anti serangga ke berbagai
penjuru sekitar komplek perkantoran dan kuliner. Laler Ijo dan Lalerina
berusaha lari menjauh menyelamatkan diri dengan harapan masih bisa menyambung
hidupnya. *****
PAPILIO
Kupu-kupu adalah jenis serangga yang
sangat indah dan menarik. Hewan yang mempunyai enam kaki ini termasuk Ordo Lepidoptera dan jumlahnya di seluruh muka bumi ini ada sekitar
seratus duabelas ribu spesies. Oleh karena itu penampakannya sangat beragam dan
bermacam-macam terlihat dari postur besar-kecilnya kupu-kupu dan perbedaan
bentuk serta tata warna sayapnya.
Hewan yang cantik
ini banyak digubah dalam lagu anak-anak, dan bahkan sering diabadikan dalam lukisan oleh para pelukis kenamaan di
muka bumi ini. Setiap negara juga sering mengabadikan jenis kupu-kupu
kebanggaannya ke dalam penerbitan prangko. Dari kolektor filateli yang menekuni
tematik kupu-kupu akan terlihat aneka rupa serangga itu yang berbeda-beda
bentuk, besar-kecil dan tata warna sayapnya, Papilio blumei, kupu-kupu bersayap
dominan warna hitam dan berhias warna biru berdegradasi dengan warna kuning itu
sudah terbang ke sana ke mari. Sepanjang hari, seperti biasanya ia menari-nari,
pindah dari satu bunga ke bunga yang lain untuk mengisap nektar bunga-bunga
yang ia jumpai.
*****
Di hari Minggu pagi yang cerah, Papilio
sudah berkali-kali mengitari pekarangan rumah Uci. Dilihatnya, Uci sudah
menenteng kamera untuk siap membidik para kupu-kupu yang menyambangi
bunga-bunga di pekarangannya. Uci yang saat ini duduk di kelas tiga SMP,
mengikuti ekskul, ekstra kurikuler fotografi di sekolahnya dan kelihatannya
ditekuni dengan besungguh-sungguh. Ayahnya Uci memang suka berkebun. Di halaman
rumahnya yang tidak seberapa luas, ditanami aneka macam tanaman bunga yang
sangat disukai kupu-kupu dan berbagai serangga yang sejenis misalnya lebah dan
kumbang pengisap madu. Berbagai tanaman itu disirami setiap pagi dan diberikan
pupuk secara berkala sehingga rajin sekali berbunga dan sangat sedap dinikmati
di pagi hari yang cerah, Setelah menyiram dengan cermat, ayah Uci duduk di
teras sambil menikmati kopi dan baca koran pagi dengan sekali-sekali mengamati bunga-bunga
yang bermekaran.
Papilio berteriak memanggil teman-temannya.
“Hai teman-teman, Uci sudah siap memotret kita. Ayo kita ke kebunnya !”,
ajaknya dengan penuh semangat. Dan, dalam sekejap, teman-teman Papilio pada
berdatangan dari segala penjuru. Mereka saling menari-nari bersama hembusan
angin pagi sepoi-sepoi, berlenggak-lenggok mengikuti lagu “ kupu-kupu yang
lucu” yang selalu didendangkan Uci, Sambil menenteng kameranya dan menari
berlenggak-lenggok seolah mengikuti tari kupu-kupu yang mengepak-ngepakkan
sayapnya. Dengan seksama ia memperhatikan kupu-kupu yang berterbangan. Mereka
beraneka ragam, ada yang besar dan ada yang
kecil dengan sayapnya yang beraneka bentuk dan beraneka warna yang
gemerlapan ditimpa cahaya matahari pagi. Mereka bagaikan sedang berlomba saling
memamerkan keindahan bentuk dan aneka warna sayapnya.
“Hai kawan, kenapa
sayapmu ada yang robek ?”, tanya Papilio kepada seekor temannya yang baru
datang. “ Oh iya, tadi aku tersenggol duri mawar, gara-gara berebut bunga
dengan si lebah”, jawab temannya. “ Lain kali hati-hati ya teman, harus sabar,
dan tak usah berebut dengan siapa pun. Ingat ya, kita harus bersahabat baik
dengan siapa saja, supaya kita aman dan selamat di mana saja !”, nasihat
Papilio bersungguh-sungguh kepada semua teman-temannya dengan suara yang
lantang.
Uci terus
mengamati pergerakan kupu-kupu itu. Dalam hati ia ingin berseru :” Wahai
kupu-kupu nan cantik, berhentilah kalian barang sejenak dan akan kuabadikan
kalian dalam gambar untuk kenangan “. Seolah kupu-kupu itu mendengar bisikan
hati Uci, karena mereka kemudian saling beraksi di bunga-bunga nan indah sampai
Uci datang menghampiri untuk membidik dengan kameranya. “ Wow, Papilio, di
lokasi yang bagus. Berhentilah sebentar, aku akan mengambil gambarmu”, seru Uci
setengah berbisik. Dan…..jepret, dapatlah gambar yang menarik ketika Papilio
dan temannya sedang menyedot nektar kembang sepatu berwarna kuning yang mekar
berjejeran dalam satu batang. Sementara membelah di tengahnya ada ulat yang
sedang memakan daun dengan lahapnya. Uci membidik berkali-kali dalam posisi
yang berbeda-beda dengan maksud mendapatkan dokumen foto yang menarik.
*****
Siangnya Uci kaget, karena ulat yang
tadi pagi diabadikan dalam foto kameranya, hilang bersama dahan kembang sepatu tempat ulat itu
menempel. Dari tukang kebun, Uci tahu, ternyata ulat itu dibuang ke luar pekarangan
atas suruhan Ibunya. Dia menangis dan protes, kenapa Ibu pelit dan jahat. “
Kupu-kupu itu kan hanya menumpang untuk hidup dan selalu menghiburku di hari
libur, kenapa Ibu usir ? Membuang ulat yang sebentar lagi akan berubah menjadi
kepompong, lalu menjadi kupu-kupu, berarti Ibu telah mengusir dia. Pada hal ibu
juga suka kupu-kupu!”, omel Uci sambil terus menangis karena iba kepada hewan
yang tidak berdosa itu. “ Iya….., tapi kan Ibu takut dan geli “, jelas ibunya
dengan perasaan menyesal. “ Ya kalau begitu Ibu jangan lihat taman, biar nggak
lihat ulat !”, protes Uci lagi sambil membayangkan ulat tak berbulu yang
penampilannya mirip Kereta Rel Listrik atau KRL.
*****
Beberapa minggu kemudian ada kabar baik
buat Uci. Lomba foto mengenai lingkungan hidup yang ia ikuti secara diam-diam dengan
menyertakan gambar Papilio berdampingan dengan temannya dan ulat di bunga
sepatu itu ternyata memenangkan lomba sebagai juara pertama. Berita
kemenangannya yang dimuat di sebuah media massa diperlihatkan kepada Ibunya,
disertai pesan yang mengancam :” Ibu jangan mengusir ulat-ulat lagi ya, Bu!
Kupu-kupu itu adalah sahabatku. Ibu tidak boleh jahat kepada sahabatku, ibu
harus menyayangi!”.
Ibu Uci memperhatikan dan membaca sejenak, tiba-tiba merasa kagum dan
memeluk erat-erat putri kesayangannya itu sambil berucap :” Ibu minta maaf ya
sayang, selama ini Ibu yang selalu membuang ulat-ulat itu karena jijik, takut
dan geli. Mulai saat ini Ibu tidak akan mengganggu ulat-ulat itu lagi”. Mendengar
janji itu, Uci sangat berterimakasih kepada Ibunya sambil menciumi pipinya
berkali-kali disertai gumaman lirih, terimakasih Papilio, terimakasih semua
kupu-kupu yang lucu, kalian telah menginspirasi dan menghadiahi aku. “Foto mana yang kamu ikutkan lomba, sayang?,” tanya
Ibunya dengan riang bercampur bahagia dan bangga. Maka segeralah dibuka map
yang berisi foto bertema “ Bunga Sepatu, Ulat dan Kupu-kupu” dalam ukuran besar
lalu ditunjukkan kepada Ibunya, Dan betapa terkejutnya sang Ibu melihat gambar
ulat ukuran besar yang menyerupai KRL. Sang Ibu menjerit dan girap-girap sambil
memekik :” Hi….,ampun, ampun!”. Tetapi sambil menari-nari bagaikan kupu-kupu
disertai menertawai Ibunya yang ketakutan, Uci dengan riang melantunkan lagu
ciptaan Ibu Sud yang sangat terkenal itu :
“
Kupu-kupu yang lucu
Ke
mana engkau terbang “,
dan sereterusnya
sampai berulang-ulang, dengan suaranya yang merdu. Bahkan dia tambahkan syair
lagunya seolah menyanjung hewan kupu-kupu :
“ Kupu-kupu yang baik
Aku terimakasih
Kau berikan hadiah
Dari foto-fotomu
Sambil bersantai
Kuabadikan kamu
Janganlah engkau bosan
Main di tamanku”.
Uci terus bernyanyi dan menari-nari sambil menghibur Ibunya yang belum kunjung berakhir menahan kegelian.*****
Cerita anak ini dibuat dalam rangka menyambut Hari Cerita Anak Internasional yang mulai diperingati pada tanggal 2 April 1967.
Selasa, 08 Februari 2022
Surat Orang Utan dan kawan-kawan kepada Presiden Jokowi
Cerpen ini dimuat di majalah Clapeyronmedia, sebagai tulisan ke 4 yg terbit pada bulan Februari 2022
Dua sejoli Orang Utan yang biasanya
bergelayutan di puncak pohon besar itu berjalan bergandengan di daratan bak
penganten baru yang sedang berbulan madu. Sesekali mereka berlompatan ke pohon
besar, bergelantungan dan tetap berduaan. Mereka berdua sangat bahagia karena
beberapa waktu terakhir ini terhindar dari kebakaran hutan dan penebangan pohon
yang biasanya suaranya berdesing memekakkan telinga semua penghuni hutan. Si
Jantan memulai pembicaraan. “ Dinda, hidup kita ini terancam, lho! Coba kau pikir!
Manusia di bumi ini semakin banyak,
berkembang pesat sekali dan semakin maju serta pintar. Mereka membutuhkan
segala macam dan banyak sekali. Mereka butuh lahan untuk persawahan dan perkebunan kelapa sawit juga kayu-kayu
besar hunian kita ini. Lalu mengincar tanah kita, membabat dan membakar hutan
tempat tinggal kita ini seenaknya “, kata si Jantan penuh emosi.
“
Eh kanda, kau bilang ini tanah kita?”, tanya si Betina. Si Jantan langsung
menyambar penuh keyakinan :” Ya, iyalah! Tuhan menciptakan alam ini seisinya. Sebelum
didatangi manusia, pasti nenek moyang kita lah yang lebih dulu menghuni hutan
ini secara turun-menurun. Sayangnya, pertumbuhan perkembang-biakan kita ini
lamban, sedangkan manusia cepat sekali, maka kita terdesak dan terusir”. “Tetapi,
ada orang pintar yang berpendapat, konon manusia itu dulunya merupakan evolusi dari
bangsa kita lho, Kanda, sehingga boleh dibilang kita ini bersaudara dengan
manusia”, celetuk si Betina meredam si Jantan yang semakin emosional. “Ya,
malah ada bukti, bahwa DNA kelompok kita ini hampir mirip dengan DNA manusia, Sehingga
pendapat orang pintar tadi mungkin ada benarnya, walau pun disanggah oleh para
ilmuwan lain, terutama para ahli agama, karena pendapat itu bertentangan dengan
kitab suci agama apa pun! Oh ya, saya punya pertanyaan , Dinda harus jawab”,
kata si Jantan mulai mengendorkan emosinya. “Kalau orang yang tinggal di desa, namanya
kan orang desa. Kalau orang yang tinggal di kota, namanya apa ya?”, tanya si
Jantan, dan langsung dijawab oleh si Betina :”Ya, orang kota lah!”. “Kalau
orang yang tinggal di kampung?”, tanya si Jantan kemudian. Juga langsung
dijawab oleh si Betina :”Itu orang kampung, namanya”. “Nah, kalau orang yang
tinggal di hutan, namanya apa?”, tanya si Jantan sambil mencolek pipi si Betina
dengan genit. “Haa, itu kita ya, Kanda. Orang Utan, sebagaimana mereka memberi
nama kepada kelompok kita”, jawab si Betina sambil tertawa terkekeh penuh
bangga. “Berarti ada pengakuan dari mereka tho?”, tegas si Jantan. “Tetapi,
bagaimana dengan ulah manusia yang terus menebangi hutan tempat tinggal kita
ini, lalu membakari seenaknya, Kanda?”, tanya si Betina. “Pada hal, dunia sudah
mengingatkan, lho! Untuk menjaga iklim dan lingkungan seluruh jagad, negara
yang memiliki hutan agar menjaga kelestariannya. Jadi, hutan kita ini mestinya
harus dijaga, bukan dibabat dan dibakari seenaknya!”, jelas si Jantan. “Masalahnya,
kita ini di negeri yang masih miskin, sehingga kreativitasnya masih sebatas
membabat kekayaan hutannya”, kata si Betina dengan nada seperti mencibir. “Ya,
memang susah. Negara kaya membutuhkan berbagai macam barang atau produk dari
tanah yang kita huni ini, sehingga ya saling membutuhkan, dan tidak
terbendung”, jelas si Jantan. “Wah, kita bakal musnah dong, nanti hanya sebagai
tontonan di kebun-kebun binatang saja. Kita harus segera bertindak, jangan diam
saja, Kanda!”, usul si Betina. “Memang, saya punya ide. Saya akan mengumpulkan
para tokoh penghuni hutan ini untuk membahas masa depan kita”, ujar si Jantan
dengan optimis, bahwa pertemuan harus segera terlaksana.
Maka dibuatlah pengumuman yang
ditulis pada daun-daun yang lebar, dipampang pada batang pohon-pohon besar
mengenai undangan rapat itu. Juga dibuat spanduk dari dedaunan dan dibentangkan
di pohon-pohon yang berisi undangan rapat dengan menyebut tempat dan waktu
pertemuan. Tentu saja, undangan versi tutur-tinular yang paling cepat sampai
kepada semua hewan penghuni hutan. Berbagai jenis kera, burung, ular dan berbagai
binatang melata lainnya sampai berbagai jenis serangga menyanggupi untuk hadir dalam
pertemuan yang sangat penting tersebut. Pada hari yang ditentukan, perwakilan
penghuni hutan sudah berkumpul di kawasan tempat pertemuan. Bahkan sudah ada
yang menginap berhari-hari di atas dan di bawah pepohonan yang rindang dan
asri.
Pertemuan pun dimulai. Di dahan pohon
besar, si Jantan Orang Utan sambil duduk berwibawa, membuka pertemuan.
“Kawan-kawan penghuni hutan yang berbahagia,…..apakah kita saat ini sedang
berada di tempat yang tenteram dan damai?”, tanya si Jantan Orang Utan. Yang
dijawab dengan serempak bersahutan :”Ya, kita semua nyaman dan damai!”. “Tetapi
sebenarnya, kita ini hidup terancam. Coba kita lihat, manusia setiap hari
membabat pohon-pohon hunian dan makanan pokok kita. Mereka tak terbendung dan semakin
merajalela. Adakah pemikiran dan usul kalian?”, teriak si Jantan Orang Utan. Burung
Enggang, yang merupakan spesies aneh karena burung betinanya bersama anaknya bersarang di dalam rongga pohon
langsung menyampaikan kekhawatirannya. Seolah mewakili suara burung Pekakak yang
paling banyak diburu orang untuk dikoleksi, juga burung Mina yang brilian serta
burung-burung lain yang banyak jumlahnya, berujar :”Ya, Kanda Orang Utan, kami
semua khawatir akan punah karena diburu secara serampangan, dan terhempas karena
alam hidup kita terampas oleh manusia”. Demikian juga hewan yang lain, semua
mendukung pernyataan burung Enggang. “Bagaimana kalau kita lawan mereka?”, usul
Buaya dan Ular Cobra hampir serempak bak jagoan yang hebat. “Maksud kalian?”,
tanya si Jantan Orang Utan. “Ya, kita lawan serempak dan bersatu, kita serang
dan usir mereka begitu datang ke tempat kita ini!”, tandas si Buaya. “Semua
yang punya kemampuan bela diri agar ditunjukkan kehebatan kita kepada mereka!”,
kata si Ular Cobra bagaikan sesumbar dan menghasut sejawatnya di hutan
Kalimantan yang lebat itu.
Orang Utan yang biasa membuat sarang
dari ranting dan cabang kayu di puncak pohon dan sering berteriak lantang kalau
marah dan mengamuk, tertawa terbahak-bahak. Lalu ucapnya :”Pernah suatu ketika,
sewaktu kalian semua lari, saya justru terus bertahan di puncak pohon besar.
Saya melempari mereka dengan dahan dan ranting dengan harapan agar mereka
mengurungkan niatnya, Yang terjadi malah pohon itu tetap ditebang dengan
peralatan modern yang suaranya menderu-deru memekakkan telinga. Ketika pohon-pohon
pada tumbang saya tidak sempat lari. Rupanya saya ikut roboh, terpelanting dan
pingsan tertimpa pohon. Setelah siuman, tahu-tahu saya sudah di kota, dalam
kerangkeng besi. Untung ada pecinta lingkungan dan hayati yang tahu dan
kemudian membantu sehingga saya dikembalikan ke hutan ini, ketemu lagi dengan kalian”.
Bekantan, sejenis kera yang memiliki hidung berdaging panjang dan Gibbon yang
baru dilepas-liarkan karena sempat dipelihara oleh orang kaya di kota, tampak termenung
dari awal. Dia nampaknya ditugasi oleh kelompoknya untuk mengikuti pertemuan. “Kok
kalian berdua bengong saja! Ada yang kalian pikirkan atau ada usul?”, tanya si Jantan
Orang Utan. “Ya, Kanda!”, kata si Bekantan dengan suara memelas. “Presiden Republik
Indonesia, Joko Widodo atau yang dikenal dengan Jokowi, malah mau memindahkan
ibukota RI ke wilayah kita ini”, jelasnya. “Waah, di mana?”, teriak semua yang
hadir hampir serempak. “Rencana sih di Kalimantan Timur”, sahut si Gibbon. “Oh,
jauh ya dari tempat kita”, celetuk si Jantan Orang Utan. “Tetapi pasti
orang-orang akan berdatangan ke wilayah kita ini, membangun segala macam lalu
kita akan tergusur dan mungkin punah dari muka bumi”, gerutu para hewan yang
lain dengan perasaan kaget dan khawatir yang teramat sangat. “Eh, saya dengar,
Presiden Jokowi itu orang hutan juga ya?”, tanya si Burung Hantu asal nyeletuk.
“Hee, jangan sembarangan kau ucap, ya! Nanti kamu bisa ditangkap karena
termasuk mencemarkan nama baik dan menghina”, kata si Jantan Orang Utan
menyadarkan. Tetapi si Burung Hantu buru-buru menjelaskan lebih lanjut :”Bahwa
Presiden Jokowi itu seorang Sarjana Ilmu Kehutanan bertitel Insinyur atau Ir. Sehingga
bisa kita bilang orang hutan, orang yang
tahu segala seluk-beluk tentang hutan. Gitu lho, maksud saya! Dan lagi, sewaktu
menjadi Gubernur DKI Jakarta , pak Jokowi itu pernah melarang “Topeng Monyet” lho!
Mencari makan kok menyiksa hewan, sungguh tidak berperi-kehewanan, begitu kira-kira
pola pikir pak Jokowi”, jelas si Burung Hantu lebih lanjut bak seorang guru
menerangkan kepada murid-muridnya. “Baik kawan-kawan, saya punya usul! Menyongsong
ibu kota baru NKRI di wilayah kita ini, mari kita kirim surat kepada Presiden Jokowi.
Mari kita bikin usul rame-rame!”, ujar si Jantan Orang Utan dengan yakin seolah pandai menulis surat. “Hayo mari
kita rumuskan bersama! Burung Hantu, cari ranting yang runcing untuk menulis!
Kera, kau cari daun-daun lebar yang bisa dipakai untuk menulis!”, lanjut si
Jantan Orang Utan, sepertinya tidak sabar lagi. “Ya, mari kita mulai!”, ujarnya
sambil menerawang ke atas dan jari telunjuk yang kanan ditaruh di jidat bak
pemikir yang sedang memeras otaknya. “Kepada Presiden Jokowi di Jakarta. Kami
penghuni hutan pulau Kalimantan, mendengar, bahwa ibukota NKRI akan pindah dari
Jakarta ke kawasan kami, ya Pak? Kalau ya, kami semua senang tetapi takut jika
kami nanti tergusur dan punah, Pak! Lalu apa kata dunia? Oleh karena itu kami punya
usul, agar kawasan kami ini tetap terjaga, hutan serta kehidupan kami yang unik
ini! Mohon pak Presiden pikirkan agar dibuat jalanan semacam tembok Cina yang
meliuk-liuk sepanjang hutan dan sungai, tetapi terlindung atas-bawah agar
kawan-kawan saya yang besar maupun yang kecil-kecil tidak bisa masuk mengganggu
manusia. Biarlah manusia dari segala penjuru dunia melalui jalanan itu bisa
menyaksikan kami dengan kedamaian dan saling membutuhkan penghidupan serta
hiburan. Perpindahan penduduk dan pertumbuhannya juga mestinya terkendali
dengan baik, dan huniannya tertata dengan baik supaya bisa menarik para
wisatawan karena lingkungan yang indah. Juga sungai-sungai sebaiknya ditata
dengan bersungguh-sungguh sehingga bukan lagi sebagai tontonan banjir, tetapi
sebagai sarana pariwisata alam untuk bercengkerama dengan kami. Sebagai kawasan
ibukota, mestinya banyak anggota TNI dan POLRI yang menjaga, dan bersamaan
dengan itu mohon ikut menjaga kelestarian hutan, dan mengamankan kami sebagai penghuninya.
Terimakasih Bapak Presiden, mohon maaf kami tidak bermaksud menggurui,
melainkan hanya sekedar sumbang saran. Hormat kami, atas nama penghuni hutan
Kalimantan, tertanda “Orang Utan”.
Ternyata semua tokoh penghuni hutan
yang hadir ikut mencatat surat yang didiktekan oleh si Jantan Orang Utan.
“Hee….., apa yang kalian tulis, Buaya dan lain-lain yang juga mengumpulkan
naskah? Huruf apa yang kalian tulis?”, tanya si Jantan Orang Utan dengan bangga
karena semua mendukung langkahnya. “Ini huruf-huruf di lingkungan kami, Kanda! Biarlah kita kirim
saja, siapa tahu di Pemerintahan ada yang paham tulisan kami ini”, jelas mereka
saling mendukung. Dengan penuh suka-cita dan mengucap terimakasih kepada semua
yang hadir, si Jantan Orang Utan menutup pertemuan yang sangat bersahabat
tersebut. Tetapi sebelum bubar, tiba-tiba si Kera tarik suara dengan lantang
:”Kanda, kebetulan saya menemukan bekas amplop-amplop besar dan koran-koran milik
petugas atau pejabat pembabat hutan yang ditinggal di hutan. Kita bisa pilih huruf-hurufnya
untuk dimanfaatkan berkirim surat agar bisa sampai ke tangan pak Jokowi dengan
selamat!”.
Surat dari dedaunan itu segera dilipat
rapi dan kepada Kera yang lincah, bersama Anjing sebagai pengawal, diminta
untuk mengirim atau menaruh surat itu ke Kantor Pos. Atau meletakkan di Kantor
Pemerintahan, atau markas TNI/ POLRI dan mana saja yang terdekat, dengan
harapan bisa disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.*****
Senin, 03 Januari 2022
KALI LAMONG
Opini dalam bentuk puisi ini telah dimuat di majalah Clapeyronmedia yang diterbitkan oleh Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gajah Mada. Puisi ini saya maksudkan untuk menyoroti desa saya yang selalu kebanjiran pada setiap musim hujan.
Aku lahir dan dibesarkan di desa Bulurejo-Benjeng
Masuk wilayah Kabupaten Gresik, sekarang
Aku tinggal di sana sampai tahun 1962,
waktu aku baru
naik ke kelas enam Sekolah Dasar
Pada rentang masa itu
Aku sering mandi bersama teman-teman di Kali Lamong
Yang kering di waktu musim kemarau dan dipakai tempat main
bola,
tetapi air sering meluap ketika musim hujan tiba
Sewaktu aku di kelas dua SD tahun 1958, pernah terjadi
banjir besar
yang juga menggenangi sekolahku, sehingga diliburkan
Waktu itu ada kabar dari Pak Lurah yang disampaikan
berkeliling
Konon ada Ular Sakti yang selesai bertapa di Kali Lamong
Sekarang Ular itu berjalan merayap pindah dari Kali Lamong,
ke Telaga Rayung yang letaknya sekitar limaratus meter dari Sekolah
Setelah dua hari, banjir kemudian surut
jalan raya depan
sekolah terbelah, berbentuk seperti selokan
Konon, jalan itu yang telah dilewati oleh si Ular Sakti
yang selama perjalanan tidak mau terlihat manusia
Dan sepertinya benar juga, karena banyak orang melihat,
membuktikan
Seperti ada bekas balok yang lewat dari Kali Lamong ke
Telaga Rayung
Nyatanya, banjir terjadi berkali-kali setiap tahun
Bupatinya yang memimpin juga silih berganti
Tetapi tak satu pun yang mampu menanggulangi banjir
Terakhir dan terparah terjadi pada Desember 2020,
setelah rakyatnya berpesta memilih Bupati dan Wakil Bupati
baru
Sebentar lagi bulan Desember 2021 akan datang menjelang
Akankah pemimpin baru mampu menangkal dan menanggulangi
banjir?
Atau akan setali tiga uang alias sama saja dengan yang
dulu-dulu?
Selamat bekerja Bupati dan Wakil Bupati baru!
Rakyat menanti hasil kerja dan karya Anda! *****
Bekasi, Desember 2020