Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Tampilkan postingan dengan label anak-anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label anak-anak. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Mei 2024

Kisah Kodok Ijo dan Cicak

 

Ilustrasi Katak dan Cicak. (Sumber: NU Probolinggo)

Taman Kanak-kanak (TK) Yudha Jatikramat Indah I Bekasi ramai anak sekolah sedang istirahat. Mereka berlarian dan bersenda-gurau ala anak-anak yang sebagian besar masih berusia balita. Seekor Cicak warna putih kehitaman yang sudah lama menghuni di Gedung TK Yudha ikut sibuk mengamati keceriaan anak-anak sambil memperhatikan makanan mereka yang tercecer karena masih pada belajar makan mandiri. Cicak itu selalu kenyang memakan ceceran makanan anak-anak yang beraneka macam jenis masakan.

       Bel berbunyi, tanda istirahat sudah selesai. Anak-anak masuk kelas kembali dengan rapi dan teratur. Setelah anak-anak duduk rapi, Ibu Guru berseru :”Anak-anak, sekarang kita akan menyanyi! Lagunya berjudul “Cicak”. Siapa yang sudah tahu Cicak?”. Semua menjawab sambil mengangkat tangan :”Saya tahu Bu Guru!”. Baik, sekarang dengarkan semuanya, kata Bu Guru.

Karena mendengar namanya disebut-sebut, Cicak lalu beranjak masuk ke dalam kelas dan langsung merayap ke dinding kelas terus naik ke atas. Anak-anak ada yang mengamati. “He…..,itu Cicaknya!”, seru mereka sambil menuding ke arah Cicak yang sudah bertengger di dinding sekolah. “Iya,..lihat semuanya, itulah Cicak, dia ikut memperhatikan kalian! Ayo kita menyanyi yang baik!”, pinta Bu Guru.

Bu Guru memulai menyanyi dengan suara merdunya. “Cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap. Datang seekor nyamuk, hap…hap…lalu ditangkap”, begitu berulang-ulang dan semua murid menyimak dan ada yang menirukan karena kebanyakan sudah diajari oleh orangtuanya di rumah. Cicak menyimak dengan senang hati karena namanya disebut dalam nyanyian. Sambil berjoget menyibak-nyibakkan ekornya, dia berpikir, nyamuk pasti enak, ya! Dia membayangkan :”Di mana ya bisa dapat nyamuk?”.

Lama-kelamaan si Cicak tahu wujud nyamuk yang biasa muncul pada malam hari dan sukanya menggigit manusia. Pada hal, pada malam hari di Sekolah TK Yudha tidak ada manusia sehingga tidak dijumpai nyamuk sama sekali. Tiap hari anak-anak menyanyikan lagu Cicak disertai gayanya masing-masing. Suatu hari Bu Guru bercerita tentang nyamuk, serangga berbahaya karena bisa menyebarkan dan menyebabkan berbagai jenis penyakit pada manusia yang digigit. Cicak jadi tahu bahwa nyamuk berkembang biak dengan bertelur di air, kemudian berubah menjadi jentik-jentik, dan beberapa lama kemudian berubah menjadi nyamuk. Diam-diam Cicak melakukan observasi, dia pergi ke got atau selokan dekat sekolah. Sepanjang pagi, siang dan malam dia mengamati got. Ternyata benar, dia tahu kapan nyamuk bertelur, jadi jenti-jentik dan setelah sampai waktunya, umumnya pada sore hari berubah menjadi nyamuk dan langsung terbang setelah bertengger di tempat daratan atau di atas daun tumbuh-tumbuhan sebelum terbang. Berhari-hari Cicak mengamati nyamuk yang baru berubah dari jentik-jentik menjadi nyamuk. Sesekali dia berancang-ancang ingin menangkap nyamuk sebelum terbang, tetapi dia selalu ragu-ragu takut jatuh ke air. Dan benar juga, ketika Cicak mau menyaplok nyamuk, tidak berhasil karena keburu terbang dan dia malah terjatuh ke dalam air. “Sialan !”, katanya sambil tertatih-tatih berusaha berenang ke daratan. Maksud hati ingin menikmati nyamuk malah tertelan air got. Untung masih bisa menyelamatkan diri dan kembali bertengger di atas daun. “Ah…,lebih nyaman menikmati ceceran makanan anak-anak TK yang beragam !”, gerutu Cicak.

       Sedang asyik membayangkan rasa nyamuk, tiba-tiba datanglah seekor Kodok Ijo yang sedang santai berenang ria. “Hai Cicak, sedang ngapain kamu termenung di situ?”, sapa Kodok Ijo mengagetkan si Cicak. Kodok Ijo yang tiba-tiba menyembul ke permukaan, membuat Cicak tergeragap dan menjawab :”Aku sedang menunggu nyamuk tapi belum pernah dapat!”. Oh, kamu sebaiknya makan yang biasa kamu cari saja, Cicak! Biar aku yang makan jentik-jentiknya. Dan lagi, sudah lama ya kamu berjaga di sini?”, kata Kodok Ijo memberi saran kepada Cicak.

“Nggak juga! Aku kan hanya ingin merasakan nyamuk seperti yang dinyanyikan anak-anak TK. Sehingga sampailah aku di tempat ini. Selama ini sih, aku dapat makanan dari anak-anak yang tercecer di kelas atau tempat bermain, karena mereka kan baru belajar makan mandiri!”, jelas si Cicak. “Temanmu banyak, ya Cicak? Kalau aku tinggal sendirian karena teman-temanku banyak ditangkap manusia untuk dijadikan santapan. Aku berhasil lari dan bersembunyi di sepanjang got di komplek perumahan ini. Dan ternyata lumayan, gotnya cukup bersih dan banyak nyamuk bertelur!”, cerita si Kodok Ijo sedikit memelas. “Kalau aku, temanku banyak karena tidak diburu manusia, dan aku bisa sembunyi di celah-celah yang aman”, jelas si Cicak. Kodok Ijo dengan matanya berkaca-kaca melanjutkan ceritanya :”Dulu temanku juga banyak sekali, karena tempat kita ini tadinya berupa persawahan yang luas. Menurut tetuaku, persawahan itu sangat luas dan hidup berbagai hewan air termasuk ular yang juga memangsa kelompokku. Ketika kemudian berubah menjadi kawasan perumahan, terjadi pengurugan lahan, dan sejak itu Kodok Ijo banyak terbunuh. Beruntung, kelompok biangku berhasil lari menyelamatkan diri. Disamping perburuan oleh manusia untuk diperdagangkan sebagai bahan santapan, manusia yang semakin banyak juga membuat kami punah karena got menjadi jorok dan banyak beracun. Sewaktu kami masih banyak, di malam hari kami selalu bernyanyi bersama. Orang bilang kami ber”ngorek” sehingga ada lagu tentang Kodok!”. Yang tiba-tiba memancing Cicak nyeletuk :”Coba kau nyanyikan lagumu itu, biar aku tahu!”.

       Dengan sedikit tersenyum dan tertawa kecil, Kodok Ijo kemudian bernyanyi :”Kodok ngorek…Kodok ngorek,,,ngorek pinggir kali. Teot teblung…teot teblung…teot…teot teblung. Bocah pinter…bocah pinter…besuk dadi dokter”. Cicak sambil mengibaskan ekornya pertanda sangat suka, memberikan komentar :”Oei, lagumu bagus lho Kodok Ijo!”. Sambil membanggakan diri, Kodok Ijo menyambung ceritanya :”Ya, tetapi sekarang aku tidak pernah bernyanyi atau ber”ngorek” lagi, di samping karena sendirian, juga takut diketahui manusia atau ular yang kemudian memburuku. Maka aku hanya sembunyi terus sambil mencari serangga makananku. Aku paling suka makan jentik-jentik lho, Cicak! Jadi kamu tidak akan sempat mencoba makan nyamuk dari sepanjang got ini. Manusia mestinya berterimakasih kepadaku dan kawan-kawanku, karena nyamuk sudah kuberantas sejak baru menjadi jentik-jentik”.

       Sedang asyiknya mereka berdua bersantai ria di pagi hari, tiba-tiba air got berombak cukup mengagetkan. Kodok Ijo dan Cicak sempat terjengkang dari tempatnya. Kodok Ijo sangat paham suasana demikian. “Cicak…., mungkin orang-orang sedang kerja bakti keruk-keruk got, Aku harus menyelamatkan diri, lari dari tempat ini! Aku harus segera mencari tempat yang aman!”, seru Kodok Ijo dengan tergopoh-gopoh dan segera lari dengan berenang.

       Dengan perasaan iba, Cicak berteriak kepada Kodok Ijo yang sudah menjauh :”Selamat ya Kodok Ijo, semoga kamu dapat tempat yang aman dan nyaman. Semoga kamu ketemu teman-temanmu di tempat yang membahagiakan! Sambil menitikkan air matanya, Cicak terus mengamati Kodok Ijo yang berenang semakin menjauh dari pandangannya. Setelah hilang dari penglihatannya, Cicak pun segera beringsut menyembunyikan diri dan siap lari ke pelataran TK untuk mencari makanan anak-anak yang tercecer, sembari terus berdoa bagi keselamatan si Kodok Ijo, sahabat barunya yang tiba-tiba terputus dan berpisah. ***** Bekasi, pertengahan September 2022.

Minggu, 03 Juli 2022

KURANG GARAM, KURANG CABE

 

Anak Kecil Sedang Bernyanyi. (Sumber: Pexels oleh Katya Wolf)

      Setiap datang hari Rabu, Darso pasti merasa sedih. Mata pelajaran kesenian selalu membuatnya keringat dingin, inginnya segera pulang kalau saja tidak takut dihukum atau dimarahi Ibunya karena membolos. Setiap pelajaran kesenian, dalam batin dia berdoa, semoga pelajarannya diisi dengan melukis atau menggambar, atau prakarya saja, jangan seni suara atau menyanyi. Kalau pelajaran menyanyi pasti mati kutu, deg-degan sepanjang pelajaran, karena takut mendapat giliran. Kalau kebetulan mendapat giliran, senangnya Darso menyanyikan lagu yang cepat, biar cepat selesai. Yang membuat Darso sedih dan malu, karena setiap menyanyi pasti disoraki teman-temannya dan diteriaki bersahut-sahutan :” Hee…suaranya fals, kurang garam!. Iya…kurang garam!”.

      Alam pikiran murid kelas tiga Sekolah Dasar kebanyakan percaya saja. Pada hal pelajaran seni suara adalah suasana kegembiraan dan penuh senda-gurauan serta gelak-tawa. Tetapi Darso suka baperan, selalu dibawa ke perasaan. Maka setiap jajan waktu istirahat, yang dituju Darso selalu tukang bakso atau mie ayam dan minta garam yang banyak. Tukang bakso sampai dibuat keheranan. Anehnya, setiap menyanyi kok teman-temannya masih saja teriak kurang garam bersaut-sautan sehingga membuat Darso juga heran. “Ah, mungkin lagunya yang harus ganti! “, pikirnya dalam hati. Maka dihapalkannya lagu lain, dengan harapan tidak dibulli lagi oleh teman-temannya.

      Tiap mandi, Darso bernyanyi dengan lagu baru pilihannya. Ibunya keheranan, karena Darso sekarang suka bernyanyi dan dengan suaranya keras-keras. Ketika tampil dengan lagu baru, teman-temannya malah berubah teriakannya dan saling bersautan:” Oe…lagu baru choi! Tapi masih fals, kurang cabe, kurang sambal pedas!, Iya…, kurang nyaring, kurang cabe !”. Darso mikir lagi, bagaimana suara bisa nyaring, ya? Maka tak berpikir panjang, setiap istirahat, Darso selalu lari ke tukang bakso dengan sambal dibanyaki dan terkadang sampai gaber-gaber. Tukang bakso dibuat heran lagi. Beberapa hari yang lalu suka garam, kok sekarang ganti suka sambal. Bahkan suatu kali, tukang bakso sampai marah dan ngomel-ngomel menuduh Darso yang menghabisi sambal.

      Tiba-tiba Darso tidak masuk sekolah, kabarnya sakit perut. Karena sudah tiga hari ijin  sakitnya, Guru Wali Kelas dan teman-temannya kemudian pergi menjenguk ke rumah Darso. Berjalan kaki mereka beriringan menuju ke rumah Darso sepulang sekolah. Dengan pucat dan masih lemah, Darso didampingi Ibundanya tertawa meringis karena geli ketika diminta Ibu Guru bercerita pengalamannya supaya didengar teman-temannya. Darso mengaku dengan jujur semua pengalamannya yang aneh dan lucu, sambil tertawa geli dan berharap mendapat simpati. Sambil menatap temannya yang paling garang meledek sewaktu dia bernyanyi,, Darso meneruskan ceritanya :”Karena setiap menyanyi selalu diolok-olok teman-teman, katanya suara fals kurang garam dan kurang cabe, maka diam-diam sewaktu jajan bakso atau mie ayam, saya selalu suka makan sambal dan mungkin terlalu banyak. Sakit perut ini kata dokter, karena kebanyakan makan sambal yang pedas sehingga mengganggu pencernaan”. Ibunda Darso ikut menimpali sambil tersenyum geli :”Dipikirnya, dengan banyak makan sambal dikiranya bisa bernyanyi seperti artis penyanyi, tak tahunya ternyata perutnya yang jadi terkikis”. Mendengar cerita Darso, semua yang menjenguk tertawa terkekeh-kekeh.

       Cukup lama mereka menjenguk Darso, saling mengobrol dan bercanda-ria. Ibu Guru tiba-tiba menghentikan acara kangen-kangenan Darso dengan teman-temannya dan berujar :”Anak-anak, Darso perlu istirahat yang banyak. Mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kalian masing-masing agar Tuhan Yang Mahakuasa segera memberikan kesembuhan kepada Darso sehingga bisa segera masuk sekolah kembali. Nanti kalian jangan lagi saling meledek atau membulli dan harus saling akur dengan sesama teman. Bagi yang beragama Islam mari kita bacakan Surat Al-Fatihah. Hayo, mari kita berdoa!”. Setelah dinasihati Ibu Guru Wali Kelas, semenjak itu tidak ada lagi buli-membuli di kelas terutama sewaktu pelajaran menyanyi atau seni suara.*****(dikembangkan dari cerpen karya Penulis dalam Bahasa Jawa yang berjudul “Kurang Uyah lan Kurang Lombok” dan dimuat dalam buku : Asmarandana, penerbit Graf Literasi, cetakan pertama  Agustus 2020 hal. 97-98).