Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Tampilkan postingan dengan label Hari Anak Nasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hari Anak Nasional. Tampilkan semua postingan

Minggu, 31 Juli 2022

Layang-Layang

      

Lukisan "Benjamin Franklin Drawing Electricity from the Sky" karya Benjamin West

        Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Apabila normal, pergantian musim terjadi dalam setiap setengah tahun. Dan pada setiap pergantian musim yang disebut musim pancaroba, angin bertiup demikian kencang dan selalu dimanfaatkan oleh orang dewasa maupun anak-anak untuk bermain layang-layang. Bulan Juli telah tiba, yang merupakan musim pancaroba, perubahan dari musim penghujan ke musim kemarau. Awal bulan Juli adalah merupakan libur panjang bagi anak sekolah dan segera memasuki tahun ajaran baru.

       Aji naik ke kelas enam. Bapaknya mewanti-wanti :”Aji, kamu sekarang sudah kelas enam. Sebentar lagi kamu akan masuk SMP. Kurangi bermain-main dan giatlah belajar agar nilai ujianmu bagus supaya nanti bisa mendapat SMP yang baik!”. Aji menyimak dan memperhatikan dengan baik nasihat Bapaknya. Sepulang sekolah, setelah sholat, makan siang dan istirahat, dia sempatkan waktu untuk membaca dan mengulang pelajaran yang didapat sepanjang hari tadi. Bapak si Aji sangat gembira dan bahagia melihat anaknya semakin rajin belajar dan mengurangi waktu bermain. Apalagi main HP dan menonton TV sudah sangat dia kurangi. Sesekali sempat juga main sepakbola di lapangan bersama teman akrabnya, Mono, Amin, Tomo dan Joni sambil bersenda-gurau.

       Pada hari Minggu pertengahan Juli, libur panjang seharian. Cuaca cerah dan panas menyengat. Angin bertiup kencang menerbangkan debu dan dedaunan yang sudah layu serta sampah ke segala arah. Terkadang diseling munculnya angin puting beliung kecil yang bergerak berputar-putar menghempaskan debu dan sampah berterbangan. Orang dewasa dan anak-anak ramai menerbangkan layang-layangnya yang berwarna-warni dan beraneka bentuk. Ada juga yang saling mengadu. Layang-layang dikendalikan menyambar kesana-kemari, menukik dan kemudian benang saling bergesekan. Kalau ada yang putus, bersorak-sorailah mereka dan sering disertai saling mengejek.

       Empat sekawan, Mono, Amin, Tomo dan Joni sedang asyik memainkan layang-layangnya disertai canda-ria. Tiba-tiba mereka saling mempertanyakan kenapa kok Aji tidak muncul main layang-layang seperti biasanya. Aji memang tidak lagi main layang-layang seperti dulu. Bapaknya menasihati, bahwa main layang-layang itu hanya membuang-buang waktu. Kalau ada layang -layang putus, anak-anak pada berlarian mengejar dan tidak tahu lagi bahaya yang mengancam misalnya ada yang terjatuh, atau tertabrak kendaraan bermotor. Lebih baik belajar, kata Bapaknya. Sore hari selepas main layang-layang, empat sekawan teman Aji sepakat mampir ke rumah Aji. “Assalamualaikum…..”, teriak mereka, yang disambut Ibunya Aji :”Waalaikum salaam, cari Aji ya! Tunggu ya, Aji sedang mandi. Ayo masuk!”. Ketika masuk ke ruang tamu, teman Aji kaget. Ternyata Aji punya banyak layang-layang yang dipajang di ruang tamu dan ada yang menumpuk di meja tamu. “Dia punya banyak layang-layang, tetapi kenapa tidak dimainkan, ya?”, tanya salah seorang keheranan sambil bergumam.

       Aji selesai mandi dan segera menemui teman-temannya :”Hai….., asyik ya mainnya!”. Temannya menjawab hampir serempak :”Iya asyik, kenapa kok kamu nggak ikut keluar seperti dulu, Aji?”. Aji kemudian menjelaskan secara panjang lebar kepada teman-temannya :”Begini teman-teman! Kita ini kan sudah naik ke kelas enam dan sebentar lagi mau ujian lalu mencari SMP. Bapak bilang, kurangi bermain dan banyaklah belajar agar mendapat nilai yang baik dan mendapat SMP yang baik. Layang-layang atau benangnya yang nyangkut di kabel listrik, bisa menyebabkan korsleting dan bisa timbul kebakaran, kan daerah kita padat perumahan dan banyak kabel listrik serta yang lain berselawiran. Banyak bangkai layang-layang yang nyangkut di kabel-kabel, atap rumah dan di pepohonan yang tidak sedap dipandang mata, kata Ibuku juga. Dari pada membuang-buang waktu lebih baik dipakai belajar, kata Bapakku!”. Tiba-tiba seorang di antara mereka menangkis :”Kan kita perlu juga refreshing dan bersuka-cita, Aji, jangan belajar terus, bisa pusing lho! Dan lagi, kok layang-layangmu kamu pajang, dan gambarnya bagus-bagus, beli di mana, ya?”. Aji menjawab :”Aku beli warna polos lalu kulukis sebagai refreshingku”. Seorang lagi menanyakan :”Lho, kok ada gambar kakek-kakek bermain layang-layang, kakekmu ya?”. Teman-temannya yang lain ikut menimpali tetapi disertai tertawa kecil kegelian sambil memperhatikan gambar seorang tua berkepala botak tetapi gondrong ke belakang yang dikiranya kakeknya Aji. Tetapi buru-buru Aji menjelaskan :”Oh bukan, itu Benjamin Franklin tokoh negarawan Amerika Serikat yang pernah bermaksud membuktikan listrik statis dari  awan, kilat dan petir dengan menerbangkan layang-layang setinggi mungkin sewaktu langit berawan mendung”.

       Wee…..hebat, Aji banyak membaca dan belajar, pengetahuannya banyak!”, seru si Amin dan bertanya :”Listrik statis itu apa ya, Aji?”. “Oh nanti, kita pasti tahu pada waktunya, belajar saja dulu sekarang dan sekolah terus!”, kelit Aji sambil tersenyum menjawab pertanyaan teman-temannya. Setelah melahap jamuan yang disuguhkan oleh Ibunya Aji, mereka pamit pulang. Di perjalanan, sambil masing-masing menenteng layang-layangnya, mereka saling bergumam :”Kita sebaiknya ikut rajin belajar seperti Aji, ya!”.*****

Bekasi, Juli 2022

Minggu, 03 Juli 2022

KURANG GARAM, KURANG CABE

 

Anak Kecil Sedang Bernyanyi. (Sumber: Pexels oleh Katya Wolf)

      Setiap datang hari Rabu, Darso pasti merasa sedih. Mata pelajaran kesenian selalu membuatnya keringat dingin, inginnya segera pulang kalau saja tidak takut dihukum atau dimarahi Ibunya karena membolos. Setiap pelajaran kesenian, dalam batin dia berdoa, semoga pelajarannya diisi dengan melukis atau menggambar, atau prakarya saja, jangan seni suara atau menyanyi. Kalau pelajaran menyanyi pasti mati kutu, deg-degan sepanjang pelajaran, karena takut mendapat giliran. Kalau kebetulan mendapat giliran, senangnya Darso menyanyikan lagu yang cepat, biar cepat selesai. Yang membuat Darso sedih dan malu, karena setiap menyanyi pasti disoraki teman-temannya dan diteriaki bersahut-sahutan :” Hee…suaranya fals, kurang garam!. Iya…kurang garam!”.

      Alam pikiran murid kelas tiga Sekolah Dasar kebanyakan percaya saja. Pada hal pelajaran seni suara adalah suasana kegembiraan dan penuh senda-gurauan serta gelak-tawa. Tetapi Darso suka baperan, selalu dibawa ke perasaan. Maka setiap jajan waktu istirahat, yang dituju Darso selalu tukang bakso atau mie ayam dan minta garam yang banyak. Tukang bakso sampai dibuat keheranan. Anehnya, setiap menyanyi kok teman-temannya masih saja teriak kurang garam bersaut-sautan sehingga membuat Darso juga heran. “Ah, mungkin lagunya yang harus ganti! “, pikirnya dalam hati. Maka dihapalkannya lagu lain, dengan harapan tidak dibulli lagi oleh teman-temannya.

      Tiap mandi, Darso bernyanyi dengan lagu baru pilihannya. Ibunya keheranan, karena Darso sekarang suka bernyanyi dan dengan suaranya keras-keras. Ketika tampil dengan lagu baru, teman-temannya malah berubah teriakannya dan saling bersautan:” Oe…lagu baru choi! Tapi masih fals, kurang cabe, kurang sambal pedas!, Iya…, kurang nyaring, kurang cabe !”. Darso mikir lagi, bagaimana suara bisa nyaring, ya? Maka tak berpikir panjang, setiap istirahat, Darso selalu lari ke tukang bakso dengan sambal dibanyaki dan terkadang sampai gaber-gaber. Tukang bakso dibuat heran lagi. Beberapa hari yang lalu suka garam, kok sekarang ganti suka sambal. Bahkan suatu kali, tukang bakso sampai marah dan ngomel-ngomel menuduh Darso yang menghabisi sambal.

      Tiba-tiba Darso tidak masuk sekolah, kabarnya sakit perut. Karena sudah tiga hari ijin  sakitnya, Guru Wali Kelas dan teman-temannya kemudian pergi menjenguk ke rumah Darso. Berjalan kaki mereka beriringan menuju ke rumah Darso sepulang sekolah. Dengan pucat dan masih lemah, Darso didampingi Ibundanya tertawa meringis karena geli ketika diminta Ibu Guru bercerita pengalamannya supaya didengar teman-temannya. Darso mengaku dengan jujur semua pengalamannya yang aneh dan lucu, sambil tertawa geli dan berharap mendapat simpati. Sambil menatap temannya yang paling garang meledek sewaktu dia bernyanyi,, Darso meneruskan ceritanya :”Karena setiap menyanyi selalu diolok-olok teman-teman, katanya suara fals kurang garam dan kurang cabe, maka diam-diam sewaktu jajan bakso atau mie ayam, saya selalu suka makan sambal dan mungkin terlalu banyak. Sakit perut ini kata dokter, karena kebanyakan makan sambal yang pedas sehingga mengganggu pencernaan”. Ibunda Darso ikut menimpali sambil tersenyum geli :”Dipikirnya, dengan banyak makan sambal dikiranya bisa bernyanyi seperti artis penyanyi, tak tahunya ternyata perutnya yang jadi terkikis”. Mendengar cerita Darso, semua yang menjenguk tertawa terkekeh-kekeh.

       Cukup lama mereka menjenguk Darso, saling mengobrol dan bercanda-ria. Ibu Guru tiba-tiba menghentikan acara kangen-kangenan Darso dengan teman-temannya dan berujar :”Anak-anak, Darso perlu istirahat yang banyak. Mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kalian masing-masing agar Tuhan Yang Mahakuasa segera memberikan kesembuhan kepada Darso sehingga bisa segera masuk sekolah kembali. Nanti kalian jangan lagi saling meledek atau membulli dan harus saling akur dengan sesama teman. Bagi yang beragama Islam mari kita bacakan Surat Al-Fatihah. Hayo, mari kita berdoa!”. Setelah dinasihati Ibu Guru Wali Kelas, semenjak itu tidak ada lagi buli-membuli di kelas terutama sewaktu pelajaran menyanyi atau seni suara.*****(dikembangkan dari cerpen karya Penulis dalam Bahasa Jawa yang berjudul “Kurang Uyah lan Kurang Lombok” dan dimuat dalam buku : Asmarandana, penerbit Graf Literasi, cetakan pertama  Agustus 2020 hal. 97-98).