Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Kamis, 19 Agustus 2021

Memfilmkan Legenda, Kenapa Tidak?

Beberapa tahun yang lalu sebagaimana diberitakan di berbagai media massa, Menteri Kebudayaan & Pariwisata waktu itu, memberikan semacam instruksi kepada para Kepala Daerah. Dianjurkan agar tiap daerah provinsi membuat film kepahlawanan daerahnya masing – masing. Tujuannya mungkin untuk menumbuhkan nilai – nilai kejuangan kepada generasi muda yang sudah ada tanda – tanda mulai terkikis. Atau mungkin dalam rangka meningkatkan  upaya pelestarian nilai seni budaya  setiap daerah serta untuk meningkatkan pariwisata melalui film.

Padahal, kalau ambisi itu dituruti, yang terjadi adalah mungkin merupakan langkah yang sia – sia. Jauh panggang dari api, kata pepatah. Sebagai pengalaman mungkin dapat dievaluasi, misalnya,film “Tjut Nyak Dien” yang pernah dibuat dengan ambisius, tetapi nyatanya kurang  peminat. Dari berbagai sudut, film itu kurang menarik. Apalagi setiap film sejarah Indonesia, yang menonjol hanyalah yang berbau melawan penjajah Belanda atau Jepang, dan kemasannya pada umumnya kurang menarik.

Film menarik adalah film yang bisa menarik penonton sebanyak-banyaknya walaupun tanpa promosi yang berarti. Film menarik bisa karena bintang pendukungnya, alur ceritanya, teknik pembuatannya, lokasi shooting atau  bisa karena keseluruhannya menarik. Sebagai contoh, film Laskar Pelangi yang pernah mencapai Box Office beberapa waktu yang lalu. Film itu menarik karena menyangkut penggalan sejarah pendidikan suatu zaman dan lokasinya yang menarik. Disamping penggarapannya juga cukup mengesankan. Lebih menarik lagi karena terbukti kepulauan Bangka-Belitung sebagai lokasi shooting film tersebut kemudian dibanjiri banyak turis (Rakyat Merdeka 2 Mei 2010).

FILM TENTANG LEGENDA

Sekiranya benar bahwa film daerah ditujukan untuk meningkatkan sektor pariwisata melalui pengenalan seni dan budaya daerah, maka yang tepat adalah menginstruksikan setiap daerah untuk membuat film tentang legenda daerah. Legenda menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Balai Pustaka 2006) adalah cerita dari zaman dahulu yang dikenal dan digemari orang yang bertalian dengan peristiwa bersejarah.

Legenda itu bisa diambil dari ikon alam atau seni budaya masing – masing daerah . Sebagai contoh, Reog Ponorogo atau Gunung Bromo dari Jawa Timur,betapa menariknya apabila legendanya yang penuh misteri itu  difilmkan. Boleh jadi, Reog Ponorogo tidak  akan diklaim oleh Malaysia sekiranya legendanya di filmkan secara kolosal. Atau turis akan semakin berbondong – bondong datang setelah menyaksikan film tentang legenda Gunung Bromo yang menawan dengan legenda Hari Raya Kesodonya.

Sebagai contoh menarik, pernah ada film pada tahun 70’an yang dibuat oleh sebuah negara Asia berjudul “The Snake Man”(manusia ular). Film itu tentang legenda terjadinya sumber mata air pemandian alam yang antara lain berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit kulit dan pernah memenangkan Festival Film Asia. Cerita dalam film itu sebenarnya sederhana saja karena menceritakan tentang seorang wanita yang sudah bersuamikan lelaki yang pencemburu, berselingkuh dengan seekor ular sakti .Hasil perselingkuhan yang tidak diniati itu membuahkan  seekor ular sakti yang kemudian bisa menjelma menjadi pemuda tampan  setelah bertapa di suatu pegunungan yang terdapat danau yang indah. Film tersebut berbau pornografi, tetapi tidak menonjolkan adegan pornografinya. Berbau mistik karena mengandung hal – hal yang menyangkut pertapaan dan kesaktian tetapi menariknya, dalam penggarapannya tidak menampakkan adegan horor yang menyeramkan. Episode demi episode semuanya menarik karena menggambarkan adegan yang mengesankan dengan  latar belakang alam dan kehidupan yang benar-benar menggambarkan zaman baheula. Happy ending film tersebut mengetengahkan suatu objek pariwisata yang sangat terkenal di suatu daerah di negara pembuat film  yang berupa lokasi pemandian alam yang indah dan masih ramai dikunjungi para turis sampai sekarang. Paling tidak ,sampai film tersebut dibuat, obyek pariwisata itu masih dipertahankan. Dan sudah dapat dipastikan, pemerintah serta masyarakatnya berusaha melestarikan obyek pariwisata tersebut dengan bukti pembuatan film legendanya yang berhasil diekspor ke berbagai negara 

Mungkin waktunya belum terlambat. Industri pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia bisa dikembangkan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia melalui pembuatan film tentang legenda. Indonesia yang kaya akan objek wisata yang sangat menarik dan hampir semuanya mempunyai legendanya masing – masing,  mestinya juga sangat menarik apabila dituangkan ke dalam sebuah film layar lebar. Bahkan hewan komodo yang ada di pulau Komodo pun ada legendanya yang bisa digali untuk dibuatkan filmnya. Menurut penuturan penduduk setempat, kalau kita ke P.Komodo sebaiknya  dikawal oleh penduduk asli setempat. Tujuannya agar tidak dimangsa oleh hewan komodo yang termasuk binatang buas. Pengamanan itu bisa terjadi karena hewan komodo diyakini masih seketurunan dengan penduduk asli P.Komodo. Konon pada zaman dahulu kala, hidup seorang raja yang mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Kehidupan kerajaan dibiayai dari pajak yang dibayar oleh rakyatnya sesuai bidang usahanya. Adalah seorang perjaka tampan yang selalu mengirim ikan sebagai pajak mewakili ayahnya yang berprofesi sebagai nelayan. Karena seringnya bertemu pandang dengan anak nelayan yang tampan itu, membuat putri raja jatuh hati. Begitu juga anak nelayan tiba-tiba jatuh cinta. Karena gayung bersambut, maka semakin rajinlah anak nelayan itu mengantar pajak ikan ke istana agar bisa sering bertemu dengan putri raja. Rumor percintaan dua insan beda status sosial ini akhirnya sampai juga ke telinga sang raja. Sebagai akibatnya, sang raja melarang hubungan putrinya dengan anak nelayan tersebut. Tetapi tetap saja dengan sembunyi-sembunyi sang putri berusaha menemui sang perjaka. Sang raja semakin garang menghalangi hubungan keduanya dengan berbagai macam cara. Puncaknya, sang putri malah diam-diam lari dari istana dan bersembunyi di suatu goa bersama sang anak nelayan. Sang raja saking murkanya, terucap sumpah-serapah dan tidak mau  mengakui lagi putrinya tersebut. Dari hubungan yang tidak direstui itulah kemudian lahir komodo seperti wujudnya sekarang ini. Nah, seandainya legenda keberadaan hewan komodo ini digubah dan difilmkan secara cerdas dan menarik, bukan mustahil  akan semakin meningkatkan kunjungan wisatawan ke P.Komodo dan Kawasan Labuan Bajo yang sudah ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas, Dan tak kalah pentingnya adalah ikut membantu Pemerintah RI dalam memperjuangkan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Alam (New 7 Wonder s of Nature). Demikian juga Danau Toba di Sumatera Utara yang indah dan Danau Tiga Warna Kelimutu di pulau Flores serta legenda Candi Prambanan di Jawa Tengah dan banyak lagi, menunggu kreativitas para seniman dan budayawan Indonesia untuk menciptakan filmnya. Apabila upaya memfilmkan legenda  ini terwujud,dan menarik penggarapannya, bukan mustahil akan tercapai ”sekali merengkuh dayuh, dua tiga pulau akan terlampaui”. Artinya, melalui pembuatan film yang brilian tentang legenda, bersamaan dengan itu dapat meningkatkan mutu dan pendapatan sektor perfilman serta diharapkan dapat meningkatkan sektor pariwisata dan pertumbuhan ekonomi. Dan tak kalah pentingnya adalah timbulnya kesadaran peningkatan upaya pelestarian warisan alam ,lingkungan dan seni budaya yang dimiliki bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dengan demikian diharapkan akan semakin memperkenalkan INDONESIA  lebih luas lagi, dan tidak hanya sekedar  P.Bali seperti sekarang ini yang lebih terkenal dibanding negeri induknya. Dari pada membuat film yang aneh-aneh dan tidak laku seperti  beberapa tahun terakhir ini, lebih baik kita  berpaling ke cerita legenda yang berlatar belakang obyek pariwisata. Mari kita coba buktikan, siapa tahu setiap daerah akan berusaha menggali bakat serta kreativitas di kawasannya masing-masing!.*****.

 


Senin, 16 Agustus 2021

negeri sampah

 

Ada sebuah negeri antah berantah

Dikenal dengan Negeri Sampah

Karena di mana-mana sampah melimpah

Tumpah ruah dan mbrarah di segala arah


 Di daratan, laut dan sungai, serta di udara

 Berhamburan sampah aneka rupa

 Sampai yang tersangkut di kabel-kabel

 Bangkai layang-layang nampak berjubel


Di negeri banyak sampah

Manusianya buang sampah tanpa jengah

Asal lempar di segala tempat tanpa adab

Banjir di mana-mana karena sampah jadi penyebab

                              

Di negeri banyak sampah

Manusianya berebut pangkat dan jabatan dengan serakah

Tetapi tidak paham membuat negeri jadi indah

Karena tidak mengerti bagaimana cara menangani sampah


Di negeri banyak sampah berserakan

Semua daerahnya pernah punya semboyan

Ada yang bunyinya “ Tegar Beriman “

Dan aneka kata semboyan yang dipajang di jalan-jalan

 

Nyatanya, semboyan tinggal semboyan

Walau terucap pada setiap acara dan keramaian

Namun tidak ada yang mampu mengubah keadaan

Karena semboyan dicipta hanya asal-asalan


Ada lagi yang namanya penghargaan Adipura

Diplesetkan menjadi “ajang dusta, intrik dan pura-pura”

Karena yang pernah dapat, tetap saja kumuh dan tidak tertata

Terbukti, Adipura cuma ajang formalitas dan hura-hura

                                

Itulah hikayat sebuah Negeri Sampah

Yang sebetulnya gemah ripah dan kaya raya

Karena kekayaan alamnya yang melimpah

Tetapi merana karena koruptor dan penjarahnya merajalela


Di negeri bersimbah sampah

Banyak menghasilkan pemimpin kelas sampah

Mereka berebut kekuasaan dan jabatan dengan berbagai cara

Pada hal setelah memperoleh, karya apa yang dihasilkan, coba?*****


Bekasi, Agustus 2021