Entri yang Diunggulkan
GENERASI PENDOBRAK JILID III
Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April 2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...
Minggu, 25 Mei 2025
Lia dan Si Gembul
Minggu, 31 Juli 2022
Layang-Layang
![]() |
| Lukisan "Benjamin Franklin Drawing Electricity from the Sky" karya Benjamin West |
Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Apabila normal, pergantian musim terjadi dalam setiap setengah tahun. Dan pada setiap pergantian musim yang disebut musim pancaroba, angin bertiup demikian kencang dan selalu dimanfaatkan oleh orang dewasa maupun anak-anak untuk bermain layang-layang. Bulan Juli telah tiba, yang merupakan musim pancaroba, perubahan dari musim penghujan ke musim kemarau. Awal bulan Juli adalah merupakan libur panjang bagi anak sekolah dan segera memasuki tahun ajaran baru.
Aji naik
ke kelas enam. Bapaknya mewanti-wanti :”Aji, kamu sekarang sudah kelas enam.
Sebentar lagi kamu akan masuk SMP. Kurangi bermain-main dan giatlah belajar
agar nilai ujianmu bagus supaya nanti bisa mendapat SMP yang baik!”. Aji
menyimak dan memperhatikan dengan baik nasihat Bapaknya. Sepulang sekolah,
setelah sholat, makan siang dan istirahat, dia sempatkan waktu untuk membaca dan
mengulang pelajaran yang didapat sepanjang hari tadi. Bapak si Aji sangat
gembira dan bahagia melihat anaknya semakin rajin belajar dan mengurangi waktu
bermain. Apalagi main HP dan menonton TV sudah sangat dia kurangi. Sesekali
sempat juga main sepakbola di lapangan bersama teman akrabnya, Mono, Amin, Tomo
dan Joni sambil bersenda-gurau.
Pada hari
Minggu pertengahan Juli, libur panjang seharian. Cuaca cerah dan panas
menyengat. Angin bertiup kencang menerbangkan debu dan dedaunan yang sudah layu
serta sampah ke segala arah. Terkadang diseling munculnya angin puting beliung
kecil yang bergerak berputar-putar menghempaskan debu dan sampah berterbangan.
Orang dewasa dan anak-anak ramai menerbangkan layang-layangnya yang
berwarna-warni dan beraneka bentuk. Ada juga yang saling mengadu. Layang-layang
dikendalikan menyambar kesana-kemari, menukik dan kemudian benang saling
bergesekan. Kalau ada yang putus, bersorak-sorailah mereka dan sering disertai
saling mengejek.
Empat sekawan,
Mono, Amin, Tomo dan Joni sedang asyik memainkan layang-layangnya disertai
canda-ria. Tiba-tiba mereka saling mempertanyakan kenapa kok Aji tidak muncul
main layang-layang seperti biasanya. Aji memang tidak lagi main layang-layang
seperti dulu. Bapaknya menasihati, bahwa main layang-layang itu hanya
membuang-buang waktu. Kalau ada layang -layang putus, anak-anak pada berlarian
mengejar dan tidak tahu lagi bahaya yang mengancam misalnya ada yang terjatuh,
atau tertabrak kendaraan bermotor. Lebih baik belajar, kata Bapaknya. Sore hari
selepas main layang-layang, empat sekawan teman Aji sepakat mampir ke rumah
Aji. “Assalamualaikum…..”, teriak mereka, yang disambut Ibunya Aji :”Waalaikum
salaam, cari Aji ya! Tunggu ya, Aji sedang mandi. Ayo masuk!”. Ketika masuk ke ruang
tamu, teman Aji kaget. Ternyata Aji punya banyak layang-layang yang dipajang di
ruang tamu dan ada yang menumpuk di meja tamu. “Dia punya banyak layang-layang,
tetapi kenapa tidak dimainkan, ya?”, tanya salah seorang keheranan sambil
bergumam.
Aji
selesai mandi dan segera menemui teman-temannya :”Hai….., asyik ya mainnya!”.
Temannya menjawab hampir serempak :”Iya asyik, kenapa kok kamu nggak ikut
keluar seperti dulu, Aji?”. Aji kemudian menjelaskan secara panjang lebar
kepada teman-temannya :”Begini teman-teman! Kita ini kan sudah naik ke kelas
enam dan sebentar lagi mau ujian lalu mencari SMP. Bapak bilang, kurangi
bermain dan banyaklah belajar agar mendapat nilai yang baik dan mendapat SMP
yang baik. Layang-layang atau benangnya yang nyangkut di kabel listrik, bisa
menyebabkan korsleting dan bisa timbul kebakaran, kan daerah kita padat
perumahan dan banyak kabel listrik serta yang lain berselawiran. Banyak bangkai
layang-layang yang nyangkut di kabel-kabel, atap rumah dan di pepohonan yang
tidak sedap dipandang mata, kata Ibuku juga. Dari pada membuang-buang waktu
lebih baik dipakai belajar, kata Bapakku!”. Tiba-tiba seorang di antara mereka
menangkis :”Kan kita perlu juga refreshing dan bersuka-cita, Aji, jangan
belajar terus, bisa pusing lho! Dan lagi, kok layang-layangmu kamu pajang, dan
gambarnya bagus-bagus, beli di mana, ya?”. Aji menjawab :”Aku beli warna polos
lalu kulukis sebagai refreshingku”. Seorang lagi menanyakan :”Lho, kok ada
gambar kakek-kakek bermain layang-layang, kakekmu ya?”. Teman-temannya yang
lain ikut menimpali tetapi disertai tertawa kecil kegelian sambil memperhatikan
gambar seorang tua berkepala botak tetapi gondrong ke belakang yang dikiranya
kakeknya Aji. Tetapi buru-buru Aji menjelaskan :”Oh bukan, itu Benjamin Franklin
tokoh negarawan Amerika Serikat yang pernah bermaksud membuktikan listrik
statis dari awan, kilat dan petir dengan
menerbangkan layang-layang setinggi mungkin sewaktu langit berawan mendung”.
Wee…..hebat,
Aji banyak membaca dan belajar, pengetahuannya banyak!”, seru si Amin dan
bertanya :”Listrik statis itu apa ya, Aji?”. “Oh nanti, kita pasti tahu pada
waktunya, belajar saja dulu sekarang dan sekolah terus!”, kelit Aji sambil
tersenyum menjawab pertanyaan teman-temannya. Setelah melahap jamuan yang
disuguhkan oleh Ibunya Aji, mereka pamit pulang. Di perjalanan, sambil masing-masing
menenteng layang-layangnya, mereka saling bergumam :”Kita sebaiknya ikut rajin belajar
seperti Aji, ya!”.*****
Bekasi,
Juli 2022
Minggu, 03 Juli 2022
KURANG GARAM, KURANG CABE

Anak Kecil Sedang Bernyanyi. (Sumber: Pexels oleh Katya Wolf)
Setiap datang hari Rabu, Darso pasti
merasa sedih. Mata pelajaran kesenian selalu membuatnya keringat dingin,
inginnya segera pulang kalau saja tidak takut dihukum atau dimarahi Ibunya
karena membolos. Setiap pelajaran kesenian, dalam batin dia berdoa, semoga
pelajarannya diisi dengan melukis atau menggambar, atau prakarya saja, jangan
seni suara atau menyanyi. Kalau pelajaran menyanyi pasti mati kutu, deg-degan
sepanjang pelajaran, karena takut mendapat giliran. Kalau kebetulan mendapat
giliran, senangnya Darso menyanyikan lagu yang cepat, biar cepat selesai. Yang
membuat Darso sedih dan malu, karena setiap menyanyi pasti disoraki
teman-temannya dan diteriaki bersahut-sahutan :” Hee…suaranya fals, kurang
garam!. Iya…kurang garam!”.
Alam pikiran murid kelas tiga Sekolah
Dasar kebanyakan percaya saja. Pada hal pelajaran seni suara adalah suasana
kegembiraan dan penuh senda-gurauan serta gelak-tawa. Tetapi Darso suka
baperan, selalu dibawa ke perasaan. Maka setiap jajan waktu istirahat, yang
dituju Darso selalu tukang bakso atau mie ayam dan minta garam yang banyak.
Tukang bakso sampai dibuat keheranan. Anehnya, setiap menyanyi kok
teman-temannya masih saja teriak kurang garam bersaut-sautan sehingga membuat
Darso juga heran. “Ah, mungkin lagunya yang harus ganti! “, pikirnya dalam
hati. Maka dihapalkannya lagu lain, dengan harapan tidak dibulli lagi oleh
teman-temannya.
Tiap mandi, Darso bernyanyi dengan lagu
baru pilihannya. Ibunya keheranan, karena Darso sekarang suka bernyanyi dan
dengan suaranya keras-keras. Ketika tampil dengan lagu baru, teman-temannya
malah berubah teriakannya dan saling bersautan:” Oe…lagu baru choi! Tapi masih
fals, kurang cabe, kurang sambal pedas!, Iya…, kurang nyaring, kurang cabe !”.
Darso mikir lagi, bagaimana suara bisa nyaring, ya? Maka tak berpikir panjang,
setiap istirahat, Darso selalu lari ke tukang bakso dengan sambal dibanyaki dan
terkadang sampai gaber-gaber. Tukang bakso dibuat heran lagi. Beberapa hari
yang lalu suka garam, kok sekarang ganti suka sambal. Bahkan suatu kali, tukang
bakso sampai marah dan ngomel-ngomel menuduh Darso yang menghabisi sambal.
Tiba-tiba Darso tidak masuk sekolah,
kabarnya sakit perut. Karena sudah tiga hari ijin sakitnya, Guru Wali Kelas dan teman-temannya kemudian
pergi menjenguk ke rumah Darso. Berjalan kaki mereka beriringan menuju ke rumah
Darso sepulang sekolah. Dengan pucat dan masih lemah, Darso didampingi Ibundanya
tertawa meringis karena geli ketika diminta Ibu Guru bercerita pengalamannya
supaya didengar teman-temannya. Darso mengaku dengan jujur semua pengalamannya
yang aneh dan lucu, sambil tertawa geli dan berharap mendapat simpati. Sambil menatap
temannya yang paling garang meledek sewaktu dia bernyanyi,, Darso meneruskan
ceritanya :”Karena setiap menyanyi selalu diolok-olok teman-teman, katanya suara
fals kurang garam dan kurang cabe, maka diam-diam sewaktu jajan bakso atau mie
ayam, saya selalu suka makan sambal dan mungkin terlalu banyak. Sakit perut ini
kata dokter, karena kebanyakan makan sambal yang pedas sehingga mengganggu
pencernaan”. Ibunda Darso ikut menimpali sambil tersenyum geli :”Dipikirnya,
dengan banyak makan sambal dikiranya bisa bernyanyi seperti artis penyanyi, tak
tahunya ternyata perutnya yang jadi terkikis”. Mendengar cerita Darso, semua
yang menjenguk tertawa terkekeh-kekeh.
Cukup
lama mereka menjenguk Darso, saling mengobrol dan bercanda-ria. Ibu Guru tiba-tiba
menghentikan acara kangen-kangenan Darso dengan teman-temannya dan berujar :”Anak-anak,
Darso perlu istirahat yang banyak. Mari kita berdoa menurut agama dan
kepercayaan kalian masing-masing agar Tuhan Yang Mahakuasa segera memberikan kesembuhan
kepada Darso sehingga bisa segera masuk sekolah kembali. Nanti kalian jangan
lagi saling meledek atau membulli dan harus saling akur dengan sesama teman.
Bagi yang beragama Islam mari kita bacakan Surat Al-Fatihah. Hayo, mari kita berdoa!”.
Setelah dinasihati Ibu Guru Wali Kelas, semenjak itu tidak ada lagi
buli-membuli di kelas terutama sewaktu pelajaran menyanyi atau seni suara.*****(dikembangkan dari
cerpen karya Penulis dalam Bahasa Jawa yang berjudul “Kurang Uyah lan Kurang
Lombok” dan dimuat dalam buku : Asmarandana, penerbit Graf Literasi, cetakan
pertama Agustus 2020 hal. 97-98).
Jumat, 06 Mei 2022
BAKMI MINGGU PAGI
Hari menunjukkan jam satu siang. Siswa kelas lima dan kelas enam Sekolah
Dasar Negeri Jatikramat bubar sekolah hampir bersamaan. Mereka pulang ada yang
dijemput orangtuanya dengan kendaraan bermotor, dan ada juga yang naik becak
atau sepeda. Tetapi sebagian besar hanya berjalan kaki sambil berlari-lari
karena rumahnya dekat dengan sekolah.
Tidak seperti biasanya, Anto yang sudah duduk di kelas enam dan biasanya
periang, hari itu sepulang sekolah tampak murung. Sampai di rumah, tas dan
sepatunya dicampakkan begitu saja lalu mengurung diri di kamar. Samar-samar
ibunya mendengar teriakan teman-teman Anto :” Makanya An, jangan suka makan
bakmi saja. Habis, makan bakmi tidak
ajak-ajak, sih!”. Nadanya semua mengolok-olok dan mengejek. Herannya, semua
kata-katanya mengandung kata bakmi. Ibunya heran, kenapa Anto diolok-olok bakmi
dan apa hubungannya dengan Anto yang murung di kamar? Pada hal sehari-hari Anto
memang paling suka makan bakmi. Hampir setiap hari Anto minta dibikinkan atau
dibelikan bakmi sebagai makanan kesukaannya.
Ibunya masuk ke kamar Anto dan menyapa : “Anto, ayo ganti pakaian lalu
cuci tangan dan kaki!”. Berulang-ulang ibunya membujuk, tetapi Anto diam saja.
Ibunya berpikir, mungkin Anto baru saja bertengkar dengan teman-temannya. Atau mungkin
ada kaitannya dengan kata bakmi yang diteriakkan oleh teman-temannya tadi?
Berulang kali ibunya terus mencoba membujuk dan menghiburnya : “Ayo, Ibu
buatkan bakmi kesukaan Anto, ya?”. Tetapi Anto tak bergeming, malah semakin
tampak tambah murung.
***
Esok hari dan hari-hari berikutnya, Ibu Anto merasakan agaknya ada
perubahan perilaku antara Anto dengan teman-temannya. Yang bermain ke rumah
Anto menjadi berkurang. Ibunya berpikir dan semakin yakin kalau Anto habis
bertengkar, sehingga teman-temannya semua menjauh.
Karena cemas dan khawatir terhadap pergaulan
dan perkembangan jiwa Anto, Ibunya berusaha menanyakan dan mengorek lebih jauh
masalahnya. “Anto, kenapa Aji, Amir dan Andi tidak pernah bersamamu lagi? Kamu
bertengkar, ya? Ingat, Tuhan tidak menyukai orang-orang yang suka bermusuhan.
Nanti nilai sekolahmu bisa jadi jelek lho, apalagi mau menghadapi ujian akhir
nasional “, selidik Ibunya Anto suatu
ketika. Anto membisu saja, bahkan pada hari-hari berikutnya menjadi semakin
pendiam dan pemurung. Karena semakin khawatir terhadap perkembangan jiwa dan
mental serta ketakutan mempengaruhi semangat belajar Anto, Ibunya suatu sore
secara diam-diam mendatangi rumah Aji, temannya yang sangat akrab selama ini.
***
Ibu
Anto sedang bercakap-cakap dengan Ibu Aji di teras rumah ketika Aji pulang dari
bermain sepak-bola. “Selamat sore Tante! Apakah tante bersama Anto?”, sapa Aji
dengan ceria. “Tidak Aji, Anto ada di rumah. Tadinya Tante ajak, tetapi tidak
mau. Coba sini, Tante mau tanya!”, kata Ibu Anto membalas sapa Aji.
Ketika Ibu Anto menanyakan kerenggangan hubungan Aji dan kawan-kawan dengan
Anto, Aji menjelaskan : ”Bahwa bermula dari nilai Anto yang tidak bagus diantara
kami, Tante! Dia juga tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah atau PR, sehingga
dihukum berdiri di depan kelas. Bapak Guru memberi nasihat kepada kami yang
nilainya jelek, agar menjauhi BAKMI. Kata Pak Guru, BAKMI yang dimaksud itu
singkatan dari B = bosanan, A = aras-arasen, bahasa Jawa yang maksudnya
ogah-ogahan, K = keset yang artinya tidak bergairah, M = malas dan I = isinan artinya
pemalu. Karena kawan-kawan tahu Anto suka sekali makan bakmi, maka jadilah
olok-olokan itu pada Anto. Tadinya kami semua hanya bercanda dan bukan
bermaksud bermusuhan, Tante! Tetapi herannya Anto jadi sungguhan dan tidak mau
bertegur-sapa. Jadi saya mewakili kawan-kawan mohon maaf, tolong Tante
sampaikan kepada Anto. Malah kata Pak Guru, kita disuruh banyak makan RACUN
supaya pandai dan maju! “Lho, kok
disuruh makan racun?”, sela Ibu Anto dan Ibu Aji bersamaan. “RACUN kata Pak
Guru, singkatan dari R = rajin, A = akas atau cekatan dalam segala hal, C =
cermat dan teliti, kemudian U = ulang-ulang maksudnya mengulang pelajaran yang
pernah diperoleh atau diajarkan, dan N = nalar, maksudnya kita disuruh lebih
kreatif”, jelas Aji dengan lancar.
***
Ibu Anto kemudian berusaha mengatur siasat. Suatu Minggu pagi yang
cerah, Aji, Andi dan Amir serta beberapa temannya bertandang ke rumah Anto sesuai
undangan Ibu Anto. Seperti biasanya, di antara mereka ada yang membawa bola
sepak, raket bulu tangkis dan lain-lain untuk bermain pada setiap hari libur.
Ibu Anto yang mengundang, sengaja menyiapkan masakan bakmi kesukaan Anto.
Semula
Anto kaget dan berusaha menghindar ketika menyaksikan teman-temannya
berdatangan. Tetapi karena kepergok dan Ibunya membujuk agar mau menemui, maka ditemuilah
teman-temannya di ruang tamu. Mula-mula agak canggung, malu-malu dan hanya
saling bersalaman. Tetapi tidak lama kemudian mereka larut dalam keceriaan
anak-anak. Si Tono yang suka melucu ternyata dapat mencairkan suasana yang
semula serba canggung dan bengong.
Ibu Anto yang sedang mempersiapkan makanan menu bakmi merasa sangat bahagia
pagi itu. Dengan perasaan bersyukur tiba-tiba Ibu Anto berseru : “Ayo anak-anak
kita makan bakmi ramai-ramai! Kalian harus saling bersahabat dengan baik, tidak
boleh bermusuhan. Kalian boleh makan bakmi sampai kenyang, tetapi kalian harus
rajin belajar, banyak bertanya dan tidak boleh bosanan atau ogah-ogahan belajar
agar nilai kalian baik semua. Ingat pesan Tante, ya! Bakmi ternyata bisa
memberi semangat karena bermakna : “BAKMI adalah semangat Belajar dengan Asyik,
Kelak akan Menambah Ilmu!”. Perintah Ibu Anto kemudian : “ Jangan lupa, sebelum
makan harus berdoa dulu dengan tertib,
ya!”.
Ya, Tante!”, jawab mereka hampir serempak. Mereka kemudian menyantap bakmi
dengan lahapnya. Dan sejak saat itu, persahabatan mereka kembali akrab, bahkan
semangat belajar mereka semakin bertambah berkat bakmi Minggu pagi.*****Bekasi,
awal Mei 2022

_-_Benjamin_Franklin_Drawing_Electricity_from_the_Sky_-_Google_Art_Project.jpg)