Kompas
com. tanggal 17 Januari 2022 memberitakan bahwa jembatan KW6 di Kelurahan
Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang – Jawa Barat,
ambles. Pada hal jembatan yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp 10 milyar
itu belum satu bulan diresmikan oleh Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.
Berdasar pantauan Tribun Bekasi, jembatan itu ambles pada bagian sisi dekat
saluran irigasi sepanjang 200 meter. Material jembatan yang menempel pada sisi
saluran irigasi itu longsor, sehingga
konstruksi jembatan mengalami ambles. Jembatan yang didesain dengan
lebar 7 meter dan panjang 43,50 meter tersebut, menghubungkan Kecamatan
Rawamerta dengan Kecamatan Karawang Barat. Jembatan yang populer disebut
Jembatan Kepuh ini resmi beroperasi pada hari Rabu 29 Desember 2021 yang
diresmikan dengan penandatanganan dan pengguntingan pita oleh Bupati didampingi
Sekda Asep Jamhuri, Kepala Dinas PUPR dan Camat Karawang Barat. Jembatan ini
juga diharapkan menjadi jalur alternatif ke obyek wisata sejarah Rawagede, dan
juga untuk membangkitkan ekonomi masyarakat di sepanjang jalur.
Kasus
semacam ini sebenarnya banyak sekali terjadi di tanah-air kita. Suatu infrastruktur
atau prasarana untuk umum baru dibangun, sudah banyak yang rusak dan jebol tak
berumur panjang. Penulis yang pernah bertugas berpindah-pindah kota di hampir
seluruh Indonesia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa bangunan
peninggalan Hindia-Belanda umumnya berarsitektur yang indah, kokoh dan kuat
sepanjang masa. Tetapi sekarang malah banyak yang tidak artistik dan mudah
rusak serta mencelakakan. Jembatan Poso, Moutong dan Luwu di Sulawesi yang
terbuat dari kayu, sampai tahun 2000-an masih kelihatan kokoh dan cantik
dipandang, sementara bangunan baru di sebelahnya tampak memalukan dari segala
aspek. Begitu juga selama bertugas di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara
Barat, peninggalan Hindia-Belanda masih tampak megah, tetapi pembangunan
penggantinya kelihatan tidak berseni sama sekali. Sewaktu di Timor-Timur tahun
1996/1997 juga demikian. Peninggalan Portugis semuanya indah dan megah serta
artistik, sementara bangunan selama kita kuasai, sangat memalukan
penampilannya. Gedung sekolah, pasar, perkantoran semuanya nampak lucu apabila
dibandingkan dengan peninggalan Portugis. Sehingga kesimpulannya, bangsa
Indonesia sebenarnya mengalami degradasi mutu apabila dinilai dari sektor
pembangunan infrastruktur. Contoh lain
banyak yang bisa dikemukakan untuk mawas diri sebagai bangsa. Kota Gresik
misalnya, Sekolah Dasar Negeri Bedilan yang indah dan menarik peninggalan
Belanda, dirombak seenaknya sehingga kelihatan sumpek, tidak nyaman sebagai Lembaga
Pendidikan yang seharusnya nyaman dari segi tata cahaya, tata suara dan tata
udaranya. Dulu, sampai dengan tahun 1965, keberadaan tiang listrik maupun gardu
listrik serta tiang telpon berdiri gagah, tegak lurus dan nampak simetris. Setelah
jaman pembangunan, malah nampak peang-peang
dan semrawut di mana-mana, termasuk di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Bahkan
di Jabodetabek sendiri, apabila diperhatikan di sepanjang jalan raya, berdiri
tiang-tiang berjejer umumnya lebih dari lima batang, ketinggian tidak sama,
berdiri tidak tegak lurus, umumnya berkarat dan kabelnya pating slawir tidak
beraturan. Degradasi mutu ini dirasakan jelas sekali setelah Orde Baru berkuasa
sejak tahun 1966. Marak euforia pembangunan tetapi tidak disertai dengan mutu profesionalisme
dan kontrol yang memadai dan maraknya perilaku koruptif yang merajalela. Kondisi
degradasi mutu ini sebenarnya tidak perlu terjadi, karena pendidikan tinggi di
bidang teknik cukup banyak dan ada di mana-mana.
Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah memberikan contoh dan teladan yang
patut ditiru oleh aparat pemerintahan, bahkan dari tingkat RT sampai
Kementerian. Manajemen blusukan ala Jokowi yang rajin memeriksa proyek
Pemerintah pada setiap enam bulan adalah merupakan perilaku pemimpin yang
bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Syukur apabila disertai perilaku
profesional yang memadai, paling tidak oleh yang mendampingi selama blusukan
dan bukan hanya dalam bentuk acara seremonial semata. Kalau bisanya cuma acara
menandatangani, gunting pita dan cengengesan saja, ya itulah akibatnya,
semuanya rusak melulu hasilnya.
Pemimpin yang DJAKARTA
Pada
tanggal 20 September 2016, penulis membuat artikel di blog dengan judul :”Dicari
: Kepala Daerah Yang DJAKARTA”. Penulis berpendapat, agar pembangunan berhasil
dengan baik dan tidak cuma tambal-sulam, sebentar rusak dan dibangun lagi, maka
diperlukan pemimpin dan aparat yang kualitasnya DJAKARTA. Nama ibukota NKRI
dalam ejaan lama tersebut merupakan akronim dari : D = Dedikasi, J = Jujur, A =
Apresiatif, K = Kreatif, A = Asih dan Asuh, R= Ramah, T = Tegas, Trengginas, dan
Teladan, serta A = Anjangsana.
Bahwa
seorang Kepala Daerah yang layak itu dituntut memiliki dedikasi yang tinggi dan
berintegritas karena dia professional. Oleh karena itu, dia harus dan pasti
jujur karena integritasnya, dan sebaliknya, dia bisa diduga akan berbuat curang
dan KKN kalau tidak punya dedikasi dan integritas yang baik terhadap jabatan
yang direbutnya. Untuk mendukung integritasnya, seorang Kepala Daerah dituntut
punya watak dan kepribadian yang apresiatif, asih, asuh dan ramah kepada semua
warganya. Dia harus kreatif untuk memajukan dan menyejahterakan daerahnya. Tetapi
seorang Kepala Daerah juga dituntut tegas dalam keputusan dan tindakannya yang
sesuai konstitusi dan perundangan yang berlaku dalam mencapai pemerintahan yang
baik dan jujur. Juga trengginas dan memberikan teladan yang baik kepada seluruh
warganya. Dan yang sangat penting, Kepala Daerah harus rajin beranjangsana
alias blusukan untuk mengamati dan mengawasi perkembangan daerahnya langsung di
lapangan. Mutu dan etos kerja aparatur pemerintahan, serta mutu dan
perkembangan proyek yang sedang dikerjakan, seharusnya disambangi secara
berkala sebagai metode control yang efektif. Dengan metode manajemen blusukan
yang sudah dicontohkan oleh Presiden Jokowi dan dilakukan dengan profesionalisme
yang mumpuni, diharapkan semua sarana dan prasarana yang dibangun akan bermutu
dalam tampilan maupun kekuatannya. Dengan rajin blusukan yang disertai para staf
dan pembantunya yang ahli dan professional, akan segera mengetahui kekurangan dan
kesulitan yang dialami warganya, misalnya got mampet, sampah berserakan, jalan
raya rusak sehingga membahayakan para pengguna jalan dan berbagai masalah lainnya.
Itulah tentunya harapan kita semua! Belanda selama
menjajah telah mengajarkan kepada kita selama 3,5 abad. Mestinya mutu bangsa
Indonesia jangan sampai mengalami degradasi hanya karena digerogoti oleh watak
dan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang sudah pada tingkat
darurat!*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar