Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Tampilkan postingan dengan label prangko. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label prangko. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Juni 2022

Hobi Surat Menyurat

 

Suatu hari, Uci bongkar-bongkar koleksi hobi Bapaknya. Selama pandemi Covid-19 ini, dia banyak berdiam diri saja di rumah. Setelah belajar via medsos mengenai pelajaran di sekolah, biasanya kemudian nonton TV, lalu banyak main gawai sambil bermalas-malasan.

“Wei, ini apa Pak kok banyak sekali?”, teriak si Uci ketika menemukan tumpukan post card atau kartu pos yang diperoleh Bapaknya sewaktu masih sekolah dulu. “Oh, itu kartu pos koleksi Bapak waktu masih sekolah di SMP dan STM. Bapak dulu suka berkirim surat!”, jelas Bapaknya. “Kamu suka?”, tanyanya kemudian. “Iya Pak, untuk Uci ya? Gambarnya bagus-bagus, Uci senang dan suka sekali untuk menyimpannya!”, jawabnya.

“Nah, kalau begitu, kamu harus mulai cari sendiri. Punya Bapak boleh kamu simpan, jangan sampai rusak apalagi hilang, karena itu kenang-kenangan Bapak!”, pesan Bapak si Uci. “Cari atau beli di mana, Pak?”, tanyanya. “Caranya, kamu harus menulis surat untuk meminta post card, buku atau majalah. Kebetulan, radio luar negeri siaran Bahasa Indonesia mungkin alamatnya masih tetap sama!”, jelas Bapaknya.

“Bagaimana caranya menulis surat, Pak, saya belum tahu, belum pernah diajarkan di sekolah”, jelasnya menghiba. “Coba, kamu kan sudah kelas lima, buat surat minta dikirim post card mengenai Australia ke Radio Australia. Nanti juga ke Radio Asing lainnya!”, kata Bapaknya memberi semangat. Uci lalu mencari buku tulis sisa kelas empat yang belum habis terpakai. Dicobanya membuat surat lalu disodorkan kepada Bapaknya. “Ya, bagus! Tetapi harusnya singkat saja, kenalkan kamu kelas berapa, ingin mendapatkan post card dan apa saja, lalu berikan alamatmu sekolah atau rumah dan ucapan terimakasih! Coba ulang lagi membuat suratnya!”, kata Bapaknya sambil memuji.

Setelah dianggap cukup baik dan dicoba ditulis rapi di kartu pos, diajaklah si Uci ke Kantor Pos. Mereka membeli sejumlah kartu pos dan prangko, sehingga tahulah Uci seluk beluk Kantor Pos. Diajarilah Uci menulis surat di kartu pos dengan tulis tangan dan menempelkan prangkonya sesuai tarip yang berlaku. Tahap awal dikirim ke Radio Australia, Suara Amerika, BBC Inggris, Radio Beijing dan Radio Nederland. Sambil menunggu dan berdoa, diterimalah balasan dari semuanya secara beruntun beberapa lama kemudian. Ada yang memberikan post card, majalah, dan jadwal acara siaran radio. Bukan main senangnya si Uci karena mendapat mainan baru, hobi menulis surat. Semua kiriman dari siaran radio luar negeri tersebut, setelah serius belajar, dibolak-balik untuk dibaca dan dinikmati keindahan gambar-gambarnya. “Sekarang kamu boleh mencoba menulis surat kepada siapa saja! Cobalah buat surat kepada sanak-saudara kita di kampung. Berceritalah mengenai apa saja, kabar tentang kesehatan, perkembangan sekolahmu dan lain-lain. Dengan belajar menulis surat, kelak kamu bisa jadi penulis. Juga bisa jadi pegawai yang baik dan kelak akan mudah ketika membuat skripsi sewaktu menjadi mahasiswa. Oleh karena itu mulailah mencari sahabat pena untuk saling menulis surat”, nasihat Bapaknya, dan Uci menyimak sambil memeluk kiriman pos yang baru diterimanya. Hobi surat-menyurat menjadi hiburan si Uci. Bekal atau uang saku yang diterima dari orang-tuanya selalu sebagian disisihkan untuk membeli kartu pos, amplop, kertas surat, serta prangko guna memenuhi hobi barunya yang ditekuni dengan rajin. Uci sangat menyimak kata-kata Bapaknya yang mengutip nasihat orang Barat :”Tekunilah hobi agar menjadi sahabat yang karib bagimu!”.*****