Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Tampilkan postingan dengan label pemerintah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pemerintah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 September 2016

Dicari : Kepala Daerah yang DJAKARTA !


 
Salah satu hasil reformasi yang gegap gempita di Indonesia adalah dipilihnya Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat melalui Pemilukada. Maka berbondong-bondonglah orang yang merasa mampu dan merasa bisa (rumongso biso), mendaftar jadi calon Bupati, Walikota, Gubernur bahkan Presiden. Gambar mereka terpampang dimana-mana dengan berbagai pose dan kata-kata mutiaranya. Lucunya, rata-rata gambar mereka tampil dengan senyum menyeringai bak mempertontonkan taringnya. Anak saya yang masih mahasiswa menyindir, bahwa itu menunjukkan jangan-jangan mereka hanya siap menerkam mangsa atau barang jarahan, alias korupsi.
            Mereka berebut ingin dipilih rakyat dengan berbagai cara, kiat dan tipu dayanya. Sementara rakyat yang umumnya belum cerdas, bingung bagaimana menentukan pilihannya. Ada kelompok masyarakat yang secara terang-terangan mengakui bahwa mereka hanya mau memilih calon yang mau kenal mereka, dan wujud perkenalan itu adalah uang. Siapa yang mengirim utusan dan mau bagi-bagi uang, berarti dia mau mengenal mereka dan itulah yang layak dipilih. Sehingga jangan heran apabila ada politik uang di negeri ini selagi masih ada kemiskinan dan kebodohan.
            Terlepas dari sisi negatif tersebut, kiranya kepada para pemilih perlu diberikan gambaran bagaimana siasat menentukan pilihan Kepala Daerah yang mendekati kebenaran atau ketepatan, bukan asal pilih apalagi salah pilih.

DJAKARTA
Beberapa waktu yang lalu, Todung Mulya Lubis menulis artikel di sebuah harian ibukota yang mengungkap pendapat Lech Walesa (Mantan Presiden Polandia) mengenai mutu pembangunan suatu bangsa. Pada waktu itu dia sehabis memberikan Presidential Lecture di hadapan Presiden SBY dan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II. Menurut Lech Walesa, mutu pembagunan suatu bangsa itu dapat dilihat bagaimana penataan ibukotanya.Sebab, Ibukota suatu Negara adalah cerminan kondisi suatu bangsa apakah semrawut, jorok, amburadul atau tertib dan rapih.
            Oleh karena itu dalam diskursus ini penulis ingin mengambil nama “ibukota Negara Kita” sebagai sumber inspirasi, bagaimana memilih Kepala Daerah yang tepat sasaran. Secara kebetulan, ibukota RI adalah DJAKARTA (dengan ejaan lama), maka cukup tepat apabila kata itu kita jadikan istilah umum untuk pedoman mengikuti Pemilukada di Indonesia. DJAKARTA disini adalah merupakan akronim dari kata kunci: (D)edikasi, (J)ujur, (A)presiatif, (K)reatif, (A)sih dan (A)suh, (R)amah, (T)egas,  (T)rengginas serta (T)eladan dan (A)njangsana. Dedikasi dimaksudkan, bahwa seseorang yang mencalonkan diri haruslah yang mempunyai dedikasi terhadap profesinya, untuk apa dia mencalonkan diri. Layaknya, orang yang punya dedikasi adalah orang yang profesional dan siap mengabdikan segala jiwa raga dan pikirannya untuk kepentingan rakyat, daerah dan Negara. Gambaran profesional seorang kepala daerah adalah tahu segala masalah yang mendesak dan mampu mencari jalan keluarnya serta berkarakter dan berjiwa pembelajar. Sosok pembelajar adalah manusia yang selalu mau belajar, bertanya, dan mengamati serta mengikuti dan mencontoh karya orang lain yang lebih baik. Jujur adalah tuntutan karakter untuk orang yang punya dedikasi. Dia tidak akan melakukan kecurangan walaupun punya kesempatan yang seluas-luasnya. Apresiatif adalah gambaran bahwa ia penganut paham demokratis yang mau mendengar segala pendapat dan ide yang berkembang dalam rangka membangun daerah dan Negara. Bahwa setiap pemimpin yang apresiatif harus mampu menggali potensi rakyatnya untuk dikembangkan demi kemajuan bersama.
Kreatif, bahwa seorang pemimpin harusnya selalu kreatif dalam mengembangkan daerah dan negaranya. Kreatifitas yang visioner sangat diperlukan, disertai kejujuran dan kecerdasan seorang pemimpin. Sebagai contoh, perlukah sebuah patung penanda jalan harus dibangun? Mengingat besarnya biaya dan permasalahan mendesak yang harus dihadapi dan ditanggulangi, mungkin lebih bijaksana apabila anggaran yang ada untuk perbaikan sekolah, prasarana, perumahan penduduk yang tidak layak, pengerukan kali, dan lain-lain. Untuk pengingat jalan, sebaiknya cukup diinstruksikan saja agar setiap kantor, instansi atau toko dan tempat/dunia usaha mencantumkan juga nama jalan dan nomor serta kode posnya, maka itu lebih bermakna dibanding membangun patung yang setiap orang mungkin tidak peduli.

Asih dan Asuh dimaksudkan bahwa seorang pemimpin adalah yang mampu mengasihi dan membimbing rakyatnya, Mampu mengatasi kemacetan, kesemrawutan, sampah, ledakan penduduk, ketertiban dan keamanan adalah suatu bentuk profesionalisme yang asih dan asuh seorang Kepala Daerah terhadap permasalahan rakyatnya. Sebaliknya, pembiaran terhadap masalah kemacetan, banjir, kekumuhan dan polusi adalah salah satu bentuk sikap tidak asih dan tidak asuh, kurang dedikasi dan tidak profesional.
Ramah, bahwa seorang pemimpin haruslah selalu bersikap ramah terhadap seluruh rakyatnya tanpa dibuat-buat. Sikap arogan dan angkuh adalah sifat yang harus dijauhi oleh seorang pemimpin agar kepemimpinannya dapat berhasil dengan baik secara sinergis, efisien, dan efektif.
Tegas, Trengginas, dan Teladan (3T), adalah tiga sikap yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar pencapaian visi dan misinya dapat berhasil dengan baik. Penghargaan dan penegakan hukum serta pemberian sanksi haruslah diterapkan secara tegas dan konsisten melalui pengamatan dan evaluasi yang trengginas dalam arti dilakukan secara terus menerus, menyeluruh, terukur, tepat dan cepat. Sebagai contoh, penertiban PKL itu seharusnya dilakukan secara terus menerus dengan adil dan bijaksana. Tidak boleh sampai meleng alias lengah dan sesudah itu mengobrak-abrik lagi. Juga jangan sampai ada renovasi sekolah tidak bermutu tetapi tidak terdeteksi sehingga ambruk dan membawa korban. Ada anak sekolah menyeberang sungai tanpa jembatan, serta wilayah di pelupuk matanya banjir parah tanpa bisa diketahui penyebabnya, padahal Gubernurnya mengantongi bejibun tanda penghargaan dan Wagubnya pandai beriklan, adalah merupakan petunjuk bahwa keduanya agaknya kurang blusukan dan kurang professional. Kepala Daerah harusnya memberikan teladan bagi rakyatnya, bukan pecandu narkoba, jujur dan tidak korup, disiplin serta kerja keras.
Dan yang terakhir adalah Anjangsana. Bahwa seorang pemimpin yang profesional dan penuh dedikasi adalah seseorang yang selalu rajin beranjangsana dan blusukan terhadap wilayah kerjanya. Dia bukanlah orang yang gila hormat dan selalu duduk manis di belakang meja dengan mengandalkan laporan ABS (Asal Bapak Senang). Rajin beranjangsana ke seluruh pelosok wilayah kerjanya adalah ciri pemimpin yang berdedikasi tinggi sebagai administrator pemerintahan. Melalui anjangsana langsung memungkinkan seorang pemimpin mengetahui dengan pasti semua persoalan yang dihadapi rakyatnya. Jangan sampai ada seorang Gubernur yang wilayahnya kecil, marah-marah gara-gara masjid yang diresmikan, bentuknya atau pekerjaannya kurang rapi. Ini bukti bahwa Kepala Daerah itu kurang profesional dan kurang blusukan, padahal Presiden Jokowi sudah mengajarkan mengenai manajemen blusukan yang sangat terkenal sebagai alat control dan pengawasan di lapangan. Bahkan pada waktu sekarang ini, masih ada seorang Walikota tetangga Ibukota RI, membangun stadion mini yang super jelek karena tanpa sentuhan arsitek dan oleh pelaksana yang terkesan asal-asalan.
Alhasil, pemimpin yang ideal adalah yang memiliki pribadi dan karakter serta mutu yang DJAKARTA sebagaimana diuraikan secara garis besarnya di atas. Semoga kita tidak salah memilih Kepala Daerah, sehingga seluruh daerah di Indonesia bisa menjadi Singapura-Singapura yang indah, maju dan mandiri,  tidak serba terbelakang seperti sekarang ini. Sebab, pada dasarnya, Kota Administratif/Kabupaten dan Provinsi di negeri kita ini adalah merupakan singapura-singapura yang banyak jumlahnya. Kalau saja para Kepala Daerahnya bermutu “DJAKARTA” dan sekaliber pemimpin di Singapura, bukan mustahil, seluruh Indonesia yang indah dan kaya raya akan tercapai. Tetapi entah, sampai kapan ?!*****

Senin, 10 Februari 2014

KENAPA JALAN RAYA MUDAH RUSAK? (edisi revisi februari 2014)

George Soraya, senior consultant Bank Dunia, pernah ngomel karena jalan yang dibangun dua tahun yang lalu telah rusak parah. Jalan tersebut terletak di kawasan  Kelurahan Sukaresmi ,Kecamatan Tanah Sareal, Kota  Bogor yang dibangun dari dana PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) yang berasal dari Bank Dunia. Atas pertanyaan George Soraya, Lurah Sukaresmi mengaku, bahwa jalan raya tersebut dibangun dengan dana PNPM yang diterima sebesar Rp 15 juta tetapi kenyataannya menghabiskan Rp. 19 juta dan pelaksanaan pengerjaannya dilakukan oleh masyarakat sendiri. Berita tersebut dimuat di Harian Republika edisi 28 April 2010 dengan judul :”Jalan Rusak, Bank Dunia Ngomel”. Terakhir, pemerintah menyatakan tanggap darurat untuk memprioritaskan perbaikan jalan yang rusak parah akibat bencana alam khususnya banjir yang disaksikan langsung oleh Presiden SBY bersama tim kabinetnya ketika kunjungan kerja ke Jawa Barat dan Jawa Tengah awal pekan Februari 2014 ini.

Kasus jalan  rusak sebenarnya banyak sekali terjadi. Tetapi seringkali tidak muncul ke  permukaan  karena masyarakat umumnya mendiamkan masalah pelayanan publik yang sebenarnya banyak yang  tidak memuaskan. Seharusnya seluruh masyarakat Indonesia mencontoh pejabat Bank Dunia tersebut. Yang selalu mengawasi dan mengontrol fasilitas umum yang dibiayai dari dana rakyat melalui pembayaran pajak, apalagi kalau berasal dari utang. Kesadaran bernegara sebagaimana dicontohkan oleh Senior Consultant Bank Dunia itu seharusnya menjadi budaya bagi seluruh masyarakat Indonesia , apapun statusnya . Tujuannya adalah agar pelaksanaan
pembangunan dapat berhasil dengan sangat memuaskan, bukan asal tambal sulam seperti apa yang dikesankan selama ini.

Jalan Rusak
Jalan rusak hampir dapat kita temui di semua ruas jalan dari Sabang sampai Merauke. Apabila kita membaca dengan seksama pemberitaan di media massa, hampir selalu ada berita mengenai jalan yang rusak, dari yang ringan sampai yang parah. Pada hal ,jalan raya adalah urat nadinya perekonomian  dan berbagai kegiatan lainnya bagi masyarakat. Tetapi kenyataannya ,di Ibukota Negara  Jakarta saja  masih sering terjadi kecelakaan lalulintas yang disebabkan oleh jalan yang rusak.
Ada beberapa sebab kenapa jalan mudah sekali rusak. Tetapi apabila dibuat pembuktian terbalik, ujung-ujungnya adalah disebabkan oleh ulah korupsi. Mengenai hal ini ada contoh menarik yang bisa dikemukakan untuk pembelajaran, yaitu ketika perbaikan ruas jalan utama Surabaya – Gresik  pada tahun 1973/1974 yang lalu. Jalan raya yang merupakan uratnadi perhubungan antar kota itu seringkali rusak parah sehingga sangat mengganggu kelancaran lalulintas. Ketika perbaikan, pelaksananya adalah kontraktor dari Korea Selatan yang terlihat karena  papan namanya denga huruf Korea serta bahasa Inggris terpampang dengan jelas di lokasi proyek. Pada waktu itu, mahasiswa Surabaya protes kepada  pemerintah karena dinilai tidak melibatkan perusahaan dalam negeri untuk perbaikan jalan tersebut. Oleh Pemda, para aktivis mendapat penjelasan ,bahwa perbaikan jalan tersebut dibiayai oleh Bank Dunia. Sebagai penyandang dana, Bank Dunia mempersyaratkan agar pelaksana proyek hanya boleh memilih perusahaan dari Jepang, Korea Selatan atau Taiwan. Kebetulan pemenangnya adalah kontraktor dari Korea Selatan. Dijelaskan juga kepada para mahasiswa bahwa bangsa Indonesia harus malu karena tidak dipercaya oleh Bank Dunia. Alasannya, karena kalau proyek tersebut dikerjakan oleh kontraktor Indonesia, dikhawatirkan bukan jalan-raya”nya yang bagus, tetapi para pemegang proyek dan pelaksanalah yang akan makmur karena dikorupsi. Dan kenyataannya, setelah proyek selesai, ruas jalan tersebut memang sangat bagus dan bisa bertahan lebih lama. Padahal sebelumnya, setiap 3 sampai 6 bulan sudah harus diperbaiki lagi. Bagi pengguna jalan yang melintasi proyek  pada waktu itu sering mengamati apa keistimewaan kontraktor Korsel dalam memperbaiki jalan tersebut. Yang  sangat menonjol dan sering menjadi pembicaraan, adalah karena orang Korselnya selalu terlibat langsung dan melakukan supervisi di lapangan dengan cermat. Pasir dan batunya .terlihat selalu dicuci dengan  disiram air sebelum digunakan.
Kasus di atas agaknya masih relevan dikemukakan sebagai bahan rujukan untuk mengevaluasi mutu jalan di tanah – air kita saat ini. Yang perlu diwaspadai adalah dugaan terkait perilaku korupsi yang dapat berakibat menggerogoti mutu jalan raya di sekitar kita dengan modus yang standar dan merata di seluruh tanah-air serta dilakukan berulang-ulang tanpa ada yang mengoreksi. Beberapa perilaku buruk itu dapat dikemukakan berikut ini.
      Pertama, seringkali jalan dibuat tanpa saluran air atau got sehingga cepat rusak karena genangan air yang terjadi sewaktu musim hujan. Kalau toh dibuat saluran got,biasanya dikerjakan tidak simultan atau tidak bersamaan ketika  pembangunan jalan. Tujuannya ,supaya proyek selalu ada terus. Proyek pembenahan sistem drainase ini sering dijadikan alasan para Pemda di mana-mana yang ujung-ujungnya bisa diduga karena kesengajaan atau kurangnya pemahaman terhadap pentingnya saluran air pada setiap ruas jalan.
       Kedua, mutu bahan yang sering dipalsu atau dikurangi porsinya. Jangan dikira,bahwa batu dan pasir juga sangat mudah dipalsu atau ditukar mutunya. Apalagi aspalnya, seringkali dipalsu atau dicampur dengan komponen Bahan Bakar Minyak khususnya jenis residu atau minyak bakar dengan dalih untuk pengenceran. Sebagai akibatnya, daya rekat aspal menjadi berkurang dan mudah lumer ketika musim kemarau. Porsi bahan yang dikurangi bisa berakibat kepada ketebalan yang tidak memenuhi syarat dan pasti berakibat mengurangi kekuatan jalan-raya. Pengurangan porsi bahan ini juga bisa terjadi pada jalan beton yang dibuat dengan perekat semen.
       Ketiga, mutu pengerjaan. Ini menyangkut teknologi, mutu SDM dan sistem pengerjaannya. Mutu SDM walaupun hebat , tetapi kalau jiwanya korup ,tahu beres dan tidak pernah mau mengawasi langsung di lapangan, maka teknologi dan sistem .yang baik  akan bisa dengan mudah dilanggar. Yang ideal adalah, teknologi dan sistem pembuatan jalan yang baik , dijalankan oleh SDM yang bermutu dan bertanggungjawab kepada diri sendiri, profesi, masyarakat, negara dan Tuhan.
        Keempat,karena lemahnya pengawasan sejak perencanaan hingga pelaksanaan selama proyek berjalan. Kelemahan ini bisa terjadi karena praktek kongkalikong atau bisa karena kurang profesional sehingga tidak tahu apa yang harus dikritisi dan tidak tahu bagaimana mengawasinya. Bahkan bisa dikesankan ,Pemda dan instansi yang terkait tidak pernah mengawasi proyek yang sedang berjalan sehingga hasil akhirnya umumnya sangat mengecewakan. Seringkali kita mempertanyakan , kenapa sih Gubernur, Bupati, Walikota dan jajarannya kok seolah-olah tidak pernah meninjau proyek pembuatan atau perbaikan jalan yang sedang dikerjakan. Sehingga sering kita rasakan, pembangunannya lamban, tidak beraturan, sepotong-sepotong dan terkesan tidak pernah ada yang menegur atau memperingatkan.
        Kelima, pembangunan jalan seringkali tidak terintegrasi  dengan baik bersama instansi lain. Jalan yang sudah baik tiba-tiba digali untuk pemasangan kabel listrik, telkom, saluran air dan keperluan lain tetapi kemudian tidak dipulihkan lagi seperti keadaan asalnya.
         Keenam, masyarakat hanya mendiamkan semua keadaan di atas, seolah semuanya itu sudah biasa dan wajar-wajar saja. Paling banter masyarakat hanya bisa ngedumel atau mengeluh tanpa tahu apa yang harus diperbuat. Berita di media massa pun hampir tidak pernah mendapat tanggapan dengan cepat ,cekatan dan benar oleh Pemerintah  Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Itulah wajah tanah-air kita dari penggalan yang namanya jalan raya yang merupakan urat nadi perekonomian dan prasarana vital suatu bangsa. Pada hal ada petunjuk dan nasehat  yang sangat populer yang menyatakan bahwa mutu suatu bangsa itu antaralain ada di jalan-raya. Karena dari mutu jalan-raya dapat  mencerminkan seberapa jauh mutu kejujuran, keahlian, kesungguhan dan tanggungjawabnya  terhadap profesi oleh para pelaku dan pemangku kepentingan dari masa perencanaan sampai ke pelaksanaan proyek pembuatan jalan. Termasuk di dalamnya adalah yang menyangkut mutu trotoar, sistem drainase, rambu-rambu lalu-lintas, marka jalan dan berbagai perangkat jalan-raya lainnya.

Dan tentunya, semua ini adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam melayani rakyatnya yang dituntut lebih profesional agar tercipta kenyamanan,dan keamanan secara terus menerus dalam berbagai sektor, di mana saja dan kapan saja, termasuk di “jalan-raya”. *****.

(ditulis oleh Muhammad Sadji pada tahun 2012 di blog yang sama)