Entri yang Diunggulkan
GENERASI PENDOBRAK JILID III
Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April 2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...
Tampilkan postingan dengan label KKN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KKN. Tampilkan semua postingan
Minggu, 03 Maret 2019
Proxy War Sebagai Ancaman Bangsa Indonesia
Jenderal Gatot Nurmantyo sewaktu menjabat sebagai Panglima TNI, dalam berbagai kesempatan telah mengidentifikasi isu proxy war yang merupakan ancaman utama bagi bangsa Indonesia pada abad ke 21 ini. Proxy war adalah perang dimana pihak yang berkepentingan tidak ikut terlibat langsung pada saat perang tersebut terjadi, tahu-tahu mendapatkan keuntungan dan manfaat dari hasil peperangan itu. Pada hal, perang adalah upaya suatu bangsa atau negara untuk melumpuhkan bangsa atau negara lain. Tujuannya bermacam-macam, antara lain karena ingin menguasai bangsa lain untuk mengangkangi kekayaan alamnya atau akan mengangkangi pasar potensialnya. Juga, untuk menguasai geopolitik maupun geostrategisnya serta membuat suatu bangsa atau negara lain tetap dalam keadaan tak berdaya, merana, walau pun sebernarnya kaya raya. Dalam proxy war, negara yang berkepentingan, memanfaatkan potensi konflik di negara sasaran, misalnya isu sara, melumpuhkan otak dan raga melalui penyebaran narkoba, miras, dan pornografi serta maraknya perilaku KKN sehingga terciptanya ketidak adilan yang menyebabkan timbulnya kerawanan kesenjangan dan konflik sosial yang berkepanjangan. Apabila ditelaah lebih dalam dan jujur, agaknya tidak usah menunggu abad 21, sekarang pun, dan bahkan sebelumnya, sebenarnya bangsa Indonesia sudah merupakan korban proxy war. Perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang timbul setelah berakhirnya Perang Dunia II telah membuat Indonesia menjadi sasaran perebutan kedua kubu tersebut karena kekayaan alamnya yang beraneka ragam serta letak geografisnya yang sangat strategis. Berbagai pemberontakan yang terjadi setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945, bukan mustahil merupakan ulah proxy war kedua kubu tersebut. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat/Aceh/Sulawesi Selatan, PKI Madiun, PRRI/ Permesta dan berbagai gerakan seperatisme telah berhasil diatasi dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Tetapi puncaknya, pemberontakan G30S yang terjadi pada tahun 1965 telah merubah segala tatanan bernegara dan berbangsa. Menurut Presiden Soekarno sebagaimana yang disampaikan dalam pidato pertanggung jawaban kepada MPRS, bahwa peristiwa G30S bisa terjadi karena tiga sebab, yaitu keblingernya orang-orang PKI, adanya oknum yang tidak bertanggung jawab dan karena kelihaian neokolonialisme. Padahal pada waktu itu, Presiden Soekarno sedang mencanangkan Ganyang Malaysia dengan membantu kelompok di Kalimantan Utara yang ingin merdeka, tidak mau bergabung dengan Malaysia yang dibentuk Inggris ketika proses dekolonisasi. Boleh jadi, Presiden Soekarno ingin memanfaatkan momentum dekolonisasi itu untuk mencaplok Kalimantan Utara sehingga tercapai dan terwujudnya keutuhan pulau Kalimantan. Apalagi Presiden Soekarno pada tahun 1957 telah menggagas menetapkan Palangkaraya di pulau Kalimantan sebagai ibukota RI pengganti Jakarta.
Pasca peristiwa G30S, keadaan dan situasi Indonesia berubah demikian cepat. Kehidupan perekonomian demikian sulit dan bunuh-membunuh sesama anak bangsa di berbagai tempat menjadi biasa dan tidak tersentuh hukum. Kesulitan ekonomi ini boleh jadi karena pergulatan yang panjang dalam rangka mengatasi berbagai pemberontakan di dalam negeri dan perjuangan merebut Irian Barat (Irian Jaya) serta bukan mustahil merupakan rangkaian sabotase nasional oleh sindikat yang bermaksud merebut kekuasaan secara merangkak. Demonstrasi massa terjadi dimana-mana disertai pengrusakan. Dalam keadaan terpaksa atau dipaksa, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah tanggal 11 Maret 1966 (tetapi tidak bernomor) yang memerintahkan Jenderal Suharto untuk memulihkan keadaan dan ketertiban serta kewibawaan pemerintah. Ironisnya, dengan SP 11 Maret lah pemerintahan Presiden Soekarno terguling dan semuanya kemudian berubah dengan drastis. Munculah rezim baru yang menyebut dirinya sebagai Orde Baru. Mereka menyebut rezim sebelumnya (Presiden Soekarno) sebagai rezim Orde Lama, padahal mereka juga ada dalam struktur pemerintahan sehingga dalam kasus ini bisa dikatagorikan sebagai menggunting dalam lipatan alias berkhianat. Rezim baru ini dimotori oleh militer dan kelompok ekonom yang sering disebut sebagai mafia Berkeley. Diantara kelompok ini ada Prof.Dr.Ali Wardhana yang telah meninggal dunia beberapa waktu lalu. Di tangan mereka inilah Indonesia memasuki zaman neoliberal dan neokapitalisme sebagai antitesa berdikarinya Bung Karno dan Pembangunan Nasional Semesta Berencana tahap I yang sedang berjalan dari tanggal 1 Januari 1961 sampai dengan 31 Desember 1969. Puja-puji disampaikan dari berbagai kalangan untuk Prof. Ali Wardhana bahkan Mari Pangestu dalam tulisan abituarinya yang dimuat sebuah harian ibukota melontarkan kata-kata: “..... apa jadinya Indonesia tanpa dia”.
Agaknya banyak orang mendustakan keadaan yang sebenarnya. Padahal buah karya mereka sudah jelas, butuh waktu lebih dari tiga dekade dengan kekayaan alam terkuras oleh bangsa asing, KKN merajalela di berbagai sektor, hutang dan besarnya dana yang dikorbankan serta ribuan gedung sekolah yang dibangun mutunya tidak memenuhi syarat dari segi mutu bangunan dan bahan bangunan, luas lahan serta tata ruangnya, dan mudah rusak yang terkadang mencelakai anak murid yang sedang belajar. Ironisnya lagi, dalam kurun waktu selama itu Indonesia masih berada di landasan (bukan tinggal landas seperti yang selalu dikhayalkan), ekspor TKI/TKW yang sering dilecehkan bangsa lain, dan ekspor asap yang terjadi secara rutin sejak tahun 1997 sampai sekarang. Asap itu sebagai akibat kebakaran hutan yang telah dibabat secara membabi buta karena pembangunan yang indah dalam konsep tetapi ngawur dalam pelaksanaannya. Asap itu meracuni anak bangsa kita yang akan berpengaruh terhadap kesehatan serta kemampuan berpikirnya. Alhasil, itulah nasib suatu bangsa korban proxy war melalui kaki tangannya yang ada di dalam negeri yang secara tidak sadar justru sering kita puja-puji setinggi langit.. Kondisi bangsa Indonesia saat ini sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Koordiantor Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (MENKO PMK) baru-baru ini bahwa penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 255 juta orang tetapi menghadapi masalah yang sangat memprihatinkan dalam berbagai hal. Kesenjangan sosial adalah merupakan masalah yang utama karena 20% kelas atas menguasai hampir 50% konsumsi perekonomian Indonesia, sedangkan penduduk kelas terbawah yang jumlahnya mencapai 40% hanya menguasai 20% konsumsi perekonomian. Pada saat ini 45% penduduk Indonesia memiliki kemampuan pengeluaran hanya Rp 500.000 per bulan. Menko Puan juga menyebutkan, jumlah penduduk yang menganggur atau sama sekali tidak bekerja saat ini diperkirakan berjumalah 7,2 juta jiwa dan lebih kurang 40 juta lainnya masih harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Apalagi laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih sulit dikendalikan dengan angka kelahiran bayi mencapai 4,5 juta bayi per tahun (Rakyat Merdeka 22/09/2015).
Sementara itu Wakil Preiden Yusuf Kalla dalam penutupan Rakernas dan konsolidasi pemenangan pilkada partai Nasdem di Jakarta pada tanggal 22 September 2015 mengingatkan bahwa berpolitik, termasuk mengikuti pemilihan kepala daerah adalah bertujuan untuk membayar utang kepada masyarakat dengan melayani rakyat apabila memenangi pemilihan. Bagi seseorang yang merasa sudah banyak menerima dari Indonesia, maka berpolitik adalah untuk membayar utang kepada masyarakat, berpolitik dan memimpin itu untuk memajukan rakyat, bukan menggunakan perhitungan untung rugi. Menurut Wapres, bangsa Indonesia terlalu besar untuk tidak mengalami kemajuan. Berpartai dan berpolitiklah dengan kesadaran tidak untuk diri pribadi. Berpolitiklah untuk mengurus daerah, generasi muda dan masyarakat kita di kampung-kampung. Berpolitik untuk mendapatkan rahmat Tuhan (Kompas, 23/09/2015). Dalam hal ini berpolitik tidak dalam rangka berbuat penyelewengan dan berbuat dosa karena seluruh bangsa yang juga terkena azab, bencana, dan kutukan.
Sementara itu, anggota majelis tinggi partai Nasdem Lestari Moerdijat mengatakan, bahwa Nasdem tetap berpegang pada komitmen sejak didirikan, yaitu sebagai gerakan perubahan, restorasi Indonesia, yang menjunjung tinggi molaritas, integritas, dan kejujuran serta mewujudkan tegaknya hukum di Indonesia. Sikap partai Nasdem yang terbuka, transparan, dan konsisten dalam setiap menegakkan hukum (Jawa Pos, 26/09/215).
Agaknya, pesan Wapres Jusuf Kalla, data yang pernah disampaikan oleh Menko Puan Maharani, serta sikap tokoh partai Nasdem di atas, bisa diadopsi oleh semua Parpol dan Ormas yang hidup di Indonesia dan diterapkan secara konsisten serta bertanggungjawab dalam rangka kewaspadaan dan menangkal ancaman proxy war yang terus mengintai dan membayangi bangsa Indonesia.*****
.
.
tulisan ini dimuat di Koran Sindo tanggal 9 Januari 2019.
Rabu, 22 Agustus 2012
Pelajaran berharga dari Liberia
http://id.berita.yahoo.com/berantas-korupsi-presiden-liberia-pecat-45-pejabat-031342338.html
Liberia adalah sebuah negara di benua Afrika yang didirikan oleh ex para budak yang telah sukses di Amerika Serikat. Oleh karena itu, ibukota negara baru ini dinamakan Monrovia sebagai bukti kekagumannya terhadap Doktrin Monro yang telah mengilhami alam pikiran mereka. Bahkan bendera nasional Liberia juga diciptakan meniru bendera Amerika Serikat. Namun sayangnya, nasib negeri ini belum seperti Amerika Serikat, bahkan sangat jauh panggang dari api. Maklum, negeri ini baru berbenah memberantas korupsi yang merupakan penghambat terbesar pembangunan bangsa. Langkah berani yang telah diambil oleh Presiden Liberia baru-baru ini adalah memberhentikan sejumlah pejabat tinggi negara termasuk a
naknya sendiri karena dianggap menghambat upaya pemberantasan korupsi.
Apa yang telah dilakukan oleh Presiden Liberia tersebut patut menjadi pelajaran berharga bagi para pemimpin negara lain khususnya negara-negara berkembang yang menghadapi masalah kronis yang sama yaitu korupsi. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Sama saja yang dihadapi yaitu korupsi yang oleh Bung Hatta bahkan disebut sebagai suatu budaya bangsa. Sebagai budaya, mengandung pengertian bahwa korupsi sangat sulit diberantas karena sudah mengakar sedemikian rupa.
Namun bangsa Indonesia tidak perlu berkecil hati. Segenap komponen bangsa wajib mengawal upaya pemberantasan korupsi ini. Harapan besar kita tumpukan kepada KPK yang telah mulai melakukan langkah-langkah besar dan berani, yang mudah-mudahan bukan hanya sekedar pepesan kosong. Kita juga berharap kepada Pemerintah agar bersungguh-sungguh melaksanakan janjinya selama kampanye Pilpres dalam hal pemberantasan KKN di bumi Indonesia tercinta ini. Apabila punya visi bahwa Indonesia akan menjadi negara besar pada tahun 2045 nanti, maka satu syarat utamanya yaitu memberantas KKN sekarang juga, tanpa pandang bulu dan tidak tebang pilih. Pemberantasan KKN yang tebang pilih adalah sama saja dengan tindakan terorisme dan korupsi di bidang penegakan hukum dan keadilan. Montesque bilang, bahwa kejahatan terbesar suatu pemerintahan adalah apabila ia mempermainkan hukum dan keadilan atas nama hukum yang ternyata hanya menguntungkan dirinya sendiri dan golongannya.
Ada catatan menarik yang bisa kita ungkap kembali disini, bahwa rezim Orde Baru pernah dipuji oleh Presiden Ronald Reagen (Amerika Serikat) dan Raja Juan Carlos (Spanyol) dan meramalkan Indonesia dalam waktu akan menjadi negara maju. Nyatanya, setelah ORBA berkuasa selama 32 tahun kondisinya menjadi kebalikannya, kemerosotan terjadi dalam segi kehidupan. Dan jujur patut kita akui bahwa semua itu bisa terjadi karena korupsi yang merasuki segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Manipulasi sejarah, kecurangan dan teror pelaksanaan pemilu dan pelanggaran HAM adalah beberapa jenis bentuk korupsi di samping pnyimpangan dan penyalahgunaan jabatan yang merajalela dan berjamaah pada masa itu. Oleh karena itu, impian menjadi negara maju hanya berupa pepesan kosong. Atau barangkali mereka telah memberikan pujian bohong-bohongan karena ingin memanfaatkan geostrategis, geoekonomis dan geopolitik negara kita yang kaya sumberdaya alam melalui rezim yang mereka bisa setir.
Kita tidak ingin mengulangi sejarah kegagalan yang keduakalinya. Oleh karena itu sekali lagi, pemberantasan KKN sekarang juga harus secara konsisten dilaksanakan tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih. Presiden Liberia telah memberikan pelajaran berharga kepada dunia, lalu kapan kita mengikuti jejaknya ?.Mari kita tunggu gebrakan Pemerintah dan KPK lebih hebat lagi !!!.*****
Liberia adalah sebuah negara di benua Afrika yang didirikan oleh ex para budak yang telah sukses di Amerika Serikat. Oleh karena itu, ibukota negara baru ini dinamakan Monrovia sebagai bukti kekagumannya terhadap Doktrin Monro yang telah mengilhami alam pikiran mereka. Bahkan bendera nasional Liberia juga diciptakan meniru bendera Amerika Serikat. Namun sayangnya, nasib negeri ini belum seperti Amerika Serikat, bahkan sangat jauh panggang dari api. Maklum, negeri ini baru berbenah memberantas korupsi yang merupakan penghambat terbesar pembangunan bangsa. Langkah berani yang telah diambil oleh Presiden Liberia baru-baru ini adalah memberhentikan sejumlah pejabat tinggi negara termasuk a
naknya sendiri karena dianggap menghambat upaya pemberantasan korupsi.
Apa yang telah dilakukan oleh Presiden Liberia tersebut patut menjadi pelajaran berharga bagi para pemimpin negara lain khususnya negara-negara berkembang yang menghadapi masalah kronis yang sama yaitu korupsi. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Sama saja yang dihadapi yaitu korupsi yang oleh Bung Hatta bahkan disebut sebagai suatu budaya bangsa. Sebagai budaya, mengandung pengertian bahwa korupsi sangat sulit diberantas karena sudah mengakar sedemikian rupa.
Namun bangsa Indonesia tidak perlu berkecil hati. Segenap komponen bangsa wajib mengawal upaya pemberantasan korupsi ini. Harapan besar kita tumpukan kepada KPK yang telah mulai melakukan langkah-langkah besar dan berani, yang mudah-mudahan bukan hanya sekedar pepesan kosong. Kita juga berharap kepada Pemerintah agar bersungguh-sungguh melaksanakan janjinya selama kampanye Pilpres dalam hal pemberantasan KKN di bumi Indonesia tercinta ini. Apabila punya visi bahwa Indonesia akan menjadi negara besar pada tahun 2045 nanti, maka satu syarat utamanya yaitu memberantas KKN sekarang juga, tanpa pandang bulu dan tidak tebang pilih. Pemberantasan KKN yang tebang pilih adalah sama saja dengan tindakan terorisme dan korupsi di bidang penegakan hukum dan keadilan. Montesque bilang, bahwa kejahatan terbesar suatu pemerintahan adalah apabila ia mempermainkan hukum dan keadilan atas nama hukum yang ternyata hanya menguntungkan dirinya sendiri dan golongannya.
Ada catatan menarik yang bisa kita ungkap kembali disini, bahwa rezim Orde Baru pernah dipuji oleh Presiden Ronald Reagen (Amerika Serikat) dan Raja Juan Carlos (Spanyol) dan meramalkan Indonesia dalam waktu akan menjadi negara maju. Nyatanya, setelah ORBA berkuasa selama 32 tahun kondisinya menjadi kebalikannya, kemerosotan terjadi dalam segi kehidupan. Dan jujur patut kita akui bahwa semua itu bisa terjadi karena korupsi yang merasuki segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Manipulasi sejarah, kecurangan dan teror pelaksanaan pemilu dan pelanggaran HAM adalah beberapa jenis bentuk korupsi di samping pnyimpangan dan penyalahgunaan jabatan yang merajalela dan berjamaah pada masa itu. Oleh karena itu, impian menjadi negara maju hanya berupa pepesan kosong. Atau barangkali mereka telah memberikan pujian bohong-bohongan karena ingin memanfaatkan geostrategis, geoekonomis dan geopolitik negara kita yang kaya sumberdaya alam melalui rezim yang mereka bisa setir.
Kita tidak ingin mengulangi sejarah kegagalan yang keduakalinya. Oleh karena itu sekali lagi, pemberantasan KKN sekarang juga harus secara konsisten dilaksanakan tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih. Presiden Liberia telah memberikan pelajaran berharga kepada dunia, lalu kapan kita mengikuti jejaknya ?.Mari kita tunggu gebrakan Pemerintah dan KPK lebih hebat lagi !!!.*****
Langganan:
Komentar (Atom)