Entri yang Diunggulkan
GENERASI PENDOBRAK JILID III
Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April 2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...
Tampilkan postingan dengan label SBY. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SBY. Tampilkan semua postingan
Senin, 20 Agustus 2012
Masjid Baiturrahim di Komplek Istana Kepresidenan dalam Kenangan
Ketika hari Ulang Tahun Kemerdekaan Repubik Indonesia bertepatan dengan hari Jumat,saya pernah shalat di masjid Baiturrahim yang terletak di lingkungan Istana Kepresidenan.
Kesempatan ini saya peroleh setelah melihat langsung acara detik – detik Proklamasi di Istana Merdeka. Pada waktu itu Presiden Soeharto,KSAD Rudini dan Pangdam Jaya Try Sutrisno juga shalat di masjid tersebut sehingga saya bisa melihat ketiga tokoh itu dalam jarak yang sangat dekat.
Karena suasananya agak leluasa,selesai shalat saya sempatkan melihat – lihat keberadaan masjid dan lingkungan sekelilingnya. Pada saat itu saya sangat mengagumi masjid tersebut. Pertama,karena masjid tersebut dibangun pada masa Presiden Soekarno dan beliau mengawasi langsung pembangunannya. Bukti itu nampak karena ada prasasti kecil yang berbunyi kira – kira: “ Di bangun di bawah pengawasan Ir.Soekarno”,yang ditempel pada salah satu tembok luar masjid dan letaknya nyaris tidak di ketahui banyak orang.
Kedua,arsitekturnya sangat menarik dan indah,seimbang dengan arsitektur istana peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang anggun,gagah dan tidak tertelan jaman. Menurut pengamatan saya,masjid mungil yang indah itu merupakan perpaduan arsitektur Timur- Tengah,Barat dan Bali. Arsitektur yang mencerminkan dedikasi sang penggagas yang memiliki ilmu dasar sebagai seorang insinyur teknik sipil serta asal keturunannya yang berdarah Jawa – Bali. Disamping juga mencerminkan kadar keimanannya serta konsistensi perjuangannya yang antara lain ikut menyusun dan menandatangani Piagam Jakarta yang merupakan jiwa Pembukaan UUD 1945.
Ketiga,fakta itu menunjukkan bahwa pahlawan Proklamator/Presiden I RI itu sangat memperhatikan keperluan tempat ibadah untuk mengamalkan agamanya sesuai sila pertama falsafah dan dasar negara Pancasila yang ia gagas pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
***
Awal Oktober 2010,saya agak terkejut ketika membaca berita bahwa Presiden SBY meresmikan masjid Baiturrahim yang telah dipugar. Saya kaget karena masjid itu sangat bagus,kokoh, dan merupakan karya Proklamator,kenapa mesti dipugar?. Lebih kaget lagi karena pemugaran itu hanya disebabkan masalah yang sebenarnya sangat sepele,karena konon arah kiblatnya dinyatakan kurang tepat.
Karena kekagetan itulah maka pada tanggal 8 Oktober 2010,bersama teman,saya berniat shalat di Masjid Baiturrahim. Tujuannya antara lain ingin melihat masjid itu setelah dipugar,yang dikabarkan menelan biaya senilai Rp 9,8 miliar.
Karena jalanan macet,kami sampai agak terlambat. Kalau dulu saya masuk ke masjid melalui Jalan Merdeka Utara(depan sebelah kanan istana),kali ini melewati jalan samping kanan istana dan harus melewati rumah jaga Paspampres.
***
Khotbah Jumat sudah mulai dan terdengar sampai rumah jaga. Pada pertengahan jarak antara rumah jaga sampai masjid ada kran air yang kemungkinan untuk keperluan menyiram tanaman. Di sekitar kran tersebut kelihatan jorok karena banyak sampah plastik dan kertas yang berserakan. Untuk pemandangan kawasan istana kepresidenan,keberadaan sampah – sampah tersebut sangat disayangkan.
Kami mengambil air wudhu di kran tersebut secara bergantian. Sambil mengambil air wudhu,saya menyimak khotnah Jumat yang sangat jelas kedengaran. Khatib mengulas berbagai bencana alam yang terjadi di tanah air kita akhir – akhir ini. Khatib menengarai ada perbuatan salah yang kita lakukan selama ini sehingga Allah memberikan hukuman. Tetapi khatib juga memberikan gambaran,mungkin karena perbuatan di antara kita yang suka mencari – cari kesalahan dan saling menjatuhkan,membuat Allah marah kepada bangsa kita. Penggalan isi khotbah tersebut patut menjadi renungan kita bersama.
***
Sambil duduk mendengarkan khotbah,saya memperhatikan kondisi masjid yang sudah sangat berubah dibanding yang saya lihat pada tahun 1980 – an. Selesai shalat,saya juga mencoba berkeliling sambil melihat – lihat dan mencari prasasti yang menyatakan Ir. Soekarno sebagai pengawas pembangunan Masjid Baiturrahim tersebut. Dan ternyata saya tidak menemukan prasasti asli yang bersejarah itu. Melainkan ada prasasti baru di pintu masuk masjid yang ditandatangani Presiden SBY bertanggal 1 Oktober 2010. Baru pada kesempatan shalat berikutnya setelah beberapa bulan kemudian, saya menemukan prasasti yang dibuat baru dan dipasang di bagian dalam masjid yang berbunyi mirip dengan prasasti awalnya.
Kesimpulan saya,langkah memugar masjid tersebut sangat disayangkan,terkesan gegabah dan kurang menghormati karya pendahulu apalagi yang bersangkutan adalah salah seorang Proklamator NKRI. Biasanya,pendiri bangsa atau pendiri suatu negara sangat dihormati dan setiap karya atau peninggalan yang menyangkut perjalanan kehidupan dan perjuangannya dijaga dan dilestarikan dengan bersungguh – sungguh. Negara – negara maju umumnya mempunyai tradisi yang luhur dan beradab tersebut.
Kalau penyebabnya antara lain karena arah kiblatnya salah,atau kurang tepat,mestinya bisa dimaklumi karena ketika dibangun mungkin belum ada metode yang canggih pada waktu itu untuk menentukan arah kiblat, atau barangkali karena memang menyesuaikan dengan estetika atau tata letak dari lahan yang ada. Mestinya kita bisa meniru Masjid Cut Mutiah di Menteng, Jakarta Pusat yang bekas rumah tinggal dan kantor. Atau meniru Masjid Agung Al Irsyad di Surabaya,yang arah kiblatnya cukup disesuaikan saja dengan membuat tanda – tanda yang jelas dan tidak perlu memugar,apalagi secara membabi buta. Kalau sekiranya dianggap kurang luas juga kurang tepat karena dapat diduga berapa jumlah jemaah rata – rata yang shalat di masjid di lingkungan yang agung dan bermartabat tersebut.
Sungguh pekerjaan yang kurang nalar,menghamburkan dana anggaran yang seharusnya bisa untuk memprioritaskan kebutuhan rakyat yang lebih penting dan mendesak misalnya perbaikan sekolah, jalan raya, dan lain – lain.
Dalam hal ini Menteri Hatta Radjasa dan Menteri Sudi Silalahi yang pada saat peresmian disebut – sebut Presiden SBY sebagai yang berjasa dalam pemugaran tersebut sangat bertanggung jawab. Bukannya berusaha mengukuhkan sebagai bangunan cagar budaya dan harus dilindungi oleh rezim siapapun dan sampai kapanpun,malah tindakannya dapat dikatagorikan merusak kalau hasil akhirnya ternyata tidak lebih indah dari awalnya. Apalagi kalau di kaitkan dengan kondisi sarana pendidikan dan prasarana perekonomian yang rusak parah pada waktu terakhir ini, tindakan pemugaran tersebut bisa dianggap sebagai pemborosan dan selintas terkesan mengabaikan skala prioritas pembangunan.
***
Tetapi nasi telah menjadi bubur,mau diapakan lagi!. Untuk menghindari dugaan bahwa Masjid Baiturrahim juga menjadi korban pencitraan atau korban arogansi kekuasaan yang cenderung tendensius , ambisius , dan kurang rendah hati,sebaiknya perlu segera dibuat prasasti sejarah yang menjelaskan keberadaan masjid tersebut dari mulai siapa pencetus ide,proses pembangunan,waktu pembangunan,kapan peresmian,dan seterusnya dan di buat bukunya lengkap dengan gambar awalnya. Langkah luhur tersebut perlu segera di mulai dari sekarang ,mumpung masih banyak dokumen serta narasumber yang bisa dikorek keterangannya. Sebab kalau tidak,kasus ini bisa merupakan sebuah ironi,sebagaimana dinyatakan oleh khatib dalam khotbahnya tersebut di atas.*****
Langganan:
Komentar (Atom)
