Entri yang Diunggulkan
GENERASI PENDOBRAK JILID III
Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April 2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...
Tampilkan postingan dengan label lawan korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lawan korupsi. Tampilkan semua postingan
Kamis, 19 Desember 2019
Jangan Lemahkan KPK
Apabila ditelaah lebih jauh dari segi ekososiofisika, kenapa Indonesia yang pernah melaksanakan enam kali Pelita tak kunjung lepas landas seperti yang pernah selalu digembar-gemborkan pada waktu itu? Jawabannya, karena dihambat oleh friksi yang namanya korupsi yang merajalela di segala lini. Sebagai akibatnya, pembangunan yang telah membabat hutan, menguras kekayaan alam oleh bangsa asing dan hutang serta bantuan asing yang begitu besar hanya membuat kita tetap berada di landasan, walaupun telah memakan waktu selama 32 tahun dan rezim Orba dipaksa tumbang oleh aksi rakyat. Lembaga pemeriksa memang sudah ada, dari sekelas Internal Audit, BPKP sampai lembaga tinggi setingkat BPK. Tetapi di masa lalu, seringkali fungsi mereka hanya ecek;ecek. Mereka datang, disambut dan dipenuhi segala tetek-bengeknya, memeriksa lalu segala sesuatunya beres. Setiap temuan penyelewengan sering kali diselesaikan secara adat sehingga seolah tidak pernah ada penyelewengan dan tidak pernah ada yang tertangkap, pada hal hasil pembangunannya tidak bermutu karena banyak dikorupsi. Kasus gedung sekolah yang luas lahannya sempit dan gedungnya mudah ambruk, jembatan yang mudah rusak dan jalan raya yang selalu tambal sulam dan banyak berlubang adalah salah satu contoh hasil perilaku kerja koruptif.
Menyadari akan bahaya korupsi itulah, maka pada masa rezim reformasi dibentuklah KPK pada era Presiden Megawati Soekarnoputri (tahun 2002). Kalau kemudian banyak tokoh politisi dari PDIP yang tertangkap KPK, maka itulah resiko suatu perjuangan yang harus dipikul dengan lapang dada dan jiwa besar. Adalah tugas semua partai politik agar mampu mencari dan membina kader yang berkualitas dan tidak berkelakuan serta bermental koruptif.
Ada lagi yang berpendapat bahwa korupsi semakin merajalela di negeri ini dengan makin banyaknya pengusaha, birokrat, dan politisi yang ditangkap oleh KPK. Benarkah demikian?. Penulis jadi teringat ceramah Ustadz Abu Sangkan dalam suatu siaran TV. Ketika ditanya oleh Jemaah mengenai prospek keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia, dia mengungkap suatu penelitian di Jepang. Bahwa otak manusia itu mengandung enzim yang secara otomatis bisa menularkan sifat-sifat tertentu kepada sesamanya walaupun tidak diajarkan. Maka sifat atau perilaku koruptif juga demikian. Apabila para elitenya gemar melakukan korupsi, maka secara otomatis akan menular ke seluruh rakyatnya. Sebaliknya, kalau elitnya berperilaku jujur, maka banyak koruptor yang akan tertangkap tangan oleh penegak hukum seperti KPK karena mereka secara otomatis akan semakin bernyali besar untuk memberantas korupsi mengikuti para elitnya yang sudah banyak mulai berbuat jujur.
Oleh karena itu, kalau masyarakat luas banyak yang merasa puas mengenai kinerja KPK akhir-akhir ini, mungkin UU yang sudah ada perlu dipertahankan dan semakin ditingkatkan pelaksanaannya. Mengenai eksekusi anggaran yang sudah ditetapkan, mestinya tidak perlu ditakuti sejauh tidak melanggar prosedur, menjamin mutu kerja dan mutu produk atau bahan dan tidak berniat korupsi, maka pelaksanaan perlu segera direalisir demi kelancaran pembangunan yang dibutuhkan oleh rakyat. Tidak ada alasan untuk menunda-nunda pelaksanaan suatu mata anggaran hanya karena takut dituduh korupsi. Justru karena yang menunda atau menghambat suatu pelaksanaan anggaran yang sudah direncanakan itulah yang patut dicurigai karena bisa saja dianggap sudah terbiasa berperilaku, “wani piro?”.
Dalam ilmu fisika dasar berlaku hukum tentang gaya, bahwa gerak suatu benda itu akan selalu mendapat hambatan atau friksi yang akan mempengaruhi cepat-lambatnya suatu gerakan. Demikian juga laju pembangunan ekonomi dan sosial suatu bangsa akan selalu mengalami hambatan yang datangnya dari luar ( faktor eksternal) serta hambatan yang berasal dari dalam (faktor internal). Faktor internal ini bisa memperparah faktor eksternal apabila tidak bisa tertanggulangi dengan baik. Faktor internal ini adalah perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang kondisinya di Indonesia sudah dalam stadium yang membahayakan.
Kalau kinerja KPK periode terakhir ini dinilai banyak pihak cukup memuaskan dan perlu terus ditingkatkan, maka UU yang sudah ada semestinya perlu dipertahankan agar tidak dikesankan ada upaya akan melemahkan KPK. Dan sejalan dengan upaya Pemerintah yang bermaksud membangun SDM yang kuat, maju, berdisiplin dan berkualitas, maka penguatan kinerja KPK sangat diperlukan. Dalam hal ini, KPK jangan sampai dilemahkan dalam rangka mengantarkan Indonesia yang maju, adil, dan makmur pada tahun emas 2045 kelak.
(tulisan ini dikirim ke beberapa media cetak: Kompas, Koran Sindo, dan Koran Tempo, tapi belum pernah dimuat, dikirim pada bulan September-Oktober 2019)
Langganan:
Komentar (Atom)