Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Rabu, 23 Juli 2025

Titik Nol Ibu Kota Nusantara (IKN)

 

Titik Nol IKN (Sumber: Kompas)

Penanda Titik Nol IKN sudah dibangun

Dimulai pada bulan Februari 2022

Adalah merupakan titik referensi geografis

Sebagai pusat baru dari Ibu Kota Negara Indonesia

 

Letak Titik Nol di Kecamatan Samboja dan  Kecamatan Sepaku

Berada di Kabupaten Penajam – Paser Utara Kalimantan Timur

Titik Nol IKN juga menjadi representasi persatuan Indonesia

Diwujudkan melalui prosesi penyatuan tanah dan air wilayah NKRI

 

Terjadi pada 14 Maret 2022 dalam acara “Ritual Kendi Nusantara”

Sebanyak 34 orang Gubernur Provinsi di seluruh tanah air

Menyerahkan tanah dan air dari wilayah Provinsi masing-masing

Diserahkan secara simbolis kepada Presiden Joko Widodo

Untuk disimpan di Titik Nol IKN - Ibu Kota Nusantara*****

Bekasi, Februari 2025


Dari DKI Jakarta ke IKN

 

Jakarta di Pagi Hari (Sumber: MRT Jakarta)



Jakarta adalah kota Proklamasi Kemerdekaan

Menjadi ibu kota NKRI dengan sebutan DKI Jakarta

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta apabila dipanjangkan

Kota yang berkembang mempesona dan menggiurkan

 

Siapa saja ingin merantau ke Jakarta

Dengan bermodalkan apa saja yang dia punya

Dari yang berilmu sampai sekelas masyarakat biasa

Berlomba mengadu nasib di Ibu Kota yang serba ada

 

DKI Jakarta berkembang pesat tanpa kendali

Masyarakat dari berbagai daerah berbondong mengais rezeki

Mereka berteori, DKI Jakarta hak semua anak negeri

Jadilah kota Jakarta berjubel bagai Kerajaan Kelinci

 

Ibu kota NKRI pernah harus berpindah

Ketika Jakarta September 1945 dijamah kembali oleh penjajah

Sri Sultan Hamenku Buwono IX menawarkan kepada Pemerintah

Ibu Kota NKRI dipindah ke Jogyakarta kota yang ramah

 

Ketika Pulau Jawa sudah tak terkendali

Berbagai masalah semakin rumit tertangani

Presiden Joko Widodo menggagas perpindahan ibu kota NKRI

Di Kalimantan IKN ditetapkan, dibangun dan sudah megah berdiri*****

Bekasi, Februari 2025


Sabtu, 19 Juli 2025

Ibu Kota Nusantara

 

Sumber: MerahPutih.Com

Presiden Joko Widodo sudah menggagas

Ibu kota NKRI harus dipindah

Ke Pulau Kalimantan nan indah

Pulau yang luas dan kaya raya

Aneka flora – fauna dan kekayaan alam bawah tanah ada di sana

Sebagai karunia Tuhan Yang Mahakuasa kepada bangsa Indonesia

 

Ibu Kota Nusantara atau IKN diberinya nama

Sudah mulai dibangun dan Istana Negara juga sudah rampung

Peringatan HUT RI 17 Agustus 2024 dipusatkan di Istana yang megah itu

Presiden Joko Widodo sebagai Inspektur Upacacara dalam suasana yang sangat khidmat

Sebagai pusat pemerintahan NKRI, semoga alam serta sungai-sungai besar di Kalimantan terjaga dan tertata dengan baik

Sebagai pengganti Jakarta yang sudah kumuh dan semrawut****

Bekasi, Februari 2025

Jumat, 18 Juli 2025

Suasana Kehidupan

 

Foto Dari Daria Obymaha di Pexels

Menyongsong matahari terbit

Orang-orang hiruk-pikuk sudah bergelut dengan kehidupan

Ada yang berjalan kaki, juga ada yang berkendara

Warung dan kios sudah mulai dibuka

Rumah-rumah sempit dan kumuh berderet

Para penghuninya sudah semangat beraktivitas

Agaknya mereka tidak mengikuti program Keluarga Berencana

Tuna kesadaran yang baik tentang pentingnya program KB

Rela hidup berhimpitan dan pastinya kurang sehat*****

Bekasi, Februari 2025

Catatan Perjalanan

Foto oleh Min An di Pexels


Kota Jakarta di pagi hari kerja

Sepeda motor berseliweran

Juga mondar-mandir kendaraan angkutan kota dan kendaraan pribadi

Mengantar anak sekolah dan para pekerja ke tempat kerjanya

Sampah berserakan sepanjang jalan

Ada yang terbungkus plastik, tetapi lebih banyak yang urakan

Pasukan Oranye tak kunjung henti sibuk menyapu

Karena ulah masyarakat yang tak punya budaya bersih

 Dan semena-mena seolah tak mengenal adab*****

Bekasi, Februari 2025


Cerita Seputar Ko-As

 

Foto oleh RF._.studio di Pexels
Husseynia Muharrani anak saya yang bungsu

Sudah diwisuda dari Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jakarta

Sebagai Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada tanggal 22 November 2024

Di Hotel Pullman Jakarta

Syahdu dan meriah acaranya karena wisuda serentak

Bersama penyandang gelar Magister, Ahli Madya dan Sarjana Terapan

Langkah selanjutnya dia masih harus berjuang

Menjalani Ko – As (Ko Asistensi)

Mendampingi Dokter Spesialis dan Dokter Ahli

Selama tiga semester lagi

Dengan status masih sebagai Dokter Muda*****

Bekasi, Februari 2025

RSUD Koja-Jakarta Utara Jam 06.30 WIB


 

Hari Senin pagi sekali tanggal 17 Februari 2025

Saya bersama keluarga

Mengantar  anak yang bungsu

Menjalani Ko-Asistensi Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja – Jakarta Utara

Dengan berkendara mobil Suzuki Estilo tahun 2010

Berangkat jam 05.30 WIB dari Jatiasih – Bekasi

Sampai di RSUD Koja sekitar jam 06.30 WIB

Perjalanan pagi yang santai dan nyaman *****

Bekasi, Februari 2025

Perjalanan Pagi

 


Hari Senin pagi sekali tanggal 17 Februari 2025

Saya bersama keluarga

Mengantar  anak yang bungsu

Menjalani Ko-Asistensi Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja – Jakarta Utara

Dengan berkendara mobil Suzuki Estilo tahun 2010

Berangkat jam 05.30 WIB dari Jatiasih – Bekasi

Sampai di RSUD Koja sekitar jam 06.30 WIB

Perjalanan pagi yang santai dan nyaman *****

Bekasi, Februari 2025


Selesai Sholat Subuh

Selesai sholat Subuh, saya sekeluarga mengantar anak bungsu menjalani Ko - Asistensi Spesialis Penyakit Dalam di RSUD Koja - Jakarta Utara. Hari itu Senin tanggal 17 Februari 2025, berangkat dari Jatiasih – Bekasi sekitar jam 05.30 WIB. Menikmati suasana kota Jakarta dengan kendaraan pribadi di pagi hari sangat mengesankan. Banyak yang saya lihat, rasakan, amati dan saya khayalkan tentang Ibu Kota, NKRI dan IKN yang digagas oleh Presiden Joko Widodo yang sudah benar-benar direalisir pembangunannya. Kenangan di pagi hari itu kemudian saya tuangkan ke dalam beberapa puisi bebas dengan judul: Perjalanan Pagi, RSUD Koja – Jakarta Utara, Cerita Seputar Ko-As, Catatan Perjalanan, Suasana Kehidupan, Ibu Kota Nusantara, Dari DKI Jakarta ke IKN, Titik Nol IKN Selamat membaca.***** Bekasi, Februari 2025

Minggu, 25 Mei 2025

Lia dan Si Gembul

Lia, seorang gadis kecil yang baru masuk Sekolah Dasar, sangat menyayangi kucing. Kalau dia main di mana saja, kucing yang dijumpai pasti disapanya, dibelai-belai bahkan ada yang sampai digendong-gendong. Karena suka menyediakan makanan di teras rumahnya, membuat banyak kucing singgah di rumahnya yang terkadang saling berkelahi karena berebut makanan. Suatu hari ada jenis kucing Himalaya singgah dan menyerang semua kucing yang ada di teras rumah Lia. Kucing cantik berbulu tebal itu sangat menarik bagi Lia dan meminta orang tuanya untuk memelihara. Kucing itu diam saja sewaktu dibelai dan digendong Lia lalu dibawanya masuk ke dalam rumah. “Eh, jangan dibawa masuk, itu kan kucing milik orang!”, kata Bapaknya. “Biar Pak, kita pelihara saja, kan mungkin tidak betah di rumahnya dan kemudian lari kemari! Lihat ini Pak, dia senang sekali saya gendong”, tangkis Lia meyakinkan Bapaknya. Berbulan-bulan lamanya kucing yang diberi nama Gembul itu tinggal di rumah Lia dan sangat disayang bagai sahabatnya. Diberinya makan dan minum, juga diajak bercanda-ria setiap hari. “Kamu sayang kucing boleh, tetapi jangan lupa belajar, ya Lia!”, tegur Ibunya suatu ketika. Oleh karena itu, sewaktu bercanda-ria dengan Gembul, tidak lupa Lia membawa buku untuk sambil belajar. Sudah selama lima bulan, Gembul sebagai sahabat Lia di rumah. Sangat akrab dan agaknya saling merindukan. Lia rindu akan kelucuannya dan Gembul juga terlihat sangat menikmati ketika digendong dan dielus-elus dibelai manja. Suatu hari, Bapaknya Lia kedatangan tiga orang tamu. Pintu ruang tamu dibuka lebar-lebar sehingga kesempatan bagi Gembul untuk keluar dan lari entah kemana. Lia dan Ibunya yang terbangun dari tidur siang, kaget karena Gembul tidak berada di tempatnya. Dicari ke segala sudut rumah, Gembul tidak kunjung ditemukan. Menangislah Lia, dan selalu memanggil-manggil Gembul. Beberapa hari kemudian,,sesudah makan siang, Lia tiduran di sofa panjang di ruang tamu, tempat biasanya bersama Gembul bercanda-ria. Saking sangat rindunya bersama Gembul, Lia tertidur pulas dan bermimpi ketemu Gembul yang dicari-cari. “Meeoong, apa kabar Lia?”, sapa Gembul. “Hai Gembul, kemana saja kamu selama ini?”, sahut Lia dengan suka cita. “Aku mau ke Himalaya, ke kampung halaman nenek-moyangku, ayo Lia ikut ya!”, ajak Gembul dengan semangat. “Ayo, nanti kenalkan ya sama saudara dan teman-temanmu!”, jawab Lia dengan sangat gembira. Perjalanan ternyata terasa sangat jauh dan terus mendaki, lalu sampailah ke suatu rumah yang bagus dan indah ukirannya. “Hai teman-teman, ini kenalkan teman mainku yang baik hati, selalu memberi makan dan minum serta dibelai-belainya aku dengan penuh kasih-sayang”, seru Gembul kepada para kucing yang banyak sekali, dan sangat lucu. Karena terasa lama sekali di rumah itu, tiba-tiba Lia ingin mengajak Gembul pulang. “Ayo Gembul kita pulang ke rumah, kita main di rumah saja”, bujuk Lia. Tetapi Gembul yang sudah digendongan Lia tiba-tiba meloncat dan lari kencang. Lia kaget lalu terbangun dan seketika menangis lagi sejadi-jadinya sambil teriak, Gembul, Gembul. “Kamu mimpi ya Lia. Diam sayang, jangan ditangisi, mungkin Gembul ingin pulang ke rumah asalnya lagi. Kamu berdoa saja, semoga Si Gembul pulang ke sini lagi!”, hibur Ibunya menenangkan Lia dengan penuh kasih sayang dan bujuk rayu.*****Bekasi, Mei 2025

Minggu, 20 April 2025

Pak Guru Imam Subekti

Tahun ini kemarau panjang. Biasanya, selama bulan Agustus sudah mulai ada sesekali hujan turun seolah membasuh Sang Merah Putih yang sengaja dikibar selama peringatan bulan Proklamasi Kemerdekaan. Bahkan sampai di bulan Desember sama sekali belum ada tanda-tanda musim hujan tiba. Apalagi sepanjang bulan Ramadan ini suasana kering kerontang, sungai dan telaga serta sumur sudah mulai mengering. Karena cuaca yang terang benderang, seusai salat Idul Fithri, para jamaah langsung berhamburan, ada yang pulang ke rumah dulu untuk sarapan pagi dan ini memang disunahkan khusus pada hari pertama Idul Fithri. Tetapi tidak sedikit yang langsung pergi ke makam untuk melakukan ziarah kubur kepada orang tua dan sanak famili yang telah mendahului kembali ke haribaan-Nya. Aku mengajak istri dan anak – anakku langsung ke makam. Khutbah Idul Fithri tadi sangat menyentuh hati nuraniku. Tanpa embel-embel politik dan sindiran-sindiran yang terkadang kedengarannya lucu, karena khutbah yang seharusnya menyampaikan kebajikan kok seolah mengajak berantem. Bagiku, isi khutbah yang langsung sangat berkesan adalah ajakan pasca menjalankan ibadah puasa Ramadan. Bahwa kita wajib meminta maaf kepada kedua orangtua dan kerabat kita, serta kepada tetangga dan handai-taulan terutama yang pernah bermasalah dengan kita. Juga kepada para ustaz dan guru kita yang telah memberikan ilmu dan pengajaran kepada kita dengan penuh kesabaran dan ketekunan sehingga kita masing-masing bisa mencapai tingkat kehidupan seperti sekarang ini. Kepada yang sudah terlebih dahulu berpulang ke rahmatullah, dianjurkan agar kita menengadahkan tangan disertai membayangkan wajah mereka, memohonkan ampunan dan pahala kepada Allah Yang Mahakuasa bagi mereka semua. Setelah membeli bunga tabur beberapa bungkus dari penjual yang banyak berjajar di sekitar makam, kami langsung menziarahi makam orang tua dan kerabat, berdoa dan tabur bunga. Bagiku, ketika berusaha khusu’ berdoa di pusara Bapakku, tiba-tiba ingat segalanya. Ingat tentang keberhasilan hidup, ingat apakah aku sudah membalasnya dan semuanya menyeruak di benak dan hati sanubari yang paling dalam, teringat nasihat khatib ketika menyampaikan khutbah salat Idul Fithri tadi. Mungkin khutbah seperti itu seringkali kudengar. Tetapi cara penyampaian dan saat mendengar usiaku sudah masuk angka ke tujuhpuluh tahun, jadinya mengingatkan segala-galanya, menembus alam kubur seolah berjumpa langsung dengan Bapak, Emak dan Embok, nenekku yang sudah tiada beberapa tahun yang lalu. Juga wajah para Bapak dan Ibu Guru serta Ustaz yang telah berjasa dalam hidupku. Setelah ziarah, kami beranjak pulang. Ketika di pintu gerbang makam, aku berhenti dan tabur bunga serta berdoa. Bunga tabur yang kusisakan dua kantong, habis merata sepanjang pintu gerbang keluar – masuk makam. Anakku yang paling bungsu, yang sudah kelas tiga SMA nampak memperhatikan dengan seksama apa yang kulakukan. Dia tiba – tiba bertanya: “Tabur bunga untuk siapa, Pak? Kok di pintu gerbang?” Aku isyaratkan diam dulu dengan menempelkan ujung jari telunjuk ke mulut, dengan harapan agar doaku lebih khusu’, dan semoga Allah menerima, karena aku khusus menyampaikan doa yang kubaca buat Bapak Guru Imam Subekti almarhum. Sesampai di rumah, kami sarapan pagi menikmati ketupat sayur yang memang sengaja sudah dipersiapkan selama beberapa hari ini dengan membuat ketupat sendiri. Dengan sayur lodeh berbahan rebung dan pepaya muda, serta lauk-pauk ayam opor adalah menu tetap lebaran selama beberapa tahun ini. Lezat dan nikmat itulah kesan yang mendalam. Sambil bercerita dan komentar berbagai masalah, kembali anakku yang bungsu bertanya: “Tadi Bapak tabur bunga untuk siapa, Pak?”, “Untuk almarhum Bapak Imam Subekti”, kataku memulai bercerita, “Siapa itu ,Pak, kok tabur bunganya di pintu gerbang pemakaman? Kok tidak di makamnya, Pak?”, tanyanya lagi seolah menyelidik Semua mendengarkan dengan serius dan menyimak sambil menikmati sarapan pagi. “Dulu,”, aku memulai meneruskan bercerita. “Sewaktu kelas tiga di SD Negeri Benjeng pada tahun 60-an, di Benjeng kedatangan empat Bapak Guru baru, Pak Kusno, Pak Mu’in, Pak Sutoko, dan Pak Imam Subekti. Mereka menempati rumah kontrakan di seberang Masjid Jami Benjeng yang letaknya dekat dengan sekolah. Diantara berempat itu hanya Pak Imam Subekti yang mengajar di SDN Benjeng, sedangkan yang tiga orang lainnya berpencar di beberapa SD yang ada di Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik. Pak Imam Subekti yang kelihatan tampil paling ngepop. Celana komprang dan rambut sedikit gondrong, penampilan dan tampang memang mirip John Lenon – The Beatles. Para beliau ini tampak sekali – sekali mengikuti salat wajib berjamaah di Masjid Jami Benjeng.” “Ketika naik ke kelas enam tahun 1962, Bapak pindah ke Gresik tinggal bersama Pakde dan Bude Sa’i. Sewaktu kelas tiga SMP tahun 1965, suasana politik memang ramai dan agak menghangat. Di tingkat SLTP saja sudah marak organisasi pelajar yang berafiliasi dengan partai politik tertentu. Mereka berlomba mencari pengaruh di sekolah – sekolah”. “ Lalu Bapak ikut yang mana, Pak?”, celetuk salah seorang anakku. “Kebetulan Bapak tidak ikut – ikutan dan hanya aktif di organisasi intra sekolah, yang sekarang dikenal namanya OSIS. Dulu, Bapak selalu ditunjuk sebagai Panitera, atau Sekretaris Persatuan Pelajar SMP Negeri I (PP SMPN I) sampai ketika duduk di kelas tiga. Oleh Bapak Sa’i, bapak memang dilarang ikut-ikutan masuk menjadi anggota Ormas Pelajar. Politik itu jahat, jangan ikut-ikutan, kata Bapak Sa’i.” “Pada waktu itu seringkali partai – partai politik jor – joran berlomba membuat acara, ada hiburan pertunjukan kesenian dan film, drum band dan sebagainya. Memang suatu ketika Bapak kaget, karena sewaktu HUT PKI tahun 1965 di Gresik, beberapa Bapak Guru dari Benjeng ada yang ikut pawai, diantaranya pak Imam Subekti.” ***** “Tiba-tiba terjadilah peristiwa menggemparkan yang dikenal dengan Gerakan 30 September tahun 1965. PKI dituduh sebagai dalang dan pelakunya. Beberapa Jenderal pimpinan TNI Angkatan Darat diculik dan dibunuh secara keji. Isu berseliweran. Beredar isu, kalau PKI menang, orang beragama akan digorok, dan dicungkili matanya. Suasana masa – masa itu hening dan suasana kehidupan dalam ketakutan yang luar biasa. Orang – orang yang ditengarai anggota dan simpatisan PKI dibunuhi seenaknya dan hukum tidak berlaku. Di Gresik, karena merupakan basis organisasi politik dan organisasi massa berazas agama, hampir semua kaum muda berbondong – bondong mengganyang PKI. Karena kalau tidak ikut beraksi, takut di tuduh sebagai PKI maka ada yang dengan ganas aktif beraksi. Tetapi tidak sedikit yang hanya sebagai penggembira karena takut berdosa, dan sebenarnya juga karena takut dituduh simpatisan G30S” “Banyak sekali korban pembunuhan pada waktu itu dan berbagai berita berseliweran setiap hari. Menyeramkan dan menakutkan. Salah satu korban yang dibunuh itu adalah Pak Imam Subekti.”. Sambil makan mengunyah pelan – pelan, anak – anak dengan tekun menyimak ceritaku. “Dulu, di Benjeng ada dua gedung Sekolah Dasar Negeri. Di Benjeng Barat terdiri dari dua ruang kelas untuk kelas satu dan kelas dua. Sedangkan di Benjeng Timur ada tiga ruang kelas, satu kelas untuk kantor dan yang dua kelas lainnya diatur pemakaiannya, kelas pagi untuk kelas lima dan kelas enam, sedangkan siangnya untuk kelas tiga dan kelas empat. “Pak Imam Subekti bertugas mengajar di kelas tiga atau kelas empat, Bapak tidak ingat lagi tepatnya”, lanjutku. “Dulu, seorang guru itu mengajar di suatu kelas secara penuh untuk semua mata pelajaran. Pak Imam Subekti ini agaknya memang seorang seniman dan tutur katanya sangat lemah lembut. Beliau mengajarkan juga kesenian, tari dan nyanyi. Kalau sore menjelang pulang atau bubaran sekolah, kelasnya pasti menyanyi secara serempak yang enak didengar sampai ke kampung penduduk. Apalagi kalau menyanyikan lagu “Desaku Yang Kucinta” dan “Rayuan Pulau Kelapa”, sangat merdu didengar, cukup menggetarkan dan bisa membangkitkan jiwa nasionalisme serta cinta tanah air.” “Konon kabarnya, pak Imam Subekti dijemput massa di suatu pagi buta setelah jam salat Subuh di rumah kontrakannya. Dia diseret beramai – ramai sampai ke desa Ngepung dan disiksa yang jaraknya sekitar dua kilometer dari rumah kontrakannya. Desa Ngepung ini bertetangga dengan desa Klampok, dan berita pembunuhan sampai ke desa itu. Almarhum Pak Nursam, yang kebetulan pengurus masjid Jami’ Klampok mendengar kabar bahwa ada guru PKI dibunuh dan mayatnya ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Pak Nursam memanggil rapat para jamaah masjid bermaksud untuk mengecek kebenaran berita pembunuhan itu, apalagi kabarnya korban tersebut pak Imam Subekti guru yang cukup dikenal masyarakat. “Karena ada kesaksian, Pak Imam pernah salat ke masjid dan merupakan seorang guru yang banyak jasanya mengajarkan ilmu dan pengetahuan kepada anak – anak kita, sebagai muslim, adalah fardhu ain bagi kita untuk merawat jenazah itu, masak dibiarkan tergolek di pinggir jalan,” kata pak Nursam. “Sebagai muslim, kita makamkan saja secara Islam dengan segala tanggung jawabnya,” katanya lagi meyakinkan masyarakat yang hadir karena ada yang takut kalau dituduh simpati kepada orang PKI. Setelah saling bersitegang karena ada yang setuju, tetapi ada beberapa orang yang menolak karena takut dan lalu pergi menjauh, maka keputusan akhir, dimakamkanlah jenazah pak Imam Subekti di pemakaman Klampok secara Islam. Tetapi makam itu sudah tidak jelas di mana letaknya karena tidak ada yang berani merawat, takut kalau dituduh dan difitnah yang macam-macam. Bahkan di kalangan masyarakat beredar rumor yang sampai ke kalangan anak – anak kecil mengenai makam orang PKI, pak Bekti, yang diisukan seram – seram dengan berbagai ceritanya. Oleh karena itu, ketika ada kabar bahwa kerabat keluarga Pak Imam Subekti pernah datang dan menanyakan letak makam beliau, tidak ada yang bisa memberitahu. Hanya dikasih tahu, bahwa almarhum Pak Imam Subekti benar dimakamkan di pemakaman desa Klampok secara Islam. Kabar yang beredar, pak Bekti dibunuh oleh orang-orang dari daerah lain. Karena dikhawatirkan mereka salah faham dan ditakutkan akan menyerbu masyarakat yang memakamkan secara baik-baik, pak Nursam mengajak warga siskamling siang dan malam untuk siap menjelaskan seandainya diantara mereka ada yang datang. Namun, perdebatan terus saja terjadi. Yang ketakutan dituduh PKI tetap mempertanyakan dasar pemikiran kenapa dimakamkan secara Islam. Pak Nursam konon berdalih dan bertanya :”Kalau kita menemukan jenazah tak dikenali, bolehkah kita memakamkan secara Islam atau kita kubur begitu saja? Sebagai fardhu ain bagi setiap muslim, kita tentu wajib memakamkan sesuai keyakinan kita”. “Tetapi kan dia anggota PKI yang sudah jelas-jelas, Pak!”, sanggah seorang warga. Pak Nursam berusaha mempertegas memberikan penjelasan. “Kalau orang PKI meninggal dunia, atau menikah, kira-kira apakah dia mengakui agamanya atau tidak, ya? Sebab, nyatanya tidak ada kuburan khusus orang PKI atau menikah dengan cara PKI, sehingga cara pemakaman yang kita lakukan Insya Allah benar. Semoga Allah subhanallah taala meridhoi langkah kita sebagai muslim, sedangkan mengenai pribadi almarhum biarlah Allah Yang Mahakuasa yang berhak mengadili ”, jelas Pak Nursam. Di usia Bapak setua ini kemudian ingat jasa orang tua dan para guru yang mengajarkan, membimbing dan membuat pandai kita semua. Oleh karena itu Bapak berziarah seperti tadi. Semoga Allah subhanahullah taala mengabulkan doa Bapak”. Anak – anakku sampai berbinar – binar matanya, mungkin juga ikut prihatin dan simpati yang mendalam. “Kenapa mesti dibunuh, ya Pak, kasihan sekali beliau!” kata si bungsu yang memang mempunyai jiwa yang mudah trenyuh. Aku berusaha mencoba memecah keheningan dengan mengalihkan pembicaraan yang menyangkut silaturahim dan rencana halal bihalal. Selesai makan, kuminta semua mengheningkan cipta sambil berdoa dan membaca surat Al – Fatihah untuk almarhum Pak Guru Imam Subekti.***** Muhammad Sadji, adalah Pensiunan BUMN yang karya cerpennya dimuat di buku antologi : Kumpulan Cerkak Bahasa Jawa Asmarandana (Agustus 2020), Tersembunyi (Mei 2021) dan Tinggal Kenangan (April 2024).

Selasa, 07 Januari 2025

Pengalaman Mengikuti Lomba Menulis Surat

 

ilustrasi menulis surat. (sumber: Castorly Stock di Pexels)


Pada awal tahun 2024 saya mengikuti lomba menulis surat. Temanya “Lomba Menulis Surat Kepada Sahabat”. Untuk melawan lupa dan menunda kepikunan, saya memang selalu berusaha menulis apa saja, juga mencoba mengikuti berbagai lomba menulis. Karena lomba itu iumumkan di media sosial, tentu saja pesertanya membludak. Dan ketika pengumuman, naskah surat saya termasuk yang terpilih untuk dibukukan. Juga disebut adanya tiga orang penulis surat yang dinyatakan terbaik sebagai pemenang.

       Pada bulan Maret 2024 saya mengirim uang untuk memesan buku sebanyak tiga eksemplar senilai Rp 180.000,- Dapat diduga, peserta yang masuk nominasi untuk dibukukan pasti memesan buku yang berjudul “Surat Untuk Sahabat” dan sudah dinyatakan terdiri atas 300 halaman. Dan lucunya, buku yang saya pesan itu tak kunjung terkirim sampai sekarang dan panitia berikut penerbitnya susah untuk dihubungi. Pernah sempat tertemukan, penerbit itu beralamat di Lampung tetapi tidak bisa dihubungi dan malah kemudian menghilang. Karena naskah surat itu saya buat sesuai fakta, pengalaman dan kejadian sebenarnya, maka bagi saya,itu termasuk dokumen sejarah pribadi yang bisa menjadi bagian dari biografi saya. Oleh karena itu, perlu saya ungkap surat pribadi itu secara terbuka, dan inilah bunyi selengkapnya.

Buat sahabatku Afandi Zuhri di Kendal

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sahabatku nan jauh,

Seperti pada pembicaraan kita via HP beberapa hari yang lalu, bahwa keadaanku di Bekasi sekeluarga baik-baik saja. Semoga sahabatku sekeluarga di Kendal demikian juga hendaknya. Saya kok tiba-tiba ingin menelpon sahabat. Dan ternyata sahabat baru pulang dari Malang karena Awuk, adik sahabat telah berpulang ke rahmatullah pada hari Sabtu tanggal 17 Februari 2024 yang lalu. Saya turut menyampaikan duka cita yang mendalam, semoga amal ibadah almarhumah Awuk diterima Allah subhanallahu taala.

Dalam usia di atas 70 tahun ini kegiatanku sehari-hari antaralain berbenah dan merapikan barang-barang koleksiku berupa suratkabar alias koran, majalah, buku, benda filateli dan numismatik serta surat-surat dari para sahabat dan kenalan. Beberapa waktu yang lalu, saya kebetulan menemukan surat sahabat beserta foto hitam putih. Saya jadi teringat, semenjak kepindahan keluarga sahabat ke Malang pada tahun 60-an kita belum pernah ketemu langsung sampai sekarang ini. Berkali-kali ingin merancang pertemuan antara saya, sahabat dan Mulyono sahabat kita yang juga pindah ke Sidayu, tidak pernah terlaksana.

Saya sangat kecewa dan terharu, karena Mulyono yang sempat kita pertanyakan karena sulit dihubungi, ternyata sudah lebih dulu berpulang ke rahmatullah. Saya sempat berkunjung ke rumahnya beberapa waktu yang lalu dan ketemu semua keluarganya. Mari kita bacakan surat Al Fatihah untuk almarhum Mulyono sahabat kita agar amal ibadah dan kebaikannya diterima Allah subhanahu wataala dan mendapat ganjaran pahala yang setimpal. Sungguh, saya baru sempat melihat raut wajah sahabat ketika pembicaraan via w/a beberapa hari yang lalu itu. Untuk kenangan, maka saya menulis surat ini semoga sahabat senang membacanya. Karena terakhir ini, saya selalu teringat semasa kanak-kanak ketika tinggal di Benjeng, sebuah desa setingkat kecamatan di wilayah Kabupaten Gresik. Sahabat pasti masih ingat, sebagai teman bertetangga kita selalu bermain bersama, bertiga bersama Mulyono. Sahabat yang setahun lebih tua, masuk sekolah duluan di Sekolah Dasar Negeri Benjeng. Kita ingat, kelas satu dan kelas dua waktu itu gedung sekolahnya berada di kampung Benjeng Barat. Kalau rindu mau bermain, saya selalu sudah menunggu di rumah sahabat dan sahabat kemudian selalu mengajari saya dengan menirukan bak seorang guru. Lucunya, saya selalu menurut saja. “Ji, saya tadi diajari berhitung, ini angka dan cara menghitungnya bisa pakai jari. Nanti harus pakai potongan batang kayu yang harus dibuat kecil-kecil sepanjang jari telunjuk tangan”, sahabat menjelaskan dengan meyakinkan dan saya selalu mengikutinya. Begitu juga ketika sahabat mengajarkan huruf dan menyanyi lagu Burung Kutilang, saya tirukan dengan bersungguh-sungguh. Karena hampir setiap hari bermain sekolah-sekolahan dengan sahabat begitu sepulang sekolah itulah, alhamdulillah saya menjadi terbiasa menyukai belajar sejak duduk di kelas satu Sekolah Dasar.

Ternyata bermain sekolah-sekolahan itu saya rasakan sebagai pengganti pendidikan tingkat Taman Kanak-kanak yang memang belum ada di desa kita waktu itu. Terimakasih sahabat, ini betul-betul kenangan indah dan berharga yang saya peroleh bersama sahabat dan selalu saya ceritakan pengalaman hidup ini kepada siapa saja. Itu adalah amal baik sahabat yang semoga mendapat pahala yang sepadan dari Allah subhanahullah taala . Sungguh saya telah banyak memperoleh manfaat keberuntungan karena di kemudian hari saya sempat mendapatkan pendidikan gratis dari perusahaan tempat saya mengabdi untuk jenjang D3 dan S1 Sarjana Ekonomi.

Kalau sahabat mengalami pindah ke Malang lalu bekerja dan menetap di Kendal, saya waktu naik ke kelas enam pindah ke Gresik kota sampai menyelesaikan SLTA. Setamat STM Kimia Industri saya diterima bekerja di sebuah BUMN, PT Pertamina (Persero), dan sempat menempuh pendidikan tugas belajar di Akamigas (Akademi Minyak dan Gas Bumi) Cepu pada tahun 1973 sampai dengan 1975 dan kemudian menetap di Bekasi, Jawa Barat hingga sekarang ini karena penempatan bekerja di Jakarta sejak tahun 1976. Sesekali sempat pulang kampung ke Benjeng karena masih punya sanak famili di sana. Benjeng sekarang sudah sangat berubah. Sekolah kita di Benjeng  Barat yang dibangun Belanda dengan konstruksi besi dan tembok sudah dirobohkan. Seluruh kelas satu sampai kelas enam sudah terpusat di Benjeng Timur. Sekolah kita yang aslinya dibangun oleh Tuan Jepang dari bahan kayu masih kokoh berdiri. Masjid Jami Benjeng tempat kita mengaji Al Qur’an sehabis shalat Maghrib masih ada tetapi sudah dirombak. Telaga tempat kita mandi dan mengambil air wudhu sudah tidak ada dan rata sebagai daratan. Burung elang yang suka menyambar anak ayam dan sering diteriakin orang-orang dengan kata-kata “ulung….ulung, ulung….ulung!”, serta burung gelatik dan burung hantu, kata teman dan para orangtua sudah tidak ada lagi berkeliaran di desa kita seperti semasa kita kanak-kanak dulu. Benjeng sekarang sangat ramai karena penduduk semakin banyak. Sawah dan tambak ikan tempat kita dulu dan teman-teman suka buang air besar, sudah tidak tampak lagi dan banyak berubah menjadi perkampungan.

Mungkin surat saya cukup sekian dulu sahabat, lain waktu kita sambung lagi. Tolong segera dibalas karena saya ingin membandingkan tulisan tangan sahabat di usia lebih dari 70 tahun sekarang ini. Mari kembali kita budayakan menulis surat untuk menyimpan kenangan sebelum kita bisa bertemu langsung yang masih sangat saya idamkan. Salam kepada keluarga dan semoga senantiasa sehat wal’afiat serta sejahtera selalu. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bekasi, 29 Februari 2024.

Begitulah bunyi surat saya yang juga merupakan sebagian dari episode perjalanan hidup saya. Terntang uang yang sudah terlanjur terbayar sebesar Rp 180.000,- itu, biarlah merupakan amal jariah saya, semoga bermanfaat bagi yang memerlukannya. Walaupun kita seharusnya tidak boleh mentolerir segala bentuk penipuan, pencurian, penggelapan dan korupsi dengan berbagai cara dan sekecil apa pun nilainya. Yang menyesakkan hati, seandainya buku tersebut jadi dicetak, ia akan merupakan buku keduabelas yang memuat naskah karya saya secara antologi dalam bentuk cerita pendek (cerpen), puisi dan artikel bebas. Menuangkan kata hati, mengungkap pendapat, ide, kritik dan gagasan, alhamdulillah, inilah salah satu upaya kesibukan saya dalam memanfaatkan waktu luang. Semoga Allah subhanahullah ta’ala selalu membimbing jerih-payah hamba-Nya. Aamiien yarabbal alamiin.*****