Komplek
Perumahan Jatikramat Indah I Bekasi, tiba-tiba membuat kebijakan baru. Tertib
sampah. Ketua Rukun Warga (RW)-nya mengeluarkan edaran. Semua bak sampah yang
dibuat warga di luar pagar rumah, harus tertutup rapat. Tujuannya, agar tidak
dimasuki tikus atau diodol-odol anjing atau kucing, dan diusahakan tidak bisa
kemasukan air hujan yang bisa menimbulkan bau busuk, Juga menaikkan iuran
sampah dan keamanan karena pengambilan sampah akan ditingkatkan menjadi dua
kali seminggu. Sebelumnya, hanya sekali diambil dalam seminggu, sehingga sampah
sering menumpuk dan kondisi komplek menjadi jorok.
Karena
kebijakan itu, komplek perumahan kemudian menjadi bersih. Ketua RW dan
jajarannya aktif mengontrol di setiap rumah apakah kebijakannya sudah ditaati
warga atau masih ada yang membandel dan memandang remeh. Anjing, kucing dan
tikus menjadi gelisah karena tidak bisa lagi mengorek-ngorek sampah di kawasan
komplek. Tetapi anjing dan kucing masih bisa diberi makan oleh pemilik atau
majikannya. Tikus juga masih banyak akalnya. Yang paling menderita adalah
lalat. Biasanya mereka leluasa menikmati sisa makanan dan bertelur di
sampah-sampah yang jorok dan kemudian berkembang biak. Sekarang mereka
kelaparan dan banyak yang mati dengan sendirinya atau pindah ke daerah lain
yang masih jorok.
*****
Adalah
seekor lalat hijau jantan yang bernama Laler Ijo yang sehari-hari biasa mangkal
di tempat sampah yang ada di halaman rumah Uci. Sekarang, bak sampah itu
tertutup rapat. Sehingga beberapa hari ini dia sudah mulai kelaparan. Biasanya,
setiap pagi, Laler Ijo itu selalu mengamati Uci ketika berangkat sekolah
diantar Bapaknya yang sekalian pergi ke kantor. Laler Ijo mengamati kebiasaan
itu sambil menikmati makanan di bak sampah yang selalu melimpah. Oleh karena
itu dia timbul pikiran:” Alangkah baiknya kalau aku ikut Uci dan turun di
sekolahnya atau di kantor Bapaknya Uci. Aku harus cepat-cepat pindah dari
komplek ini”. Sepanjang siang dan malam, Laler Ijo memikirkan bagaimana caranya
merealisir siasatnya untuk menyelamatkan hidup. Dia tetap bertahan di halaman
rumah Uci sambil mencari dan menikmati makanan seadanya.
Kesempatan
pun tiba. Ketika pintu mobil yang dipakai mengantar Uci terbuka, Laler Ijo
kemudian terbang menyelinap ke dalam mobil. Dia berusaha sesenyap mungkin agar
tidak ketahuan. Selama dalam perjalanan, Laler Ijo berpikir bagaimana nanti dia
harus keluar dari mobil. Tetapi ketika sampai di sekolah Uci, dia belum mau
keluar karena belum memcium bau masakan atau makanan. Pekarangan sekolah yang
bersih memang tidak menyebarkan aroma yang mampu mengundang lalat dan sebangsanya.
“Wah, di sini rupanya juga tidak ada makananku, ya!”, pikir Laler Ijo dalam hati.
Namun, ketika sampai di kantor Bapaknya Uci, Laler Ijo dengan tenaga yang sudah
agak loyo berusaha terbang keluar. Bau sampah dan kuliner membangkitkan selera
dan tenaganya lalu dia melesat keluar ketika sopir dan Bapaknya Uci membuka
pintu mobil. Dengan suka cita Laler Ijo terbang menuju sumber bau. Sambil dia
berkhayal:” Wah, makanan di sini pasti sangat lezat dan melimpah, sehingga aku
akan menjadi gemuk kembali!”.
Ketika
melihat bak sampah yang didatangi pemulung dan terlihat lalat-lalat
berterbangan, langsung Laler Ijo meluncur ingin bergabung. Tetapi betapa
kagetnya Laler Ijo, karena begitu mendekat, langsung diserbu lalat lain di
lokasi itu. “Hee…, ada pendatang baru, siapa itu? Tampaknya dia kurus banget!”,
kata seekor lalat sambil berteriak. “Iya, he! Dari mana kau, bukan penghuni
kawasan sini, kan?”, tanya yang lain. Laler Ijo dikejar dan disenggol-senggol serta
diserang beramai-ramai. Agaknya, mereka tidak suka pendatang baru yang tidak
dikenal, khawatir keamanan dan ketenteramannya terganggu. Karena ketakutan, ia
lari dan menyendiri di tempat yang aman sambil merenungi nasibnya,
Tak
disangka-sangka, tiba-tiba dalam kesedihan dan kesendiriannya, lalat betina
hijau yang bernama Lalerina terbang mendekat ke Laler Ijo. Kagetlah Laler Ijo
dan sempat mau menghindar. Tetapi Lalerina mengejar dan berteriak. “Heei..,
kamu jangan takut dan jangan lari! Aku mau menemanimu!”, teriak Lalerina. Laler
Ijo lalu diam, dan sambil memperhatikan dengan seksama, dia berujar :”Namaku
Laler Ijo, aku dari kampung Jatikramat Bekasi. Aku ingin bergabung dengan
kalian, boleh kan? “Ya, ayo, sama aku,
nanti kuperkenalkan pada teman-teman!”, kata Lalerina dengan gaya agak centil.
Dengan agak khawatir, Laler Ijo bersama Lalerina terbang menuju tempat sampah
yang banyak sisa-sisa makanan yang lezat-lezat. “Hee..teman-teman, kenalkan ini teman baruku,
namanya Laler Ijo”, kata Lalerina dengan ceria. “Lalerina, itu jadi pacar barumu, ya?”, kata
teman-temannya yang tadinya memusuhi, kemudian berubah menyambut dengan ramah.
Jadilah
Laler Ijo dan Lalerina berkasih mesra dan selalu pergi bersama-sama. “Dari
Bekasi ke Jakarta kan jauh, kok kamu bisa terbang sejauh itu?”, tanya Lalerina
dengan penuh keheranan. “Oh, kamu cerdas ya!”, komentar Lalerina setelah
mendengar penjelasan Laler Ijo bahwa dia bisa ke Jakarta karena ikut mobil
bapaknya Uci yang pergi ke kantor. Caraku….,katanya penuh bangga, dengan
menyelinap dan menyelusup ke dalam mobilnya sewaktu pintu mobil terbuka pada
saat mau berangkat. “Lalu, kenapa kenekadan itu kamu lakukan? Kamu berkelahi?
Atau barangkali kamu rebutan pacar, dan kamu kalah lalu lari?”, tanya Lalerina bertubi-tubi
seolah menyelidik. “Eh, bukan begitu! Dengarkan kisah perjalananku dengan baik,
aku mau cerita!”, sergah si Laler Ijo. Tadinya aku hidup tenteram dan damai
bersama teman-teman di Komplek Perumahan
Jatikramat. Makanan berlimpah dan aneka ragam. Maklum, di lingkungan masyarakat
yang jorok dan membuang sampah sembarangan, membuat hidup kita nyaman. Tetapi mala
petaka kemudian datang. Pimpinan komplek perumahan mencanangkan sadar
kebersihan perumahan dan lingkungan. Kerjabakti secara gotong-royong bulanan
seluruh warga digalakkan. Tempat sampah dianjurkan tertutup rapat sehingga
anjing, kucing bahkan tikus pun yang
biasanya mengudak-udak tempat sampah menjadi gelimpungan. Ditambah lagi dengan
penyemprotan obat anti serangga secara rutin, membuat pemusnahan massal terhadap
nyamuk, kecoak, semut, lalat teman kita, dan berbagai jenis serangga lainnya. Komplek
Jatikramat Indah I jadi indah dan bersih. Karena malu dan merasa terhina,
apalagi takut terbasmi, maka aku berusaha lari ke tempat lain. Dapatlah siasat seperti
yang sudah kuceritakan tadi. Ngedompleng mobil bapaknya Uci yang pergi ke
kantor sambil mengantar sekolah, maka jadinya, ketemulah kita! Tetapi sebenarnya,
aku sempat khawatir dan was-was lho. Karena ketika melesat terbang ke dalam
mobil, sopirnya Uci sempat mendengar dengung kepakan sayapku. Syukurlah, Pak
Sopir itu tidak berusaha mencariku, dan selamatlah aku sehingga bisa menikmati
kota Jakarta bersamamu!”, jelas Laler Ijo dengan panjang-lebar sambil
menerawang kembali kisah perjalanannya ketika ingin bertahan hidup.
Lalerina
yang menyimak dengan seksama di sampingnya kemudian menambahkan berkomentar. “Iya,
memang. Saya pernah mendengar turis asing ngomongin negeri tempat tinggal kita ini.
Mereka bilang, negeri ini merupakan Bak Sampah terbesar di dunia, karena semua
warganya membuang sampah sembarangan dan seenaknya. Apa saja, di mana saja dan
kapan saja, mereka buang begitu saja”, cerita si Lalerina. “Memang kenyataan. Betul
sekali kata orang asing itu! Mungkin mereka tidak ingin balik lagi ke negeri
kita ini, ya? Karena nyatanya, turis
asing jarang berkeliaran di negeri kita ini. Turis sangat kurang, yang banyak malah
lalat bangsa kita, ya!”, tambah si Laler Ijo sambil terkekeh-kekeh, karena
sadar, kalau lingkungan bersih, justru dia dan sebangsanya malah yang akan punah.
“Tetapi kayaknya, Tuhan menciptakan kita
ini untuk ujian bagi manusia, apakah mampu hidup bersih dan menjaga
lingkungannya dengan baik. Bersama air ciptaanNya, dan sampah yang berserakan
dan berjibun di mana-mana, diturunkanlah banjir yang mestinya sebagai batu
ujian juga”, jelas Lalerina dengan gaya berkhotbah. “Dan lucunya, mereka tidak
sadar juga, karena nyatanya sampah masih berserakan di segala penjuru dan jorok.
Tetapi, kan, karena sampah itulah, Tuhan telah mempertemukan kita, ya
Lalerina!”, ujar Laler Ijo sambi memeluk Lalerina dengan mesra seolah tidak
ingin berpisah. “Kalau begitu, kita berharap lingkungan menjadi bersih atau
tetap jorok, ya? Kalau menjadi bersih, kita semua barangkali akan punah, kan?”
tanya Lalerina seperti khawatir dan ketakutan. “Lingkungan bersih maupun tetap
jorok, sebenarnya bukan masalah bagi kita berdua! Peluang hidup kita kan
terbatas dan singkat!” jelas Laler Ijo. “Tetapi kan kita tidak harus memikirkan
diri sendiri? Apakah rela kalau kita kemudian punah dan hanya tinggal nama?”
tanya Lalerina agak sedikit emosi dan marah menanggapi celoteh Laler Ijo. “Sebenarnya,
kita ini tidak perlu takut punah! Juga tidak perlu takut tinggal nama! Bukankah
dinosaurus yang raksasa itu juga punah dan tinggal sebagai legenda, ya? Biarlah
kelak seluruh muka bumi yang bersih, membahas dan membicarakan lalat seperti
yang dialami dinosaurus”, ujar Laler Ijo
dengan nada bergurau..
Laler Ijo dan Lalerina selama dua hari ini
asyik memadu kasih dan sempat Lalerina bertelur di beberapa tempat. Sambil
menikmati keindahan kota, dua sejoli lalat itu sengaja bertengger di tempat
sampah yang berseberangan dengan restoran terbuka sambil menikmati musik yang
sayup-sayup terdengar. Tetapi petaka memang tak terelakkan, karena tiba-tiba
petugas kebersihan melakukan penyemprotan obat anti serangga ke berbagai
penjuru sekitar komplek perkantoran dan kuliner. Laler Ijo dan Lalerina
berusaha lari menjauh menyelamatkan diri dengan harapan masih bisa menyambung
hidupnya. *****