Muhammad Sadji
Entri yang Diunggulkan
GENERASI PENDOBRAK JILID III
Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April 2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...
Selasa, 30 April 2024
Sedekah Itu Obat
Kamis, 26 Januari 2023
Beras Porang
Presiden Jokowi di Pengolahan Porang di Madiun. (Sumber: BPMI Sekretariat Presiden) |
Tanaman Porang di Kawasan Hutan Situbondo. (Sumber: Momentum.com) |
Sabtu, 03 Desember 2022
Menjadi Juru Masak Duet Suami/Istri Bersama Kecap ABC #SuamiIstriMasak
Kamis, 03 November 2022
Kisah Kodok Ijo dan Cicak
Ilustrasi Katak dan Cicak. (Sumber: NU Probolinggo) |
Taman Kanak-kanak (TK) Yudha Jatikramat Indah I
Bekasi ramai anak sekolah sedang istirahat. Mereka berlarian dan bersenda-gurau
ala anak-anak yang sebagian besar masih berusia balita. Seekor Cicak warna
putih kehitaman yang sudah lama menghuni di Gedung TK Yudha ikut sibuk
mengamati keceriaan anak-anak sambil memperhatikan makanan mereka yang tercecer
karena masih pada belajar makan mandiri. Cicak itu selalu kenyang memakan
ceceran makanan anak-anak yang beraneka macam jenis masakan.
Bel berbunyi, tanda istirahat sudah selesai. Anak-anak masuk kelas kembali
dengan rapi dan teratur. Setelah anak-anak duduk rapi, Ibu Guru berseru :”Anak-anak,
sekarang kita akan menyanyi! Lagunya berjudul “Cicak”. Siapa yang sudah tahu
Cicak?”. Semua menjawab sambil mengangkat tangan :”Saya tahu Bu Guru!”. Baik,
sekarang dengarkan semuanya, kata Bu Guru.
Karena mendengar namanya disebut-sebut, Cicak
lalu beranjak masuk ke dalam kelas dan langsung merayap ke dinding kelas terus
naik ke atas. Anak-anak ada yang mengamati. “He…..,itu Cicaknya!”, seru mereka
sambil menuding ke arah Cicak yang sudah bertengger di dinding sekolah. “Iya,..lihat
semuanya, itulah Cicak, dia ikut memperhatikan kalian! Ayo kita menyanyi yang
baik!”, pinta Bu Guru.
Bu Guru memulai menyanyi dengan suara merdunya.
“Cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap. Datang seekor nyamuk, hap…hap…lalu
ditangkap”, begitu berulang-ulang dan semua murid menyimak dan ada yang menirukan
karena kebanyakan sudah diajari oleh orangtuanya di rumah. Cicak menyimak
dengan senang hati karena namanya disebut dalam nyanyian. Sambil berjoget
menyibak-nyibakkan ekornya, dia berpikir, nyamuk pasti enak, ya! Dia
membayangkan :”Di mana ya bisa dapat nyamuk?”.
Lama-kelamaan si Cicak tahu wujud nyamuk yang
biasa muncul pada malam hari dan sukanya menggigit manusia. Pada hal, pada
malam hari di Sekolah TK Yudha tidak ada manusia sehingga tidak dijumpai nyamuk
sama sekali. Tiap hari anak-anak menyanyikan lagu Cicak disertai gayanya
masing-masing. Suatu hari Bu Guru bercerita tentang nyamuk, serangga berbahaya karena
bisa menyebarkan dan menyebabkan berbagai jenis penyakit pada manusia yang
digigit. Cicak jadi tahu bahwa nyamuk berkembang biak dengan bertelur di air,
kemudian berubah menjadi jentik-jentik, dan beberapa lama kemudian berubah
menjadi nyamuk. Diam-diam Cicak melakukan observasi, dia pergi ke got atau
selokan dekat sekolah. Sepanjang pagi, siang dan malam dia mengamati got. Ternyata
benar, dia tahu kapan nyamuk bertelur, jadi jenti-jentik dan setelah sampai
waktunya, umumnya pada sore hari berubah menjadi nyamuk dan langsung terbang
setelah bertengger di tempat daratan atau di atas daun tumbuh-tumbuhan sebelum
terbang. Berhari-hari Cicak mengamati nyamuk yang baru berubah dari
jentik-jentik menjadi nyamuk. Sesekali dia berancang-ancang ingin menangkap nyamuk
sebelum terbang, tetapi dia selalu ragu-ragu takut jatuh ke air. Dan benar juga,
ketika Cicak mau menyaplok nyamuk, tidak berhasil karena keburu terbang dan dia
malah terjatuh ke dalam air. “Sialan !”, katanya sambil tertatih-tatih berusaha
berenang ke daratan. Maksud hati ingin menikmati nyamuk malah tertelan air got.
Untung masih bisa menyelamatkan diri dan kembali bertengger di atas daun. “Ah…,lebih
nyaman menikmati ceceran makanan anak-anak TK yang beragam !”, gerutu Cicak.
Sedang asyik membayangkan rasa nyamuk, tiba-tiba datanglah seekor Kodok
Ijo yang sedang santai berenang ria. “Hai Cicak, sedang ngapain kamu termenung
di situ?”, sapa Kodok Ijo mengagetkan si Cicak. Kodok Ijo yang tiba-tiba
menyembul ke permukaan, membuat Cicak tergeragap dan menjawab :”Aku sedang
menunggu nyamuk tapi belum pernah dapat!”. Oh, kamu sebaiknya makan yang biasa
kamu cari saja, Cicak! Biar aku yang makan jentik-jentiknya. Dan lagi, sudah
lama ya kamu berjaga di sini?”, kata Kodok Ijo memberi saran kepada Cicak.
“Nggak juga! Aku kan hanya ingin merasakan
nyamuk seperti yang dinyanyikan anak-anak TK. Sehingga sampailah aku di tempat ini.
Selama ini sih, aku dapat makanan dari anak-anak yang tercecer di kelas atau
tempat bermain, karena mereka kan baru belajar makan mandiri!”, jelas si Cicak.
“Temanmu banyak, ya Cicak? Kalau aku tinggal sendirian karena teman-temanku
banyak ditangkap manusia untuk dijadikan santapan. Aku berhasil lari dan
bersembunyi di sepanjang got di komplek perumahan ini. Dan ternyata lumayan,
gotnya cukup bersih dan banyak nyamuk bertelur!”, cerita si Kodok Ijo sedikit
memelas. “Kalau aku, temanku banyak karena tidak diburu manusia, dan aku bisa
sembunyi di celah-celah yang aman”, jelas si Cicak. Kodok Ijo dengan matanya
berkaca-kaca melanjutkan ceritanya :”Dulu temanku juga banyak sekali, karena
tempat kita ini tadinya berupa persawahan yang luas. Menurut tetuaku,
persawahan itu sangat luas dan hidup berbagai hewan air termasuk ular yang juga
memangsa kelompokku. Ketika kemudian berubah menjadi kawasan perumahan, terjadi
pengurugan lahan, dan sejak itu Kodok Ijo banyak terbunuh. Beruntung, kelompok
biangku berhasil lari menyelamatkan diri. Disamping perburuan oleh manusia untuk
diperdagangkan sebagai bahan santapan, manusia yang semakin banyak juga membuat
kami punah karena got menjadi jorok dan banyak beracun. Sewaktu kami masih
banyak, di malam hari kami selalu bernyanyi bersama. Orang bilang kami
ber”ngorek” sehingga ada lagu tentang Kodok!”. Yang tiba-tiba memancing Cicak
nyeletuk :”Coba kau nyanyikan lagumu itu, biar aku tahu!”.
Dengan sedikit tersenyum dan tertawa kecil, Kodok Ijo kemudian bernyanyi
:”Kodok ngorek…Kodok ngorek,,,ngorek pinggir kali. Teot teblung…teot
teblung…teot…teot teblung. Bocah pinter…bocah pinter…besuk dadi dokter”. Cicak
sambil mengibaskan ekornya pertanda sangat suka, memberikan komentar :”Oei,
lagumu bagus lho Kodok Ijo!”. Sambil membanggakan diri, Kodok Ijo menyambung ceritanya
:”Ya, tetapi sekarang aku tidak pernah bernyanyi atau ber”ngorek” lagi, di
samping karena sendirian, juga takut diketahui manusia atau ular yang kemudian memburuku.
Maka aku hanya sembunyi terus sambil mencari serangga makananku. Aku paling suka
makan jentik-jentik lho, Cicak! Jadi kamu tidak akan sempat mencoba makan
nyamuk dari sepanjang got ini. Manusia mestinya berterimakasih kepadaku dan
kawan-kawanku, karena nyamuk sudah kuberantas sejak baru menjadi jentik-jentik”.
Sedang asyiknya mereka berdua bersantai ria di pagi hari, tiba-tiba air
got berombak cukup mengagetkan. Kodok Ijo dan Cicak sempat terjengkang dari
tempatnya. Kodok Ijo sangat paham suasana demikian. “Cicak…., mungkin
orang-orang sedang kerja bakti keruk-keruk got, Aku harus menyelamatkan diri, lari
dari tempat ini! Aku harus segera mencari tempat yang aman!”, seru Kodok Ijo
dengan tergopoh-gopoh dan segera lari dengan berenang.
Dengan
perasaan iba, Cicak berteriak kepada Kodok Ijo yang sudah menjauh :”Selamat ya
Kodok Ijo, semoga kamu dapat tempat yang aman dan nyaman. Semoga kamu ketemu
teman-temanmu di tempat yang membahagiakan! Sambil menitikkan air matanya,
Cicak terus mengamati Kodok Ijo yang berenang semakin menjauh dari
pandangannya. Setelah hilang dari penglihatannya, Cicak pun segera beringsut
menyembunyikan diri dan siap lari ke pelataran TK untuk mencari makanan
anak-anak yang tercecer, sembari terus berdoa bagi keselamatan si Kodok Ijo,
sahabat barunya yang tiba-tiba terputus dan berpisah. ***** Bekasi, pertengahan
September 2022.
Minggu, 31 Juli 2022
Layang-Layang
Lukisan "Benjamin Franklin Drawing Electricity from the Sky" karya Benjamin West |
Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Apabila normal, pergantian musim terjadi dalam setiap setengah tahun. Dan pada setiap pergantian musim yang disebut musim pancaroba, angin bertiup demikian kencang dan selalu dimanfaatkan oleh orang dewasa maupun anak-anak untuk bermain layang-layang. Bulan Juli telah tiba, yang merupakan musim pancaroba, perubahan dari musim penghujan ke musim kemarau. Awal bulan Juli adalah merupakan libur panjang bagi anak sekolah dan segera memasuki tahun ajaran baru.
Aji naik
ke kelas enam. Bapaknya mewanti-wanti :”Aji, kamu sekarang sudah kelas enam.
Sebentar lagi kamu akan masuk SMP. Kurangi bermain-main dan giatlah belajar
agar nilai ujianmu bagus supaya nanti bisa mendapat SMP yang baik!”. Aji
menyimak dan memperhatikan dengan baik nasihat Bapaknya. Sepulang sekolah,
setelah sholat, makan siang dan istirahat, dia sempatkan waktu untuk membaca dan
mengulang pelajaran yang didapat sepanjang hari tadi. Bapak si Aji sangat
gembira dan bahagia melihat anaknya semakin rajin belajar dan mengurangi waktu
bermain. Apalagi main HP dan menonton TV sudah sangat dia kurangi. Sesekali
sempat juga main sepakbola di lapangan bersama teman akrabnya, Mono, Amin, Tomo
dan Joni sambil bersenda-gurau.
Pada hari
Minggu pertengahan Juli, libur panjang seharian. Cuaca cerah dan panas
menyengat. Angin bertiup kencang menerbangkan debu dan dedaunan yang sudah layu
serta sampah ke segala arah. Terkadang diseling munculnya angin puting beliung
kecil yang bergerak berputar-putar menghempaskan debu dan sampah berterbangan.
Orang dewasa dan anak-anak ramai menerbangkan layang-layangnya yang
berwarna-warni dan beraneka bentuk. Ada juga yang saling mengadu. Layang-layang
dikendalikan menyambar kesana-kemari, menukik dan kemudian benang saling
bergesekan. Kalau ada yang putus, bersorak-sorailah mereka dan sering disertai
saling mengejek.
Empat sekawan,
Mono, Amin, Tomo dan Joni sedang asyik memainkan layang-layangnya disertai
canda-ria. Tiba-tiba mereka saling mempertanyakan kenapa kok Aji tidak muncul
main layang-layang seperti biasanya. Aji memang tidak lagi main layang-layang
seperti dulu. Bapaknya menasihati, bahwa main layang-layang itu hanya
membuang-buang waktu. Kalau ada layang -layang putus, anak-anak pada berlarian
mengejar dan tidak tahu lagi bahaya yang mengancam misalnya ada yang terjatuh,
atau tertabrak kendaraan bermotor. Lebih baik belajar, kata Bapaknya. Sore hari
selepas main layang-layang, empat sekawan teman Aji sepakat mampir ke rumah
Aji. “Assalamualaikum…..”, teriak mereka, yang disambut Ibunya Aji :”Waalaikum
salaam, cari Aji ya! Tunggu ya, Aji sedang mandi. Ayo masuk!”. Ketika masuk ke ruang
tamu, teman Aji kaget. Ternyata Aji punya banyak layang-layang yang dipajang di
ruang tamu dan ada yang menumpuk di meja tamu. “Dia punya banyak layang-layang,
tetapi kenapa tidak dimainkan, ya?”, tanya salah seorang keheranan sambil
bergumam.
Aji
selesai mandi dan segera menemui teman-temannya :”Hai….., asyik ya mainnya!”.
Temannya menjawab hampir serempak :”Iya asyik, kenapa kok kamu nggak ikut
keluar seperti dulu, Aji?”. Aji kemudian menjelaskan secara panjang lebar
kepada teman-temannya :”Begini teman-teman! Kita ini kan sudah naik ke kelas
enam dan sebentar lagi mau ujian lalu mencari SMP. Bapak bilang, kurangi
bermain dan banyaklah belajar agar mendapat nilai yang baik dan mendapat SMP
yang baik. Layang-layang atau benangnya yang nyangkut di kabel listrik, bisa
menyebabkan korsleting dan bisa timbul kebakaran, kan daerah kita padat
perumahan dan banyak kabel listrik serta yang lain berselawiran. Banyak bangkai
layang-layang yang nyangkut di kabel-kabel, atap rumah dan di pepohonan yang
tidak sedap dipandang mata, kata Ibuku juga. Dari pada membuang-buang waktu
lebih baik dipakai belajar, kata Bapakku!”. Tiba-tiba seorang di antara mereka
menangkis :”Kan kita perlu juga refreshing dan bersuka-cita, Aji, jangan
belajar terus, bisa pusing lho! Dan lagi, kok layang-layangmu kamu pajang, dan
gambarnya bagus-bagus, beli di mana, ya?”. Aji menjawab :”Aku beli warna polos
lalu kulukis sebagai refreshingku”. Seorang lagi menanyakan :”Lho, kok ada
gambar kakek-kakek bermain layang-layang, kakekmu ya?”. Teman-temannya yang
lain ikut menimpali tetapi disertai tertawa kecil kegelian sambil memperhatikan
gambar seorang tua berkepala botak tetapi gondrong ke belakang yang dikiranya
kakeknya Aji. Tetapi buru-buru Aji menjelaskan :”Oh bukan, itu Benjamin Franklin
tokoh negarawan Amerika Serikat yang pernah bermaksud membuktikan listrik
statis dari awan, kilat dan petir dengan
menerbangkan layang-layang setinggi mungkin sewaktu langit berawan mendung”.
Wee…..hebat,
Aji banyak membaca dan belajar, pengetahuannya banyak!”, seru si Amin dan
bertanya :”Listrik statis itu apa ya, Aji?”. “Oh nanti, kita pasti tahu pada
waktunya, belajar saja dulu sekarang dan sekolah terus!”, kelit Aji sambil
tersenyum menjawab pertanyaan teman-temannya. Setelah melahap jamuan yang
disuguhkan oleh Ibunya Aji, mereka pamit pulang. Di perjalanan, sambil masing-masing
menenteng layang-layangnya, mereka saling bergumam :”Kita sebaiknya ikut rajin belajar
seperti Aji, ya!”.*****
Bekasi,
Juli 2022
Minggu, 03 Juli 2022
KURANG GARAM, KURANG CABE
Anak Kecil Sedang Bernyanyi. (Sumber: Pexels oleh Katya Wolf)
Setiap datang hari Rabu, Darso pasti
merasa sedih. Mata pelajaran kesenian selalu membuatnya keringat dingin,
inginnya segera pulang kalau saja tidak takut dihukum atau dimarahi Ibunya
karena membolos. Setiap pelajaran kesenian, dalam batin dia berdoa, semoga
pelajarannya diisi dengan melukis atau menggambar, atau prakarya saja, jangan
seni suara atau menyanyi. Kalau pelajaran menyanyi pasti mati kutu, deg-degan
sepanjang pelajaran, karena takut mendapat giliran. Kalau kebetulan mendapat
giliran, senangnya Darso menyanyikan lagu yang cepat, biar cepat selesai. Yang
membuat Darso sedih dan malu, karena setiap menyanyi pasti disoraki
teman-temannya dan diteriaki bersahut-sahutan :” Hee…suaranya fals, kurang
garam!. Iya…kurang garam!”.
Alam pikiran murid kelas tiga Sekolah
Dasar kebanyakan percaya saja. Pada hal pelajaran seni suara adalah suasana
kegembiraan dan penuh senda-gurauan serta gelak-tawa. Tetapi Darso suka
baperan, selalu dibawa ke perasaan. Maka setiap jajan waktu istirahat, yang
dituju Darso selalu tukang bakso atau mie ayam dan minta garam yang banyak.
Tukang bakso sampai dibuat keheranan. Anehnya, setiap menyanyi kok
teman-temannya masih saja teriak kurang garam bersaut-sautan sehingga membuat
Darso juga heran. “Ah, mungkin lagunya yang harus ganti! “, pikirnya dalam
hati. Maka dihapalkannya lagu lain, dengan harapan tidak dibulli lagi oleh
teman-temannya.
Tiap mandi, Darso bernyanyi dengan lagu
baru pilihannya. Ibunya keheranan, karena Darso sekarang suka bernyanyi dan
dengan suaranya keras-keras. Ketika tampil dengan lagu baru, teman-temannya
malah berubah teriakannya dan saling bersautan:” Oe…lagu baru choi! Tapi masih
fals, kurang cabe, kurang sambal pedas!, Iya…, kurang nyaring, kurang cabe !”.
Darso mikir lagi, bagaimana suara bisa nyaring, ya? Maka tak berpikir panjang,
setiap istirahat, Darso selalu lari ke tukang bakso dengan sambal dibanyaki dan
terkadang sampai gaber-gaber. Tukang bakso dibuat heran lagi. Beberapa hari
yang lalu suka garam, kok sekarang ganti suka sambal. Bahkan suatu kali, tukang
bakso sampai marah dan ngomel-ngomel menuduh Darso yang menghabisi sambal.
Tiba-tiba Darso tidak masuk sekolah,
kabarnya sakit perut. Karena sudah tiga hari ijin sakitnya, Guru Wali Kelas dan teman-temannya kemudian
pergi menjenguk ke rumah Darso. Berjalan kaki mereka beriringan menuju ke rumah
Darso sepulang sekolah. Dengan pucat dan masih lemah, Darso didampingi Ibundanya
tertawa meringis karena geli ketika diminta Ibu Guru bercerita pengalamannya
supaya didengar teman-temannya. Darso mengaku dengan jujur semua pengalamannya
yang aneh dan lucu, sambil tertawa geli dan berharap mendapat simpati. Sambil menatap
temannya yang paling garang meledek sewaktu dia bernyanyi,, Darso meneruskan
ceritanya :”Karena setiap menyanyi selalu diolok-olok teman-teman, katanya suara
fals kurang garam dan kurang cabe, maka diam-diam sewaktu jajan bakso atau mie
ayam, saya selalu suka makan sambal dan mungkin terlalu banyak. Sakit perut ini
kata dokter, karena kebanyakan makan sambal yang pedas sehingga mengganggu
pencernaan”. Ibunda Darso ikut menimpali sambil tersenyum geli :”Dipikirnya,
dengan banyak makan sambal dikiranya bisa bernyanyi seperti artis penyanyi, tak
tahunya ternyata perutnya yang jadi terkikis”. Mendengar cerita Darso, semua
yang menjenguk tertawa terkekeh-kekeh.
Cukup
lama mereka menjenguk Darso, saling mengobrol dan bercanda-ria. Ibu Guru tiba-tiba
menghentikan acara kangen-kangenan Darso dengan teman-temannya dan berujar :”Anak-anak,
Darso perlu istirahat yang banyak. Mari kita berdoa menurut agama dan
kepercayaan kalian masing-masing agar Tuhan Yang Mahakuasa segera memberikan kesembuhan
kepada Darso sehingga bisa segera masuk sekolah kembali. Nanti kalian jangan
lagi saling meledek atau membulli dan harus saling akur dengan sesama teman.
Bagi yang beragama Islam mari kita bacakan Surat Al-Fatihah. Hayo, mari kita berdoa!”.
Setelah dinasihati Ibu Guru Wali Kelas, semenjak itu tidak ada lagi
buli-membuli di kelas terutama sewaktu pelajaran menyanyi atau seni suara.*****(dikembangkan dari
cerpen karya Penulis dalam Bahasa Jawa yang berjudul “Kurang Uyah lan Kurang
Lombok” dan dimuat dalam buku : Asmarandana, penerbit Graf Literasi, cetakan
pertama Agustus 2020 hal. 97-98).
Senin, 13 Juni 2022
Hobi Surat Menyurat
Suatu hari, Uci bongkar-bongkar koleksi hobi Bapaknya. Selama pandemi
Covid-19 ini, dia banyak berdiam diri saja di rumah. Setelah belajar via medsos
mengenai pelajaran di sekolah, biasanya kemudian nonton TV, lalu banyak main
gawai sambil bermalas-malasan.
“Wei, ini apa Pak kok banyak sekali?”, teriak si Uci ketika menemukan
tumpukan post card atau kartu pos yang diperoleh Bapaknya sewaktu masih sekolah
dulu. “Oh, itu kartu pos koleksi Bapak waktu masih sekolah di SMP dan STM.
Bapak dulu suka berkirim surat!”, jelas Bapaknya. “Kamu suka?”, tanyanya
kemudian. “Iya Pak, untuk Uci ya? Gambarnya bagus-bagus, Uci senang dan suka
sekali untuk menyimpannya!”, jawabnya.
“Nah, kalau begitu, kamu harus mulai cari sendiri. Punya Bapak boleh
kamu simpan, jangan sampai rusak apalagi hilang, karena itu kenang-kenangan
Bapak!”, pesan Bapak si Uci. “Cari atau beli di mana, Pak?”, tanyanya.
“Caranya, kamu harus menulis surat untuk meminta post card, buku atau majalah.
Kebetulan, radio luar negeri siaran Bahasa Indonesia mungkin alamatnya masih
tetap sama!”, jelas Bapaknya.
“Bagaimana caranya menulis surat, Pak, saya belum tahu, belum pernah
diajarkan di sekolah”, jelasnya menghiba. “Coba, kamu kan sudah kelas lima, buat
surat minta dikirim post card mengenai Australia ke Radio Australia. Nanti juga
ke Radio Asing lainnya!”, kata Bapaknya memberi semangat. Uci lalu mencari buku
tulis sisa kelas empat yang belum habis terpakai. Dicobanya membuat surat lalu
disodorkan kepada Bapaknya. “Ya, bagus! Tetapi harusnya singkat saja, kenalkan
kamu kelas berapa, ingin mendapatkan post card dan apa saja, lalu berikan
alamatmu sekolah atau rumah dan ucapan terimakasih! Coba ulang lagi membuat
suratnya!”, kata Bapaknya sambil memuji.
Setelah dianggap cukup baik dan dicoba ditulis rapi di kartu pos,
diajaklah si Uci ke Kantor Pos. Mereka membeli sejumlah kartu pos dan prangko,
sehingga tahulah Uci seluk beluk Kantor Pos. Diajarilah Uci menulis surat di
kartu pos dengan tulis tangan dan menempelkan prangkonya sesuai tarip yang
berlaku. Tahap awal dikirim ke Radio Australia, Suara Amerika, BBC Inggris,
Radio Beijing dan Radio Nederland. Sambil menunggu dan berdoa, diterimalah
balasan dari semuanya secara beruntun beberapa lama kemudian. Ada yang
memberikan post card, majalah, dan jadwal acara siaran radio. Bukan main
senangnya si Uci karena mendapat mainan baru, hobi menulis surat. Semua kiriman
dari siaran radio luar negeri tersebut, setelah serius belajar, dibolak-balik
untuk dibaca dan dinikmati keindahan gambar-gambarnya. “Sekarang kamu boleh
mencoba menulis surat kepada siapa saja! Cobalah buat surat kepada
sanak-saudara kita di kampung. Berceritalah mengenai apa saja, kabar tentang kesehatan,
perkembangan sekolahmu dan lain-lain. Dengan belajar menulis surat, kelak kamu
bisa jadi penulis. Juga bisa jadi pegawai yang baik dan kelak akan mudah ketika
membuat skripsi sewaktu menjadi mahasiswa. Oleh karena itu mulailah mencari
sahabat pena untuk saling menulis surat”, nasihat Bapaknya, dan Uci menyimak sambil
memeluk kiriman pos yang baru diterimanya. Hobi surat-menyurat menjadi hiburan
si Uci. Bekal atau uang saku yang diterima dari orang-tuanya selalu sebagian disisihkan
untuk membeli kartu pos, amplop, kertas surat, serta prangko guna memenuhi hobi
barunya yang ditekuni dengan rajin. Uci sangat menyimak kata-kata Bapaknya yang
mengutip nasihat orang Barat :”Tekunilah hobi agar menjadi sahabat yang karib
bagimu!”.*****
Jumat, 06 Mei 2022
BAKMI MINGGU PAGI
Hari menunjukkan jam satu siang. Siswa kelas lima dan kelas enam Sekolah
Dasar Negeri Jatikramat bubar sekolah hampir bersamaan. Mereka pulang ada yang
dijemput orangtuanya dengan kendaraan bermotor, dan ada juga yang naik becak
atau sepeda. Tetapi sebagian besar hanya berjalan kaki sambil berlari-lari
karena rumahnya dekat dengan sekolah.
Tidak seperti biasanya, Anto yang sudah duduk di kelas enam dan biasanya
periang, hari itu sepulang sekolah tampak murung. Sampai di rumah, tas dan
sepatunya dicampakkan begitu saja lalu mengurung diri di kamar. Samar-samar
ibunya mendengar teriakan teman-teman Anto :” Makanya An, jangan suka makan
bakmi saja. Habis, makan bakmi tidak
ajak-ajak, sih!”. Nadanya semua mengolok-olok dan mengejek. Herannya, semua
kata-katanya mengandung kata bakmi. Ibunya heran, kenapa Anto diolok-olok bakmi
dan apa hubungannya dengan Anto yang murung di kamar? Pada hal sehari-hari Anto
memang paling suka makan bakmi. Hampir setiap hari Anto minta dibikinkan atau
dibelikan bakmi sebagai makanan kesukaannya.
Ibunya masuk ke kamar Anto dan menyapa : “Anto, ayo ganti pakaian lalu
cuci tangan dan kaki!”. Berulang-ulang ibunya membujuk, tetapi Anto diam saja.
Ibunya berpikir, mungkin Anto baru saja bertengkar dengan teman-temannya. Atau mungkin
ada kaitannya dengan kata bakmi yang diteriakkan oleh teman-temannya tadi?
Berulang kali ibunya terus mencoba membujuk dan menghiburnya : “Ayo, Ibu
buatkan bakmi kesukaan Anto, ya?”. Tetapi Anto tak bergeming, malah semakin
tampak tambah murung.
***
Esok hari dan hari-hari berikutnya, Ibu Anto merasakan agaknya ada
perubahan perilaku antara Anto dengan teman-temannya. Yang bermain ke rumah
Anto menjadi berkurang. Ibunya berpikir dan semakin yakin kalau Anto habis
bertengkar, sehingga teman-temannya semua menjauh.
Karena cemas dan khawatir terhadap pergaulan
dan perkembangan jiwa Anto, Ibunya berusaha menanyakan dan mengorek lebih jauh
masalahnya. “Anto, kenapa Aji, Amir dan Andi tidak pernah bersamamu lagi? Kamu
bertengkar, ya? Ingat, Tuhan tidak menyukai orang-orang yang suka bermusuhan.
Nanti nilai sekolahmu bisa jadi jelek lho, apalagi mau menghadapi ujian akhir
nasional “, selidik Ibunya Anto suatu
ketika. Anto membisu saja, bahkan pada hari-hari berikutnya menjadi semakin
pendiam dan pemurung. Karena semakin khawatir terhadap perkembangan jiwa dan
mental serta ketakutan mempengaruhi semangat belajar Anto, Ibunya suatu sore
secara diam-diam mendatangi rumah Aji, temannya yang sangat akrab selama ini.
***
Ibu
Anto sedang bercakap-cakap dengan Ibu Aji di teras rumah ketika Aji pulang dari
bermain sepak-bola. “Selamat sore Tante! Apakah tante bersama Anto?”, sapa Aji
dengan ceria. “Tidak Aji, Anto ada di rumah. Tadinya Tante ajak, tetapi tidak
mau. Coba sini, Tante mau tanya!”, kata Ibu Anto membalas sapa Aji.
Ketika Ibu Anto menanyakan kerenggangan hubungan Aji dan kawan-kawan dengan
Anto, Aji menjelaskan : ”Bahwa bermula dari nilai Anto yang tidak bagus diantara
kami, Tante! Dia juga tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah atau PR, sehingga
dihukum berdiri di depan kelas. Bapak Guru memberi nasihat kepada kami yang
nilainya jelek, agar menjauhi BAKMI. Kata Pak Guru, BAKMI yang dimaksud itu
singkatan dari B = bosanan, A = aras-arasen, bahasa Jawa yang maksudnya
ogah-ogahan, K = keset yang artinya tidak bergairah, M = malas dan I = isinan artinya
pemalu. Karena kawan-kawan tahu Anto suka sekali makan bakmi, maka jadilah
olok-olokan itu pada Anto. Tadinya kami semua hanya bercanda dan bukan
bermaksud bermusuhan, Tante! Tetapi herannya Anto jadi sungguhan dan tidak mau
bertegur-sapa. Jadi saya mewakili kawan-kawan mohon maaf, tolong Tante
sampaikan kepada Anto. Malah kata Pak Guru, kita disuruh banyak makan RACUN
supaya pandai dan maju! “Lho, kok
disuruh makan racun?”, sela Ibu Anto dan Ibu Aji bersamaan. “RACUN kata Pak
Guru, singkatan dari R = rajin, A = akas atau cekatan dalam segala hal, C =
cermat dan teliti, kemudian U = ulang-ulang maksudnya mengulang pelajaran yang
pernah diperoleh atau diajarkan, dan N = nalar, maksudnya kita disuruh lebih
kreatif”, jelas Aji dengan lancar.
***
Ibu Anto kemudian berusaha mengatur siasat. Suatu Minggu pagi yang
cerah, Aji, Andi dan Amir serta beberapa temannya bertandang ke rumah Anto sesuai
undangan Ibu Anto. Seperti biasanya, di antara mereka ada yang membawa bola
sepak, raket bulu tangkis dan lain-lain untuk bermain pada setiap hari libur.
Ibu Anto yang mengundang, sengaja menyiapkan masakan bakmi kesukaan Anto.
Semula
Anto kaget dan berusaha menghindar ketika menyaksikan teman-temannya
berdatangan. Tetapi karena kepergok dan Ibunya membujuk agar mau menemui, maka ditemuilah
teman-temannya di ruang tamu. Mula-mula agak canggung, malu-malu dan hanya
saling bersalaman. Tetapi tidak lama kemudian mereka larut dalam keceriaan
anak-anak. Si Tono yang suka melucu ternyata dapat mencairkan suasana yang
semula serba canggung dan bengong.
Ibu Anto yang sedang mempersiapkan makanan menu bakmi merasa sangat bahagia
pagi itu. Dengan perasaan bersyukur tiba-tiba Ibu Anto berseru : “Ayo anak-anak
kita makan bakmi ramai-ramai! Kalian harus saling bersahabat dengan baik, tidak
boleh bermusuhan. Kalian boleh makan bakmi sampai kenyang, tetapi kalian harus
rajin belajar, banyak bertanya dan tidak boleh bosanan atau ogah-ogahan belajar
agar nilai kalian baik semua. Ingat pesan Tante, ya! Bakmi ternyata bisa
memberi semangat karena bermakna : “BAKMI adalah semangat Belajar dengan Asyik,
Kelak akan Menambah Ilmu!”. Perintah Ibu Anto kemudian : “ Jangan lupa, sebelum
makan harus berdoa dulu dengan tertib,
ya!”.
Ya, Tante!”, jawab mereka hampir serempak. Mereka kemudian menyantap bakmi
dengan lahapnya. Dan sejak saat itu, persahabatan mereka kembali akrab, bahkan
semangat belajar mereka semakin bertambah berkat bakmi Minggu pagi.*****Bekasi,
awal Mei 2022
Kamis, 14 April 2022
MUTU INFRASTRUKTUR KITA
Kompas
com. tanggal 17 Januari 2022 memberitakan bahwa jembatan KW6 di Kelurahan
Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang – Jawa Barat,
ambles. Pada hal jembatan yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp 10 milyar
itu belum satu bulan diresmikan oleh Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.
Berdasar pantauan Tribun Bekasi, jembatan itu ambles pada bagian sisi dekat
saluran irigasi sepanjang 200 meter. Material jembatan yang menempel pada sisi
saluran irigasi itu longsor, sehingga
konstruksi jembatan mengalami ambles. Jembatan yang didesain dengan
lebar 7 meter dan panjang 43,50 meter tersebut, menghubungkan Kecamatan
Rawamerta dengan Kecamatan Karawang Barat. Jembatan yang populer disebut
Jembatan Kepuh ini resmi beroperasi pada hari Rabu 29 Desember 2021 yang
diresmikan dengan penandatanganan dan pengguntingan pita oleh Bupati didampingi
Sekda Asep Jamhuri, Kepala Dinas PUPR dan Camat Karawang Barat. Jembatan ini
juga diharapkan menjadi jalur alternatif ke obyek wisata sejarah Rawagede, dan
juga untuk membangkitkan ekonomi masyarakat di sepanjang jalur.
Kasus
semacam ini sebenarnya banyak sekali terjadi di tanah-air kita. Suatu infrastruktur
atau prasarana untuk umum baru dibangun, sudah banyak yang rusak dan jebol tak
berumur panjang. Penulis yang pernah bertugas berpindah-pindah kota di hampir
seluruh Indonesia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa bangunan
peninggalan Hindia-Belanda umumnya berarsitektur yang indah, kokoh dan kuat
sepanjang masa. Tetapi sekarang malah banyak yang tidak artistik dan mudah
rusak serta mencelakakan. Jembatan Poso, Moutong dan Luwu di Sulawesi yang
terbuat dari kayu, sampai tahun 2000-an masih kelihatan kokoh dan cantik
dipandang, sementara bangunan baru di sebelahnya tampak memalukan dari segala
aspek. Begitu juga selama bertugas di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara
Barat, peninggalan Hindia-Belanda masih tampak megah, tetapi pembangunan
penggantinya kelihatan tidak berseni sama sekali. Sewaktu di Timor-Timur tahun
1996/1997 juga demikian. Peninggalan Portugis semuanya indah dan megah serta
artistik, sementara bangunan selama kita kuasai, sangat memalukan
penampilannya. Gedung sekolah, pasar, perkantoran semuanya nampak lucu apabila
dibandingkan dengan peninggalan Portugis. Sehingga kesimpulannya, bangsa
Indonesia sebenarnya mengalami degradasi mutu apabila dinilai dari sektor
pembangunan infrastruktur. Contoh lain
banyak yang bisa dikemukakan untuk mawas diri sebagai bangsa. Kota Gresik
misalnya, Sekolah Dasar Negeri Bedilan yang indah dan menarik peninggalan
Belanda, dirombak seenaknya sehingga kelihatan sumpek, tidak nyaman sebagai Lembaga
Pendidikan yang seharusnya nyaman dari segi tata cahaya, tata suara dan tata
udaranya. Dulu, sampai dengan tahun 1965, keberadaan tiang listrik maupun gardu
listrik serta tiang telpon berdiri gagah, tegak lurus dan nampak simetris. Setelah
jaman pembangunan, malah nampak peang-peang
dan semrawut di mana-mana, termasuk di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Bahkan
di Jabodetabek sendiri, apabila diperhatikan di sepanjang jalan raya, berdiri
tiang-tiang berjejer umumnya lebih dari lima batang, ketinggian tidak sama,
berdiri tidak tegak lurus, umumnya berkarat dan kabelnya pating slawir tidak
beraturan. Degradasi mutu ini dirasakan jelas sekali setelah Orde Baru berkuasa
sejak tahun 1966. Marak euforia pembangunan tetapi tidak disertai dengan mutu profesionalisme
dan kontrol yang memadai dan maraknya perilaku koruptif yang merajalela. Kondisi
degradasi mutu ini sebenarnya tidak perlu terjadi, karena pendidikan tinggi di
bidang teknik cukup banyak dan ada di mana-mana.
Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah memberikan contoh dan teladan yang
patut ditiru oleh aparat pemerintahan, bahkan dari tingkat RT sampai
Kementerian. Manajemen blusukan ala Jokowi yang rajin memeriksa proyek
Pemerintah pada setiap enam bulan adalah merupakan perilaku pemimpin yang
bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Syukur apabila disertai perilaku
profesional yang memadai, paling tidak oleh yang mendampingi selama blusukan
dan bukan hanya dalam bentuk acara seremonial semata. Kalau bisanya cuma acara
menandatangani, gunting pita dan cengengesan saja, ya itulah akibatnya,
semuanya rusak melulu hasilnya.
Pemimpin yang DJAKARTA
Pada
tanggal 20 September 2016, penulis membuat artikel di blog dengan judul :”Dicari
: Kepala Daerah Yang DJAKARTA”. Penulis berpendapat, agar pembangunan berhasil
dengan baik dan tidak cuma tambal-sulam, sebentar rusak dan dibangun lagi, maka
diperlukan pemimpin dan aparat yang kualitasnya DJAKARTA. Nama ibukota NKRI
dalam ejaan lama tersebut merupakan akronim dari : D = Dedikasi, J = Jujur, A =
Apresiatif, K = Kreatif, A = Asih dan Asuh, R= Ramah, T = Tegas, Trengginas, dan
Teladan, serta A = Anjangsana.
Bahwa
seorang Kepala Daerah yang layak itu dituntut memiliki dedikasi yang tinggi dan
berintegritas karena dia professional. Oleh karena itu, dia harus dan pasti
jujur karena integritasnya, dan sebaliknya, dia bisa diduga akan berbuat curang
dan KKN kalau tidak punya dedikasi dan integritas yang baik terhadap jabatan
yang direbutnya. Untuk mendukung integritasnya, seorang Kepala Daerah dituntut
punya watak dan kepribadian yang apresiatif, asih, asuh dan ramah kepada semua
warganya. Dia harus kreatif untuk memajukan dan menyejahterakan daerahnya. Tetapi
seorang Kepala Daerah juga dituntut tegas dalam keputusan dan tindakannya yang
sesuai konstitusi dan perundangan yang berlaku dalam mencapai pemerintahan yang
baik dan jujur. Juga trengginas dan memberikan teladan yang baik kepada seluruh
warganya. Dan yang sangat penting, Kepala Daerah harus rajin beranjangsana
alias blusukan untuk mengamati dan mengawasi perkembangan daerahnya langsung di
lapangan. Mutu dan etos kerja aparatur pemerintahan, serta mutu dan
perkembangan proyek yang sedang dikerjakan, seharusnya disambangi secara
berkala sebagai metode control yang efektif. Dengan metode manajemen blusukan
yang sudah dicontohkan oleh Presiden Jokowi dan dilakukan dengan profesionalisme
yang mumpuni, diharapkan semua sarana dan prasarana yang dibangun akan bermutu
dalam tampilan maupun kekuatannya. Dengan rajin blusukan yang disertai para staf
dan pembantunya yang ahli dan professional, akan segera mengetahui kekurangan dan
kesulitan yang dialami warganya, misalnya got mampet, sampah berserakan, jalan
raya rusak sehingga membahayakan para pengguna jalan dan berbagai masalah lainnya.
Itulah tentunya harapan kita semua! Belanda selama
menjajah telah mengajarkan kepada kita selama 3,5 abad. Mestinya mutu bangsa
Indonesia jangan sampai mengalami degradasi hanya karena digerogoti oleh watak
dan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang sudah pada tingkat
darurat!*****
Jumat, 08 April 2022
DONGENG KUNCI DAN KENCUR
Dongeng ini sebenarnya
banyak diceritakan oleh para orang tua dan diceritakan secara turun-menurun.
Saya menceriterakan kembali dongeng ini versi daerah saya, Gresik – Jawa Timur.
Pada jaman dahulu kala, ada seorang ibu janda
yang mempunyai seorang anak gadis cilik bernama Kencur. Ibu itu dinikahi
seorang duda kaya yang juga mempunyai seorang anak gadis sebaya Kencur yang
bernama Kunci. Ibu janda itu sangat menyayangi putrinya, tetapi agak jahat
terhadap anak tirinya, Kunci.
Suatu ketika, sang ibu ini timbul niat
jahat, bersama anaknya ingin menguasai harta suaminya. Dia berpikiran, kalau
suaminya suatu saat meninggal pasti hartanya akan jatuh ke tangan si Kunci.
Maka timbullah niatnya bagaimana cara menyingkirkan si Kunci.
Kepada Kunci, suatu hari si ibu ini
membelikan gelang emas. Tentu saja Kunci sangat senang dan yang dipikirnya, ibu
tirinya mungkin sudah berubah menjadi sayang. Si Kencur yang tidak dibelikan,
sering bertanya kepada Kunci : “Bagus ya gelangmu, kok aku tidak dibelikan, ya?”.
Kencur dan Kunci seumur, sehingga
besarnya hampir bersamaan. Karena iba, Kunci yang baik hati kemudian memakaikan
gelang itu kepada Kencur tanpa sepengetahuan ibunya. Bapak mereka sebagai
pedagang, sering pergi ke luar daerah dan terkadang cukup lama waktunya, bisa
berhari-hari.
Si ibu ingin membuat sandiwara bahwa Kunci
meninggal karena kecebur tempayan besar di dapur. Suatu malam, ibu itu merebus
air di tempayan besar. Kondisi desa yang
belum ada penerangan listrik, begitu beranjak malam mereka pergi tidur satu
kamar karena Bapaknya sedang pergi ke luar daerah. Ketika air sudah mendidih
pada tengah malam, anak-anak sudah pada lelap tidur, maka dilaksanakanlah niat
si ibu sesegera mungkin. Dalam suasana gelap dan sangat tergesa-gesa,
digerayangi tangan anak-anaknya, yang memakai gelang kemudian dipondong dan
diceburkan ke dalam tempayan yang berisi air yang sedang mendidih bergejolak.
Kemudian dia langsung pergi tidur lagi di tempat semula.
Tetapi alangkah terkejutnya si ibu yang berhati
jahat itu. Ketika bangun tidur yang dilihat di sampingnya ternyata si Kunci.
Karena penasaran, si ibu lalu pergi ke dapur, yang kemudian gemetar sekujur
tubuhnya lalu jatuh pingsan begitu melihat Kencur terbujur mati kaku di
tempayan. Ketika siuman, dia ketakutan dan merasa sangat menyesal karena
kehilangan anak kesayangan satu-satunya. Dia lalu lari ke hutan, menangis
sambil teriak-teriak berulang-ulang :” Mau merebus Kunci keliru Kencur”.
Sesampai di hutan pun dia terus menangis, berteriak, berkali-kali dan
berulang-ulang :” Mau rebus Kunci keliru Kencur”. Di hutan dia tidak makan dan
tidak minum yang layak sampai badannya mengecil dan kemudian menjelma menjadi
burung yang selalu berbunyi :” Cuit cuit cuur, cuit cuit cuur!”. Bunyi burung
itu selintas mirip teriakan “mau merebus kunci keliru kencur” dan sering
terdengar sampai sekarang. Kalau terdengar suara burung seperti itu, dipercayai
sebagai pertanda, bahwa di kawasan sekitar burung itu berbunyi, ada kabar orang
meninggal dunia.*****