Entri yang Diunggulkan

GENERASI PENDOBRAK JILID III

 Harian Rakyat Merdeka terbitan 20 April  2010,memuat artikel dengan judul “Bodoh Permanen” yang ditulis oleh Arif Gunawan. Tulisan tersebut...

Selasa, 30 April 2024

Sedekah Itu Obat

Pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000 saya bertugas sebagai Kepala Penjualan di Pertamina Unit Pemasaran (UPms) VII Makassar yang sebelumnya bernama Ujung Pandang dengan wilayah kerjanya meliputi seluruh Pulau Sulawesi. Salah satu agenda acara di luar kedinasan tetapi penting dalam rangka membina ukhuwah sesama karyawan/karyawati perusahaan beserta keluarganya adalah mengadakan salat tarawih bersama pada bulan suci Ramadan. Tempatnya di aula Gedung Serba Guna Pertamina UPms VII Makassar selama satu bulan penuh. Acaranya, untuk hari-hari tertentu dimulai dengan salat Maghrib dan berbuka puasa bersama (bukber) untuk seluruh karyawan dan dilanjutkan dengan salat tarawih. Tetapi acara utamanya adalah salat Isya dan tarawih bersama selama sebulan penuh. Sebelum salat tarawih didahului dengan acara ceramah agama oleh para Da’i yang berganti-ganti setiap hari dengan topik yang berbeda-beda pula. Pernah ada ceramah dengan topik kesehatan yang isinya saya ingat betul dan berusaha terapkan dalam praktek sampai sekarang. Ceramah itu diberi judul “Sedekah Itu Obat”. Sang Penceramah bercerita bahwa dia pernah sekolah di pesantren di Pulau Jawa. Suatu ketika dia menderita sakit sehingga tidak bisa masuk sekolah selama beberapa hari. Kepala Pesantren kemudian mengunjungi ke kamarnya, mengelus-elus badannya lalu memberikan minum madu beberapa sendok. Begitu juga pada hari berikutnya, dan ternyata sembuh sehingga bisa masuk sekolah kembali. Sejak itu sang Ustaz percaya bahwa madu adalah obat. Beberapa lama kemudian dia sakit lagi, lalu Kepala Pesantren menjenguk dan seperti biasanya kepada dia diberikan minum madu, tetapi ternyata penyakitnya belum juga sembuh. Kepala Pesantren kemudian menanyakan, orangtuanya kirim uang berapa rupiah setiap bulan dan untuk apa saja. Sisa uang yang masih ada kemudian diperintahkan untuk membeli beras dengan dibantu teman-temannya. Beras itu diperintahkan dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan ukuran tertentu kemudian disuruh bagikan sebagai sedekah ke tetangga dekat pesantren yang dianggap kurang mampu. Dan alhamdulillah kata sang Ustaz, ternyata kemudian sembuh dari penyakitnya yang sudah diderita selama beberapa hari. Sejak itu, kata Ustaz, dia percaya bahwa sedekah adalah obat. Materi ceramah itu saya ingat betul, ceramah yang singkat tetapi sangat membimbing dan mengingatkan setiap orang yang mempercayainya dan beriman serta bertaqwa kepada Allah subhanahullah taala. Pada bulan Ramadan tahun berikutnya saya yang menderita sakit. Semula saya anggap biasa saja dan tetap masuk kerja seperti biasa. Ternyata, penyakit yang semula saya anggap biasa, hanya batuk pilek, tetapi kemudian suhu badan terasa naik dan saya terkapar di sofa ruang tamu tempat kerja saya. Sekretaris yang mengetahui, kemudian memanggil dokter perusahaan. Setelah diperiksa, saya diberi obat dan juga diberikan surat istirahat karena sakit. Dan alhamdulillah saya kemudian teringat ceramah tarawih pada Ramadan tahun lalu, bahwa sedekah adalah merupakan obat. Maka segera saya teringat ada teman kuliah yang beberapa waktu yang lalu berkirim surat melalui pos, minta batuan untuk anaknya yang mau masuk SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Juga ada teman bersurat yang butuh bantuan untuk modal usaha. Dalam perjalanan pulang saya sempatkan mampir ke Kantor Pos untuk kirim uang melalui poswesel kepada dua alamat ke dua sahabat tersebut. Pada waktu itu kirim uang melalui poswesel adalah cara yang paling aman. Dan benar, perpaduan antara obat dari Dokter yang langsung saya minum disertai dengan sedekah langsung, telah membuat saya sembuh seketika, badan langsung terasa enak. Sebuah kenangan nyata yang selalu menjadi pengingat bagi saya, bahwa dari harta yang kita miliki ada sebagian merupakan hak untuk fakir-miskin dan orang-orang yang sedang membutuhkan. Mampu memiliki harta kekayaan dan mau bersedekah, Insya Allah akan menjauhkan kita dari penyakit, dan itulah doa kita!*****Bekasi, Ramadan 1445 H/April 2024

Kamis, 26 Januari 2023

Beras Porang

Presiden Jokowi di Pengolahan Porang di Madiun. (Sumber: BPMI Sekretariat Presiden)

Bermula di acara suatu siaran TV. Beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah dikabarkan menghasilkan budi daya tanam tumbuhan yang bernama porang. Apabila melihat jenis tumbuhannya, jadinya teringat di kampung halaman saya di desa Benjeng, Kabupaten Gresik. Jenis tanaman itu tumbuh liar dan dikenal sebagai gaceng yang sering disebarkan isu sebagai makanan ular. Oleh karena itu kalau sedang main sepakbola dan bolanya terpental ke semak-semak yang banyak tanaman gaceng, umumnya takut mengambil karena dikhawatirkan benar ada ular di lingkungan tersebut. Menurut cerita para orangtua, tanaman gaceng atau porang ini pernah menjadi makanan alternatif pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 sampai dengan 1945. Karena bahan makanan banyak diangkut oleh tentara Jepang, maka berbagai upaya dilakukan untuk mencari jenis makanan pengganti. 

Tanaman Porang di Kawasan Hutan Situbondo. (Sumber: Momentum.com)


Nampaknya tentara pendudukan Jepang tertarik dengan umbi porang tersebut dan mungkin kemudian melakukan penelitian. Maka jadilah kita menanam porang besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke berbagai negara. Sementara itu, beberapa waktu yang lalu, ramai diberitakan bahwa bantuan pangan selama masa pademi Covid-19, berasnya diisukan ada yang tercampur dengan beras plastik dan menuduh sebagai beras palsu dari Tiongkok. Boleh jadi mungkin itu beras porang. Karena anak saya yang terpengaruh iklan promosi, mencoba membeli beras porang bermerek “fukumi”. 

Berwujud menyerupai butiran beras, tetapi bening seperti plastik atau kaca dan ternyata nikmat dimakan seperti nasi setelah disedu dengan air panas. Dari berbagai sumber diperoleh informasi, bahwa porang adalah tanaman jenis herbal yang bisa tumbuh hingga setinggi 1,5 meter. Termasuk anggota genus Amorphophallus muelleri, dan dikenal juga dengan nama iles-iles kuning, atau coblok, acung atau acoan. Dengan adanya berbagai nama tersebut menunjukkan bahwa porang bisa tumbuh dengan mudah di mana-mana sehingga orang menyebutnya dengan nama berbeda-beda pula. Ternyata porang sangat bermanfaat karena mengandung karbonhidrat, protein mineral, vitamin, serat pangan dengan kandungan terbesar glukomanan yang bisa mengontrol gula darah serta menurunkan kolesterol. Juga mengandung kristal kalsium oksalat dan alkaloid. Porang juga banyak digunakan sebagai bahan baku tepung, penjernih air, kosmetik, pembuatan lem ramah lingkungan dan jelly serta komponen pesawat terbang. Dewasa ini, porang telah diekspor ke berbagai negara, yaitu Jepang, Vietnam, Tiongkok, Australia, Taiwan dan Korea Selatan. Pada tahun 2018 ekspor porang tercatat mencapai 254 ton dengan nilai ekspor sebesar Rp 11,3 milyar. Dalam rangka hilirisasi produk ekspor, pabrik pengolahan tepung porang sudah dibangun di Pasuruan, Wonogiri, Madiun, Bandung dan Maros. Presiden Jokowi menegaskan, bahwa porang merupakan harta karun yang bisa jadi masa depan Republik Indonesia. Nah, akankah kita mulai bertani menekuni budi daya tanaman porang? Kiranya, Pemerintah Pusat dan Daerah perlu menjembatani dan mendinamisir generasi muda dengan seksama dan bersungguh-sungguh agar pasar internasional tetap kita kuasai dengan produksi yang berlimpah!***** Bekasi, Januari 2023

Sabtu, 03 Desember 2022

Menjadi Juru Masak Duet Suami/Istri Bersama Kecap ABC #SuamiIstriMasak

Sebagai pensiunan, saya harus pandai-pandai mencari kesibukan agar tetap bugar fisik serta jiwa dan pikiran. Melanggengkan hobi yang ditekuni sejak usia muda adalah merupakan salah satunya yang harus tetap saya nikmati. Mengamati koleksi filateli dan membalas surat-surat sahabat pena dalam rangka tukar-menukar koleksi adalah kesibukan yang menyenangkan. Kemudian membaca dan menulis adalah merupakan rangkaian hobi untuk merawat ingatan dan menunda kepikunan karena harus selalu menumpahkan pikiran dan memutar kembali segala ingatan yang pernah didengar, dilihat dan dilakukan. Serta berkebun di pekarangan rumah dengan rajin menyiram dan memberikan pupuk pada tanaman hias yang warna-warni dalam upaya selalu menghibur kesegaran penglihatan serta jiwa dan pikiran. Tetapi yang menarik adalah sesekali mengikuti kesibukan di dapur sebagai asisten juru masak atau koki dadakan. Bermula dari kasus Asisten Rumah Tangga (ART) yang kerjanya hanya sepanjang pagi menjelang siang karena merangkap di beberapa rumah, terkena serangan Covid-19 dan harus pulang kampung untuk perawatan jalan. Diliburkan dan sepakat semua pekerjaan rumah-tangga dikerjakan sendiri secara gotong-royong bersama istri dan ketiga anak yang masih tinggal serumah. Saya memilih melibatkan diri dalam masak-memasak, karena menurut hemat saya itulah yang paling mudah dan enteng. Modalnya juga gampang, hanya asal ada Kecap ABC yang sudah lama dikenal di keluarga besar saya. Apalagi setelah menyaksikan youtube yang mengetengahkan kemesraan Titi Kamal-Christian Sugiono dalam kegiatan #Suami/Istri Masak. Bisa saja kita berkesimpulan, karena mesra juga di dapur maka pasangan suami/istri selebritas itu jauh dari berbagai gosip yang biasanya dipicu oleh kesukaan klayapan dan kluyuran. Apalagi dalam rangka merayakan Hari Kesetaraan Perempuan, ternyata kolaborasi suami/istri memasak ini sudah digaungkan sejak tahun 2018 dengan maksud meringankan beban kerja istri yang sudah sangat sibuk dan cukup berat. Inilah sumbangsih rutin saya dalam masak-memasak membantu istri di dapur dan yang paling saya sukai. Anak saya yang paling bungsu dan masih kuliah, sangat senang apabila saya yang membuat nasi goreng sebagai sarapan pagi. Pada hal resepnya gampang saja, ibunya yang meracik bumbu dan saya yang menggoreng dengan memainkan olah gerak tangan disertai cipratan Kecap ABC untuk memerahkan nasi goreng yang katanya selalu nikmat bersama telur ceploknya. Dan yang lebih mudah lagi kalau sedang memasak tahu goreng. Semua takut terkena percikan minyak goreng sewaktu menurunkan tahu mentah ke penggorengan, maka sayalah yang mengemban tugas itu. Semua berteriak memanggil saya untuk bertugas menggoreng, sekaligus saya buat sambal kecap dengan irisan cabe rawit, oh…, alangkah nikmatnya. Merajang cabe rawit dan meramu dengan Kecap ABC adalah merupakan pekerjaan seni memasak sederhana yang menghibur terutama di kala perut sudah merasa lapar. Satu lagi yang sangat disukai di keluarga saya yaitu ketika memasak ikan bandeng, ikan mujair, ikan kembung, ikan cumi atau ikan nila. Ikan itu biasanya dipanggang melalui perkakas pemanas tevlon happycall tanpa dibumbui apa pun, karena kemudian dinikmati dengan sambal Kecap ABC yang dipadu dengan irisan bawang merah, bawang putih, tomat dan cabe rawit yang disiapkan sang istri. Dengan ditemani lalap labu siyem, kacang panjang atau yang lain dan direbus, wah….., bukan main nikmatnya! Tetapi ada yang lebih mudah lagi dan cepat apabila sesekali memasak sate. Beli daging kambing tanpa lemak, lalu dipotong-potong seukuran sate. Daging tersebut bisa diaduk dengan Kecap ABC, atau langsung dipanggang dalam tevlon happycall yang sebelumnya telah diolesi minyak goreng. Bersamaan itu dibuat sambal Kecap ABC yang diramu dengan irisan bawang merah dan cabe rawit serta tomat. Tentu saja , yang mahir mengiris bawang merah dan cabe rawit adalah nyonya rumah. Sedangkan saya yang membakar sate dan hanya mengaduk sambalnya, maka jadilah “sate Madura ala masakan suami/istri di dapur rumah sendiri”. Ada resep untuk menjaga kebugaran tubuh agar hidup sehat sampai usia lanjut, yaitu cukup istirahat, hindari stress dan berolahraga rutin sesuai kemampuan, serta menjaga pola makan dengan nutrisi yang sehat. Lalu ada nasihat yang sangat penting terutama pada masa gawatnya pandemi Covid-19 yang lalu. Bunyi nasihat tersebut :”Kesehatan itu ada di dapur sendiri!”. Itu artinya, kita dianjurkan sebaiknya memasak sendiri di rumah. Dan tidak perlu khawatir, karena Kecap ABC bisa membantu dan menemani kita sebagai suami/istri menjadi juru masak atau koki yang sukses di rumah sendiri!*****

Minggu, 31 Juli 2022

Layang-Layang

      

Lukisan "Benjamin Franklin Drawing Electricity from the Sky" karya Benjamin West

        Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Apabila normal, pergantian musim terjadi dalam setiap setengah tahun. Dan pada setiap pergantian musim yang disebut musim pancaroba, angin bertiup demikian kencang dan selalu dimanfaatkan oleh orang dewasa maupun anak-anak untuk bermain layang-layang. Bulan Juli telah tiba, yang merupakan musim pancaroba, perubahan dari musim penghujan ke musim kemarau. Awal bulan Juli adalah merupakan libur panjang bagi anak sekolah dan segera memasuki tahun ajaran baru.

       Aji naik ke kelas enam. Bapaknya mewanti-wanti :”Aji, kamu sekarang sudah kelas enam. Sebentar lagi kamu akan masuk SMP. Kurangi bermain-main dan giatlah belajar agar nilai ujianmu bagus supaya nanti bisa mendapat SMP yang baik!”. Aji menyimak dan memperhatikan dengan baik nasihat Bapaknya. Sepulang sekolah, setelah sholat, makan siang dan istirahat, dia sempatkan waktu untuk membaca dan mengulang pelajaran yang didapat sepanjang hari tadi. Bapak si Aji sangat gembira dan bahagia melihat anaknya semakin rajin belajar dan mengurangi waktu bermain. Apalagi main HP dan menonton TV sudah sangat dia kurangi. Sesekali sempat juga main sepakbola di lapangan bersama teman akrabnya, Mono, Amin, Tomo dan Joni sambil bersenda-gurau.

       Pada hari Minggu pertengahan Juli, libur panjang seharian. Cuaca cerah dan panas menyengat. Angin bertiup kencang menerbangkan debu dan dedaunan yang sudah layu serta sampah ke segala arah. Terkadang diseling munculnya angin puting beliung kecil yang bergerak berputar-putar menghempaskan debu dan sampah berterbangan. Orang dewasa dan anak-anak ramai menerbangkan layang-layangnya yang berwarna-warni dan beraneka bentuk. Ada juga yang saling mengadu. Layang-layang dikendalikan menyambar kesana-kemari, menukik dan kemudian benang saling bergesekan. Kalau ada yang putus, bersorak-sorailah mereka dan sering disertai saling mengejek.

       Empat sekawan, Mono, Amin, Tomo dan Joni sedang asyik memainkan layang-layangnya disertai canda-ria. Tiba-tiba mereka saling mempertanyakan kenapa kok Aji tidak muncul main layang-layang seperti biasanya. Aji memang tidak lagi main layang-layang seperti dulu. Bapaknya menasihati, bahwa main layang-layang itu hanya membuang-buang waktu. Kalau ada layang -layang putus, anak-anak pada berlarian mengejar dan tidak tahu lagi bahaya yang mengancam misalnya ada yang terjatuh, atau tertabrak kendaraan bermotor. Lebih baik belajar, kata Bapaknya. Sore hari selepas main layang-layang, empat sekawan teman Aji sepakat mampir ke rumah Aji. “Assalamualaikum…..”, teriak mereka, yang disambut Ibunya Aji :”Waalaikum salaam, cari Aji ya! Tunggu ya, Aji sedang mandi. Ayo masuk!”. Ketika masuk ke ruang tamu, teman Aji kaget. Ternyata Aji punya banyak layang-layang yang dipajang di ruang tamu dan ada yang menumpuk di meja tamu. “Dia punya banyak layang-layang, tetapi kenapa tidak dimainkan, ya?”, tanya salah seorang keheranan sambil bergumam.

       Aji selesai mandi dan segera menemui teman-temannya :”Hai….., asyik ya mainnya!”. Temannya menjawab hampir serempak :”Iya asyik, kenapa kok kamu nggak ikut keluar seperti dulu, Aji?”. Aji kemudian menjelaskan secara panjang lebar kepada teman-temannya :”Begini teman-teman! Kita ini kan sudah naik ke kelas enam dan sebentar lagi mau ujian lalu mencari SMP. Bapak bilang, kurangi bermain dan banyaklah belajar agar mendapat nilai yang baik dan mendapat SMP yang baik. Layang-layang atau benangnya yang nyangkut di kabel listrik, bisa menyebabkan korsleting dan bisa timbul kebakaran, kan daerah kita padat perumahan dan banyak kabel listrik serta yang lain berselawiran. Banyak bangkai layang-layang yang nyangkut di kabel-kabel, atap rumah dan di pepohonan yang tidak sedap dipandang mata, kata Ibuku juga. Dari pada membuang-buang waktu lebih baik dipakai belajar, kata Bapakku!”. Tiba-tiba seorang di antara mereka menangkis :”Kan kita perlu juga refreshing dan bersuka-cita, Aji, jangan belajar terus, bisa pusing lho! Dan lagi, kok layang-layangmu kamu pajang, dan gambarnya bagus-bagus, beli di mana, ya?”. Aji menjawab :”Aku beli warna polos lalu kulukis sebagai refreshingku”. Seorang lagi menanyakan :”Lho, kok ada gambar kakek-kakek bermain layang-layang, kakekmu ya?”. Teman-temannya yang lain ikut menimpali tetapi disertai tertawa kecil kegelian sambil memperhatikan gambar seorang tua berkepala botak tetapi gondrong ke belakang yang dikiranya kakeknya Aji. Tetapi buru-buru Aji menjelaskan :”Oh bukan, itu Benjamin Franklin tokoh negarawan Amerika Serikat yang pernah bermaksud membuktikan listrik statis dari  awan, kilat dan petir dengan menerbangkan layang-layang setinggi mungkin sewaktu langit berawan mendung”.

       Wee…..hebat, Aji banyak membaca dan belajar, pengetahuannya banyak!”, seru si Amin dan bertanya :”Listrik statis itu apa ya, Aji?”. “Oh nanti, kita pasti tahu pada waktunya, belajar saja dulu sekarang dan sekolah terus!”, kelit Aji sambil tersenyum menjawab pertanyaan teman-temannya. Setelah melahap jamuan yang disuguhkan oleh Ibunya Aji, mereka pamit pulang. Di perjalanan, sambil masing-masing menenteng layang-layangnya, mereka saling bergumam :”Kita sebaiknya ikut rajin belajar seperti Aji, ya!”.*****

Bekasi, Juli 2022

Minggu, 03 Juli 2022

KURANG GARAM, KURANG CABE

 

Anak Kecil Sedang Bernyanyi. (Sumber: Pexels oleh Katya Wolf)

      Setiap datang hari Rabu, Darso pasti merasa sedih. Mata pelajaran kesenian selalu membuatnya keringat dingin, inginnya segera pulang kalau saja tidak takut dihukum atau dimarahi Ibunya karena membolos. Setiap pelajaran kesenian, dalam batin dia berdoa, semoga pelajarannya diisi dengan melukis atau menggambar, atau prakarya saja, jangan seni suara atau menyanyi. Kalau pelajaran menyanyi pasti mati kutu, deg-degan sepanjang pelajaran, karena takut mendapat giliran. Kalau kebetulan mendapat giliran, senangnya Darso menyanyikan lagu yang cepat, biar cepat selesai. Yang membuat Darso sedih dan malu, karena setiap menyanyi pasti disoraki teman-temannya dan diteriaki bersahut-sahutan :” Hee…suaranya fals, kurang garam!. Iya…kurang garam!”.

      Alam pikiran murid kelas tiga Sekolah Dasar kebanyakan percaya saja. Pada hal pelajaran seni suara adalah suasana kegembiraan dan penuh senda-gurauan serta gelak-tawa. Tetapi Darso suka baperan, selalu dibawa ke perasaan. Maka setiap jajan waktu istirahat, yang dituju Darso selalu tukang bakso atau mie ayam dan minta garam yang banyak. Tukang bakso sampai dibuat keheranan. Anehnya, setiap menyanyi kok teman-temannya masih saja teriak kurang garam bersaut-sautan sehingga membuat Darso juga heran. “Ah, mungkin lagunya yang harus ganti! “, pikirnya dalam hati. Maka dihapalkannya lagu lain, dengan harapan tidak dibulli lagi oleh teman-temannya.

      Tiap mandi, Darso bernyanyi dengan lagu baru pilihannya. Ibunya keheranan, karena Darso sekarang suka bernyanyi dan dengan suaranya keras-keras. Ketika tampil dengan lagu baru, teman-temannya malah berubah teriakannya dan saling bersautan:” Oe…lagu baru choi! Tapi masih fals, kurang cabe, kurang sambal pedas!, Iya…, kurang nyaring, kurang cabe !”. Darso mikir lagi, bagaimana suara bisa nyaring, ya? Maka tak berpikir panjang, setiap istirahat, Darso selalu lari ke tukang bakso dengan sambal dibanyaki dan terkadang sampai gaber-gaber. Tukang bakso dibuat heran lagi. Beberapa hari yang lalu suka garam, kok sekarang ganti suka sambal. Bahkan suatu kali, tukang bakso sampai marah dan ngomel-ngomel menuduh Darso yang menghabisi sambal.

      Tiba-tiba Darso tidak masuk sekolah, kabarnya sakit perut. Karena sudah tiga hari ijin  sakitnya, Guru Wali Kelas dan teman-temannya kemudian pergi menjenguk ke rumah Darso. Berjalan kaki mereka beriringan menuju ke rumah Darso sepulang sekolah. Dengan pucat dan masih lemah, Darso didampingi Ibundanya tertawa meringis karena geli ketika diminta Ibu Guru bercerita pengalamannya supaya didengar teman-temannya. Darso mengaku dengan jujur semua pengalamannya yang aneh dan lucu, sambil tertawa geli dan berharap mendapat simpati. Sambil menatap temannya yang paling garang meledek sewaktu dia bernyanyi,, Darso meneruskan ceritanya :”Karena setiap menyanyi selalu diolok-olok teman-teman, katanya suara fals kurang garam dan kurang cabe, maka diam-diam sewaktu jajan bakso atau mie ayam, saya selalu suka makan sambal dan mungkin terlalu banyak. Sakit perut ini kata dokter, karena kebanyakan makan sambal yang pedas sehingga mengganggu pencernaan”. Ibunda Darso ikut menimpali sambil tersenyum geli :”Dipikirnya, dengan banyak makan sambal dikiranya bisa bernyanyi seperti artis penyanyi, tak tahunya ternyata perutnya yang jadi terkikis”. Mendengar cerita Darso, semua yang menjenguk tertawa terkekeh-kekeh.

       Cukup lama mereka menjenguk Darso, saling mengobrol dan bercanda-ria. Ibu Guru tiba-tiba menghentikan acara kangen-kangenan Darso dengan teman-temannya dan berujar :”Anak-anak, Darso perlu istirahat yang banyak. Mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kalian masing-masing agar Tuhan Yang Mahakuasa segera memberikan kesembuhan kepada Darso sehingga bisa segera masuk sekolah kembali. Nanti kalian jangan lagi saling meledek atau membulli dan harus saling akur dengan sesama teman. Bagi yang beragama Islam mari kita bacakan Surat Al-Fatihah. Hayo, mari kita berdoa!”. Setelah dinasihati Ibu Guru Wali Kelas, semenjak itu tidak ada lagi buli-membuli di kelas terutama sewaktu pelajaran menyanyi atau seni suara.*****(dikembangkan dari cerpen karya Penulis dalam Bahasa Jawa yang berjudul “Kurang Uyah lan Kurang Lombok” dan dimuat dalam buku : Asmarandana, penerbit Graf Literasi, cetakan pertama  Agustus 2020 hal. 97-98).

Senin, 13 Juni 2022

Hobi Surat Menyurat

 

Suatu hari, Uci bongkar-bongkar koleksi hobi Bapaknya. Selama pandemi Covid-19 ini, dia banyak berdiam diri saja di rumah. Setelah belajar via medsos mengenai pelajaran di sekolah, biasanya kemudian nonton TV, lalu banyak main gawai sambil bermalas-malasan.

“Wei, ini apa Pak kok banyak sekali?”, teriak si Uci ketika menemukan tumpukan post card atau kartu pos yang diperoleh Bapaknya sewaktu masih sekolah dulu. “Oh, itu kartu pos koleksi Bapak waktu masih sekolah di SMP dan STM. Bapak dulu suka berkirim surat!”, jelas Bapaknya. “Kamu suka?”, tanyanya kemudian. “Iya Pak, untuk Uci ya? Gambarnya bagus-bagus, Uci senang dan suka sekali untuk menyimpannya!”, jawabnya.

“Nah, kalau begitu, kamu harus mulai cari sendiri. Punya Bapak boleh kamu simpan, jangan sampai rusak apalagi hilang, karena itu kenang-kenangan Bapak!”, pesan Bapak si Uci. “Cari atau beli di mana, Pak?”, tanyanya. “Caranya, kamu harus menulis surat untuk meminta post card, buku atau majalah. Kebetulan, radio luar negeri siaran Bahasa Indonesia mungkin alamatnya masih tetap sama!”, jelas Bapaknya.

“Bagaimana caranya menulis surat, Pak, saya belum tahu, belum pernah diajarkan di sekolah”, jelasnya menghiba. “Coba, kamu kan sudah kelas lima, buat surat minta dikirim post card mengenai Australia ke Radio Australia. Nanti juga ke Radio Asing lainnya!”, kata Bapaknya memberi semangat. Uci lalu mencari buku tulis sisa kelas empat yang belum habis terpakai. Dicobanya membuat surat lalu disodorkan kepada Bapaknya. “Ya, bagus! Tetapi harusnya singkat saja, kenalkan kamu kelas berapa, ingin mendapatkan post card dan apa saja, lalu berikan alamatmu sekolah atau rumah dan ucapan terimakasih! Coba ulang lagi membuat suratnya!”, kata Bapaknya sambil memuji.

Setelah dianggap cukup baik dan dicoba ditulis rapi di kartu pos, diajaklah si Uci ke Kantor Pos. Mereka membeli sejumlah kartu pos dan prangko, sehingga tahulah Uci seluk beluk Kantor Pos. Diajarilah Uci menulis surat di kartu pos dengan tulis tangan dan menempelkan prangkonya sesuai tarip yang berlaku. Tahap awal dikirim ke Radio Australia, Suara Amerika, BBC Inggris, Radio Beijing dan Radio Nederland. Sambil menunggu dan berdoa, diterimalah balasan dari semuanya secara beruntun beberapa lama kemudian. Ada yang memberikan post card, majalah, dan jadwal acara siaran radio. Bukan main senangnya si Uci karena mendapat mainan baru, hobi menulis surat. Semua kiriman dari siaran radio luar negeri tersebut, setelah serius belajar, dibolak-balik untuk dibaca dan dinikmati keindahan gambar-gambarnya. “Sekarang kamu boleh mencoba menulis surat kepada siapa saja! Cobalah buat surat kepada sanak-saudara kita di kampung. Berceritalah mengenai apa saja, kabar tentang kesehatan, perkembangan sekolahmu dan lain-lain. Dengan belajar menulis surat, kelak kamu bisa jadi penulis. Juga bisa jadi pegawai yang baik dan kelak akan mudah ketika membuat skripsi sewaktu menjadi mahasiswa. Oleh karena itu mulailah mencari sahabat pena untuk saling menulis surat”, nasihat Bapaknya, dan Uci menyimak sambil memeluk kiriman pos yang baru diterimanya. Hobi surat-menyurat menjadi hiburan si Uci. Bekal atau uang saku yang diterima dari orang-tuanya selalu sebagian disisihkan untuk membeli kartu pos, amplop, kertas surat, serta prangko guna memenuhi hobi barunya yang ditekuni dengan rajin. Uci sangat menyimak kata-kata Bapaknya yang mengutip nasihat orang Barat :”Tekunilah hobi agar menjadi sahabat yang karib bagimu!”.*****

Jumat, 06 Mei 2022

BAKMI MINGGU PAGI

 

       Hari menunjukkan jam satu siang. Siswa kelas lima dan kelas enam Sekolah Dasar Negeri Jatikramat bubar sekolah hampir bersamaan. Mereka pulang ada yang dijemput orangtuanya dengan kendaraan bermotor, dan ada juga yang naik becak atau sepeda. Tetapi sebagian besar hanya berjalan kaki sambil berlari-lari karena rumahnya dekat dengan sekolah.

       Tidak seperti biasanya, Anto yang sudah duduk di kelas enam dan biasanya periang, hari itu sepulang sekolah tampak murung. Sampai di rumah, tas dan sepatunya dicampakkan begitu saja lalu mengurung diri di kamar. Samar-samar ibunya mendengar teriakan teman-teman Anto :” Makanya An, jangan suka makan bakmi saja. Habis, makan bakmi  tidak ajak-ajak, sih!”. Nadanya semua mengolok-olok dan mengejek. Herannya, semua kata-katanya mengandung kata bakmi. Ibunya heran, kenapa Anto diolok-olok bakmi dan apa hubungannya dengan Anto yang murung di kamar? Pada hal sehari-hari Anto memang paling suka makan bakmi. Hampir setiap hari Anto minta dibikinkan atau dibelikan bakmi sebagai makanan kesukaannya.

      Ibunya masuk ke kamar Anto dan menyapa : “Anto, ayo ganti pakaian lalu cuci tangan dan kaki!”. Berulang-ulang ibunya membujuk, tetapi Anto diam saja. Ibunya berpikir, mungkin Anto baru saja bertengkar dengan teman-temannya. Atau mungkin ada kaitannya dengan kata bakmi yang diteriakkan oleh teman-temannya tadi? Berulang kali ibunya terus mencoba membujuk dan menghiburnya : “Ayo, Ibu buatkan bakmi kesukaan Anto, ya?”. Tetapi Anto tak bergeming, malah semakin tampak tambah murung.

                                                                           ***

       Esok hari dan hari-hari berikutnya, Ibu Anto merasakan agaknya ada perubahan perilaku antara Anto dengan teman-temannya. Yang bermain ke rumah Anto menjadi berkurang. Ibunya berpikir dan semakin yakin kalau Anto habis bertengkar, sehingga teman-temannya semua menjauh.

Karena cemas dan khawatir terhadap pergaulan dan perkembangan jiwa Anto, Ibunya berusaha menanyakan dan mengorek lebih jauh masalahnya. “Anto, kenapa Aji, Amir dan Andi tidak pernah bersamamu lagi? Kamu bertengkar, ya? Ingat, Tuhan tidak menyukai orang-orang yang suka bermusuhan. Nanti nilai sekolahmu bisa jadi jelek lho, apalagi mau menghadapi ujian akhir nasional “, selidik Ibunya Anto  suatu ketika. Anto membisu saja, bahkan pada hari-hari berikutnya menjadi semakin pendiam dan pemurung. Karena semakin khawatir terhadap perkembangan jiwa dan mental serta ketakutan mempengaruhi semangat belajar Anto, Ibunya suatu sore secara diam-diam mendatangi rumah Aji, temannya yang sangat akrab selama ini.

                                                                         ***

       Ibu Anto sedang bercakap-cakap dengan Ibu Aji di teras rumah ketika Aji pulang dari bermain sepak-bola. “Selamat sore Tante! Apakah tante bersama Anto?”, sapa Aji dengan ceria. “Tidak Aji, Anto ada di rumah. Tadinya Tante ajak, tetapi tidak mau. Coba sini, Tante mau tanya!”, kata Ibu Anto membalas sapa Aji.

       Ketika Ibu Anto menanyakan kerenggangan hubungan Aji dan kawan-kawan dengan Anto, Aji menjelaskan : ”Bahwa bermula dari nilai Anto yang tidak bagus diantara kami, Tante! Dia juga tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah atau PR, sehingga dihukum berdiri di depan kelas. Bapak Guru memberi nasihat kepada kami yang nilainya jelek, agar menjauhi BAKMI. Kata Pak Guru, BAKMI yang dimaksud itu singkatan dari B = bosanan, A = aras-arasen, bahasa Jawa yang maksudnya ogah-ogahan, K = keset yang artinya tidak bergairah, M = malas dan I = isinan artinya pemalu. Karena kawan-kawan tahu Anto suka sekali makan bakmi, maka jadilah olok-olokan itu pada Anto. Tadinya kami semua hanya bercanda dan bukan bermaksud bermusuhan, Tante! Tetapi herannya Anto jadi sungguhan dan tidak mau bertegur-sapa. Jadi saya mewakili kawan-kawan mohon maaf, tolong Tante sampaikan kepada Anto. Malah kata Pak Guru, kita disuruh banyak makan RACUN supaya pandai dan maju!  “Lho, kok disuruh makan racun?”, sela Ibu Anto dan Ibu Aji bersamaan. “RACUN kata Pak Guru, singkatan dari R = rajin, A = akas atau cekatan dalam segala hal, C = cermat dan teliti, kemudian U = ulang-ulang maksudnya mengulang pelajaran yang pernah diperoleh atau diajarkan, dan N = nalar, maksudnya kita disuruh lebih kreatif”, jelas Aji dengan lancar.

                                                                              ***

       Ibu Anto kemudian berusaha mengatur siasat. Suatu Minggu pagi yang cerah, Aji, Andi dan Amir serta beberapa temannya bertandang ke rumah Anto sesuai undangan Ibu Anto. Seperti biasanya, di antara mereka ada yang membawa bola sepak, raket bulu tangkis dan lain-lain untuk bermain pada setiap hari libur. Ibu Anto yang mengundang, sengaja menyiapkan masakan bakmi kesukaan Anto.

       Semula Anto kaget dan berusaha menghindar ketika menyaksikan teman-temannya berdatangan. Tetapi karena kepergok dan Ibunya membujuk agar mau menemui, maka ditemuilah teman-temannya di ruang tamu. Mula-mula agak canggung, malu-malu dan hanya saling bersalaman. Tetapi tidak lama kemudian mereka larut dalam keceriaan anak-anak. Si Tono yang suka melucu ternyata dapat mencairkan suasana yang semula serba canggung dan bengong.

        Ibu Anto yang sedang mempersiapkan makanan menu bakmi merasa sangat bahagia pagi itu. Dengan perasaan bersyukur tiba-tiba Ibu Anto berseru : “Ayo anak-anak kita makan bakmi ramai-ramai! Kalian harus saling bersahabat dengan baik, tidak boleh bermusuhan. Kalian boleh makan bakmi sampai kenyang, tetapi kalian harus rajin belajar, banyak bertanya dan tidak boleh bosanan atau ogah-ogahan belajar agar nilai kalian baik semua. Ingat pesan Tante, ya! Bakmi ternyata bisa memberi semangat karena bermakna : “BAKMI adalah semangat Belajar dengan Asyik, Kelak akan Menambah Ilmu!”. Perintah Ibu Anto kemudian : “ Jangan lupa, sebelum makan  harus berdoa dulu dengan tertib, ya!”.

       Ya, Tante!”, jawab mereka hampir serempak. Mereka kemudian menyantap bakmi dengan lahapnya. Dan sejak saat itu, persahabatan mereka kembali akrab, bahkan semangat belajar mereka semakin bertambah berkat bakmi Minggu pagi.*****Bekasi, awal Mei 2022

 

 

Kamis, 14 April 2022

MUTU INFRASTRUKTUR KITA

 

          

          Kompas com. tanggal 17 Januari 2022 memberitakan bahwa jembatan KW6 di Kelurahan Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang – Jawa Barat, ambles. Pada hal jembatan yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp 10 milyar itu belum satu bulan diresmikan oleh Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana. Berdasar pantauan Tribun Bekasi, jembatan itu ambles pada bagian sisi dekat saluran irigasi sepanjang 200 meter. Material jembatan yang menempel pada sisi saluran irigasi itu longsor, sehingga  konstruksi jembatan mengalami ambles. Jembatan yang didesain dengan lebar 7 meter dan panjang 43,50 meter tersebut, menghubungkan Kecamatan Rawamerta dengan Kecamatan Karawang Barat. Jembatan yang populer disebut Jembatan Kepuh ini resmi beroperasi pada hari Rabu 29 Desember 2021 yang diresmikan dengan penandatanganan dan pengguntingan pita oleh Bupati didampingi Sekda Asep Jamhuri, Kepala Dinas PUPR dan Camat Karawang Barat. Jembatan ini juga diharapkan menjadi jalur alternatif ke obyek wisata sejarah Rawagede, dan juga untuk membangkitkan ekonomi masyarakat di sepanjang jalur.

           Kasus semacam ini sebenarnya banyak sekali terjadi di tanah-air kita. Suatu infrastruktur atau prasarana untuk umum baru dibangun, sudah banyak yang rusak dan jebol tak berumur panjang. Penulis yang pernah bertugas berpindah-pindah kota di hampir seluruh Indonesia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa bangunan peninggalan Hindia-Belanda umumnya berarsitektur yang indah, kokoh dan kuat sepanjang masa. Tetapi sekarang malah banyak yang tidak artistik dan mudah rusak serta mencelakakan. Jembatan Poso, Moutong dan Luwu di Sulawesi yang terbuat dari kayu, sampai tahun 2000-an masih kelihatan kokoh dan cantik dipandang, sementara bangunan baru di sebelahnya tampak memalukan dari segala aspek. Begitu juga selama bertugas di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, peninggalan Hindia-Belanda masih tampak megah, tetapi pembangunan penggantinya kelihatan tidak berseni sama sekali. Sewaktu di Timor-Timur tahun 1996/1997 juga demikian. Peninggalan Portugis semuanya indah dan megah serta artistik, sementara bangunan selama kita kuasai, sangat memalukan penampilannya. Gedung sekolah, pasar, perkantoran semuanya nampak lucu apabila dibandingkan dengan peninggalan Portugis. Sehingga kesimpulannya, bangsa Indonesia sebenarnya mengalami degradasi mutu apabila dinilai dari sektor pembangunan  infrastruktur. Contoh lain banyak yang bisa dikemukakan untuk mawas diri sebagai bangsa. Kota Gresik misalnya, Sekolah Dasar Negeri Bedilan yang indah dan menarik peninggalan Belanda, dirombak seenaknya sehingga kelihatan sumpek, tidak nyaman sebagai Lembaga Pendidikan yang seharusnya nyaman dari segi tata cahaya, tata suara dan tata udaranya. Dulu, sampai dengan tahun 1965, keberadaan tiang listrik maupun gardu listrik serta tiang telpon berdiri gagah, tegak lurus dan nampak simetris. Setelah jaman pembangunan, malah nampak  peang-peang dan semrawut di mana-mana, termasuk di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Bahkan di Jabodetabek sendiri, apabila diperhatikan di sepanjang jalan raya, berdiri tiang-tiang berjejer umumnya lebih dari lima batang, ketinggian tidak sama, berdiri tidak tegak lurus, umumnya berkarat dan kabelnya pating slawir tidak beraturan. Degradasi mutu ini dirasakan jelas sekali setelah Orde Baru berkuasa sejak tahun 1966. Marak euforia pembangunan tetapi tidak disertai dengan mutu profesionalisme dan kontrol yang memadai dan maraknya perilaku koruptif yang merajalela. Kondisi degradasi mutu ini sebenarnya tidak perlu terjadi, karena pendidikan tinggi di bidang teknik cukup banyak dan ada di mana-mana.

          Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah memberikan contoh dan teladan yang patut ditiru oleh aparat pemerintahan, bahkan dari tingkat RT sampai Kementerian. Manajemen blusukan ala Jokowi yang rajin memeriksa proyek Pemerintah pada setiap enam bulan adalah merupakan perilaku pemimpin yang bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Syukur apabila disertai perilaku profesional yang memadai, paling tidak oleh yang mendampingi selama blusukan dan bukan hanya dalam bentuk acara seremonial semata. Kalau bisanya cuma acara menandatangani, gunting pita dan cengengesan saja, ya itulah akibatnya, semuanya rusak melulu hasilnya.

Pemimpin yang DJAKARTA

          Pada tanggal 20 September 2016, penulis membuat artikel di blog dengan judul :”Dicari : Kepala Daerah Yang DJAKARTA”. Penulis berpendapat, agar pembangunan berhasil dengan baik dan tidak cuma tambal-sulam, sebentar rusak dan dibangun lagi, maka diperlukan pemimpin dan aparat yang kualitasnya DJAKARTA. Nama ibukota NKRI dalam ejaan lama tersebut merupakan akronim dari : D = Dedikasi, J = Jujur, A = Apresiatif, K = Kreatif, A = Asih dan Asuh, R= Ramah, T = Tegas, Trengginas, dan Teladan, serta A = Anjangsana.

           Bahwa seorang Kepala Daerah yang layak itu dituntut memiliki dedikasi yang tinggi dan berintegritas karena dia professional. Oleh karena itu, dia harus dan pasti jujur karena integritasnya, dan sebaliknya, dia bisa diduga akan berbuat curang dan KKN kalau tidak punya dedikasi dan integritas yang baik terhadap jabatan yang direbutnya. Untuk mendukung integritasnya, seorang Kepala Daerah dituntut punya watak dan kepribadian yang apresiatif, asih, asuh dan ramah kepada semua warganya. Dia harus kreatif untuk memajukan dan menyejahterakan daerahnya. Tetapi seorang Kepala Daerah juga dituntut tegas dalam keputusan dan tindakannya yang sesuai konstitusi dan perundangan yang berlaku dalam mencapai pemerintahan yang baik dan jujur. Juga trengginas dan memberikan teladan yang baik kepada seluruh warganya. Dan yang sangat penting, Kepala Daerah harus rajin beranjangsana alias blusukan untuk mengamati dan mengawasi perkembangan daerahnya langsung di lapangan. Mutu dan etos kerja aparatur pemerintahan, serta mutu dan perkembangan proyek yang sedang dikerjakan, seharusnya disambangi secara berkala sebagai metode control yang efektif. Dengan metode manajemen blusukan yang sudah dicontohkan oleh Presiden Jokowi dan dilakukan dengan profesionalisme yang mumpuni, diharapkan semua sarana dan prasarana yang dibangun akan bermutu dalam tampilan maupun kekuatannya. Dengan rajin blusukan yang disertai para staf dan pembantunya yang ahli dan professional, akan segera mengetahui kekurangan dan kesulitan yang dialami warganya, misalnya got mampet, sampah berserakan, jalan raya rusak sehingga membahayakan para pengguna jalan dan berbagai masalah lainnya.

Itulah tentunya harapan kita semua! Belanda selama menjajah telah mengajarkan kepada kita selama 3,5 abad. Mestinya mutu bangsa Indonesia jangan sampai mengalami degradasi hanya karena digerogoti oleh watak dan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang sudah pada tingkat darurat!*****

Jumat, 08 April 2022

DONGENG KUNCI DAN KENCUR

 

Dongeng ini sebenarnya banyak diceritakan oleh para orang tua dan diceritakan secara turun-menurun. Saya menceriterakan kembali dongeng ini versi daerah saya, Gresik – Jawa Timur.

 

      Pada jaman dahulu kala, ada seorang ibu janda yang mempunyai seorang anak gadis cilik bernama Kencur. Ibu itu dinikahi seorang duda kaya yang juga mempunyai seorang anak gadis sebaya Kencur yang bernama Kunci. Ibu janda itu sangat menyayangi putrinya, tetapi agak jahat terhadap anak tirinya, Kunci.

      Suatu ketika, sang ibu ini timbul niat jahat, bersama anaknya ingin menguasai harta suaminya. Dia berpikiran, kalau suaminya suatu saat meninggal pasti hartanya akan jatuh ke tangan si Kunci. Maka timbullah niatnya bagaimana cara menyingkirkan si Kunci.

       Kepada Kunci, suatu hari si ibu ini membelikan gelang emas. Tentu saja Kunci sangat senang dan yang dipikirnya, ibu tirinya mungkin sudah berubah menjadi sayang. Si Kencur yang tidak dibelikan, sering bertanya kepada Kunci : “Bagus ya gelangmu, kok aku tidak dibelikan, ya?”.  Kencur dan Kunci seumur, sehingga besarnya hampir bersamaan. Karena iba, Kunci yang baik hati kemudian memakaikan gelang itu kepada Kencur tanpa sepengetahuan ibunya. Bapak mereka sebagai pedagang, sering pergi ke luar daerah dan terkadang cukup lama waktunya, bisa berhari-hari.

      Si ibu ingin membuat sandiwara bahwa Kunci meninggal karena kecebur tempayan besar di dapur. Suatu malam, ibu itu merebus air di tempayan besar.  Kondisi desa yang belum ada penerangan listrik, begitu beranjak malam mereka pergi tidur satu kamar karena Bapaknya sedang pergi ke luar daerah. Ketika air sudah mendidih pada tengah malam, anak-anak sudah pada lelap tidur, maka dilaksanakanlah niat si ibu sesegera mungkin. Dalam suasana gelap dan sangat tergesa-gesa, digerayangi tangan anak-anaknya, yang memakai gelang kemudian dipondong dan diceburkan ke dalam tempayan yang berisi air yang sedang mendidih bergejolak. Kemudian dia langsung pergi tidur lagi di tempat semula.

      Tetapi alangkah terkejutnya si ibu yang berhati jahat itu. Ketika bangun tidur yang dilihat di sampingnya ternyata si Kunci. Karena penasaran, si ibu lalu pergi ke dapur, yang kemudian gemetar sekujur tubuhnya lalu jatuh pingsan begitu melihat Kencur terbujur mati kaku di tempayan. Ketika siuman, dia ketakutan dan merasa sangat menyesal karena kehilangan anak kesayangan satu-satunya. Dia lalu lari ke hutan, menangis sambil teriak-teriak berulang-ulang :” Mau merebus Kunci keliru Kencur”. Sesampai di hutan pun dia terus menangis, berteriak, berkali-kali dan berulang-ulang :” Mau rebus Kunci keliru Kencur”. Di hutan dia tidak makan dan tidak minum yang layak sampai badannya mengecil dan kemudian menjelma menjadi burung yang selalu berbunyi :” Cuit cuit cuur, cuit cuit cuur!”. Bunyi burung itu selintas mirip teriakan “mau merebus kunci keliru kencur” dan sering terdengar sampai sekarang. Kalau terdengar suara burung seperti itu, dipercayai sebagai pertanda, bahwa di kawasan sekitar burung itu berbunyi, ada kabar orang meninggal dunia.*****

Kamis, 07 April 2022

LALER IJO PINDAH KE KOTA

 

 

Komplek Perumahan Jatikramat Indah I Bekasi, tiba-tiba membuat kebijakan baru. Tertib sampah. Ketua Rukun Warga (RW)-nya mengeluarkan edaran. Semua bak sampah yang dibuat warga di luar pagar rumah, harus tertutup rapat. Tujuannya, agar tidak dimasuki tikus atau diodol-odol anjing atau kucing, dan diusahakan tidak bisa kemasukan air hujan yang bisa menimbulkan bau busuk, Juga menaikkan iuran sampah dan keamanan karena pengambilan sampah akan ditingkatkan menjadi dua kali seminggu. Sebelumnya, hanya sekali diambil dalam seminggu, sehingga sampah sering menumpuk dan kondisi komplek menjadi jorok.

Karena kebijakan itu, komplek perumahan kemudian menjadi bersih. Ketua RW dan jajarannya aktif mengontrol di setiap rumah apakah kebijakannya sudah ditaati warga atau masih ada yang membandel dan memandang remeh. Anjing, kucing dan tikus menjadi gelisah karena tidak bisa lagi mengorek-ngorek sampah di kawasan komplek. Tetapi anjing dan kucing masih bisa diberi makan oleh pemilik atau majikannya. Tikus juga masih banyak akalnya. Yang paling menderita adalah lalat. Biasanya mereka leluasa menikmati sisa makanan dan bertelur di sampah-sampah yang jorok dan kemudian berkembang biak. Sekarang mereka kelaparan dan banyak yang mati dengan sendirinya atau pindah ke daerah lain yang masih jorok.

                                                                                 *****

Adalah seekor lalat hijau jantan yang bernama Laler Ijo yang sehari-hari biasa mangkal di tempat sampah yang ada di halaman rumah Uci. Sekarang, bak sampah itu tertutup rapat. Sehingga beberapa hari ini dia sudah mulai kelaparan. Biasanya, setiap pagi, Laler Ijo itu selalu mengamati Uci ketika berangkat sekolah diantar Bapaknya yang sekalian pergi ke kantor. Laler Ijo mengamati kebiasaan itu sambil menikmati makanan di bak sampah yang selalu melimpah. Oleh karena itu dia timbul pikiran:” Alangkah baiknya kalau aku ikut Uci dan turun di sekolahnya atau di kantor Bapaknya Uci. Aku harus cepat-cepat pindah dari komplek ini”. Sepanjang siang dan malam, Laler Ijo memikirkan bagaimana caranya merealisir siasatnya untuk menyelamatkan hidup. Dia tetap bertahan di halaman rumah Uci sambil mencari dan menikmati makanan seadanya.

Kesempatan pun tiba. Ketika pintu mobil yang dipakai mengantar Uci terbuka, Laler Ijo kemudian terbang menyelinap ke dalam mobil. Dia berusaha sesenyap mungkin agar tidak ketahuan. Selama dalam perjalanan, Laler Ijo berpikir bagaimana nanti dia harus keluar dari mobil. Tetapi ketika sampai di sekolah Uci, dia belum mau keluar karena belum memcium bau masakan atau makanan. Pekarangan sekolah yang bersih memang tidak menyebarkan aroma yang mampu mengundang lalat dan sebangsanya. “Wah, di sini rupanya juga tidak ada makananku, ya!”, pikir Laler Ijo dalam hati. Namun, ketika sampai di kantor Bapaknya Uci, Laler Ijo dengan tenaga yang sudah agak loyo berusaha terbang keluar. Bau sampah dan kuliner membangkitkan selera dan tenaganya lalu dia melesat keluar ketika sopir dan Bapaknya Uci membuka pintu mobil. Dengan suka cita Laler Ijo terbang menuju sumber bau. Sambil dia berkhayal:” Wah, makanan di sini pasti sangat lezat dan melimpah, sehingga aku akan  menjadi gemuk kembali!”.

Ketika melihat bak sampah yang didatangi pemulung dan terlihat lalat-lalat berterbangan, langsung Laler Ijo meluncur ingin bergabung. Tetapi betapa kagetnya Laler Ijo, karena begitu mendekat, langsung diserbu lalat lain di lokasi itu. “Hee…, ada pendatang baru, siapa itu? Tampaknya dia kurus banget!”, kata seekor lalat sambil berteriak. “Iya, he! Dari mana kau, bukan penghuni kawasan sini, kan?”, tanya yang lain. Laler Ijo dikejar dan disenggol-senggol serta diserang beramai-ramai. Agaknya, mereka tidak suka pendatang baru yang tidak dikenal, khawatir keamanan dan ketenteramannya terganggu. Karena ketakutan, ia lari dan menyendiri di tempat yang aman sambil merenungi nasibnya,

Tak disangka-sangka, tiba-tiba dalam kesedihan dan kesendiriannya, lalat betina hijau yang bernama Lalerina terbang mendekat ke Laler Ijo. Kagetlah Laler Ijo dan sempat mau menghindar. Tetapi Lalerina mengejar dan berteriak. “Heei.., kamu jangan takut dan jangan lari! Aku mau menemanimu!”, teriak Lalerina. Laler Ijo lalu diam, dan sambil memperhatikan dengan seksama, dia berujar :”Namaku Laler Ijo, aku dari kampung Jatikramat Bekasi. Aku ingin bergabung dengan kalian, boleh kan?  “Ya, ayo, sama aku, nanti kuperkenalkan pada teman-teman!”, kata Lalerina dengan gaya agak centil. Dengan agak khawatir, Laler Ijo bersama Lalerina terbang menuju tempat sampah yang banyak sisa-sisa makanan yang lezat-lezat.  “Hee..teman-teman, kenalkan ini teman baruku, namanya Laler Ijo”, kata Lalerina dengan ceria.  “Lalerina, itu jadi pacar barumu, ya?”, kata teman-temannya yang tadinya memusuhi, kemudian berubah menyambut dengan ramah.

Jadilah Laler Ijo dan Lalerina berkasih mesra dan selalu pergi bersama-sama. “Dari Bekasi ke Jakarta kan jauh, kok kamu bisa terbang sejauh itu?”, tanya Lalerina dengan penuh keheranan. “Oh, kamu cerdas ya!”, komentar Lalerina setelah mendengar penjelasan Laler Ijo bahwa dia bisa ke Jakarta karena ikut mobil bapaknya Uci yang pergi ke kantor. Caraku….,katanya penuh bangga, dengan menyelinap dan menyelusup ke dalam mobilnya sewaktu pintu mobil terbuka pada saat mau berangkat. “Lalu, kenapa kenekadan itu kamu lakukan? Kamu berkelahi? Atau barangkali kamu rebutan pacar, dan kamu kalah lalu lari?”, tanya Lalerina bertubi-tubi seolah menyelidik. “Eh, bukan begitu! Dengarkan kisah perjalananku dengan baik, aku mau cerita!”, sergah si Laler Ijo. Tadinya aku hidup tenteram dan damai bersama teman-teman  di Komplek Perumahan Jatikramat. Makanan berlimpah dan aneka ragam. Maklum, di lingkungan masyarakat yang jorok dan membuang sampah sembarangan, membuat hidup kita nyaman. Tetapi mala petaka kemudian datang. Pimpinan komplek perumahan mencanangkan sadar kebersihan perumahan dan lingkungan. Kerjabakti secara gotong-royong bulanan seluruh warga digalakkan. Tempat sampah dianjurkan tertutup rapat sehingga anjing, kucing bahkan tikus  pun yang biasanya mengudak-udak tempat sampah menjadi gelimpungan. Ditambah lagi dengan penyemprotan obat anti serangga secara rutin, membuat pemusnahan massal terhadap nyamuk, kecoak, semut, lalat teman kita, dan berbagai jenis serangga lainnya. Komplek Jatikramat Indah I jadi indah dan bersih. Karena malu dan merasa terhina, apalagi takut terbasmi, maka aku berusaha lari ke tempat lain. Dapatlah siasat seperti yang sudah kuceritakan tadi. Ngedompleng mobil bapaknya Uci yang pergi ke kantor sambil mengantar sekolah, maka jadinya, ketemulah kita! Tetapi sebenarnya, aku sempat khawatir dan was-was lho. Karena ketika melesat terbang ke dalam mobil, sopirnya Uci sempat mendengar dengung kepakan sayapku. Syukurlah, Pak Sopir itu tidak berusaha mencariku, dan selamatlah aku sehingga bisa menikmati kota Jakarta bersamamu!”, jelas Laler Ijo dengan panjang-lebar sambil menerawang kembali kisah perjalanannya ketika ingin bertahan hidup.

Lalerina yang menyimak dengan seksama di sampingnya kemudian menambahkan berkomentar. “Iya, memang. Saya pernah mendengar turis asing ngomongin negeri tempat tinggal kita ini. Mereka bilang, negeri ini merupakan Bak Sampah terbesar di dunia, karena semua warganya membuang sampah sembarangan dan seenaknya. Apa saja, di mana saja dan kapan saja, mereka buang begitu saja”, cerita si Lalerina. “Memang kenyataan. Betul sekali kata orang asing itu! Mungkin mereka tidak ingin balik lagi ke negeri kita ini, ya? Karena  nyatanya, turis asing jarang berkeliaran di negeri kita ini. Turis sangat kurang, yang banyak malah lalat bangsa kita, ya!”, tambah si Laler Ijo sambil terkekeh-kekeh, karena sadar, kalau lingkungan bersih, justru dia dan sebangsanya malah yang akan punah. “Tetapi kayaknya, Tuhan  menciptakan kita ini untuk ujian bagi manusia, apakah mampu hidup bersih dan menjaga lingkungannya dengan baik. Bersama air ciptaanNya, dan sampah yang berserakan dan berjibun di mana-mana, diturunkanlah banjir yang mestinya sebagai batu ujian juga”, jelas Lalerina dengan gaya berkhotbah. “Dan lucunya, mereka tidak sadar juga, karena nyatanya sampah masih berserakan di segala penjuru dan jorok. Tetapi, kan, karena sampah itulah, Tuhan telah mempertemukan kita, ya Lalerina!”, ujar Laler Ijo sambi memeluk Lalerina dengan mesra seolah tidak ingin berpisah. “Kalau begitu, kita berharap lingkungan menjadi bersih atau tetap jorok, ya? Kalau menjadi bersih, kita semua barangkali akan punah, kan?” tanya Lalerina seperti khawatir dan ketakutan. “Lingkungan bersih maupun tetap jorok, sebenarnya bukan masalah bagi kita berdua! Peluang hidup kita kan terbatas dan singkat!” jelas Laler Ijo. “Tetapi kan kita tidak harus memikirkan diri sendiri? Apakah rela kalau kita kemudian punah dan hanya tinggal nama?” tanya Lalerina agak sedikit emosi dan marah menanggapi celoteh Laler Ijo. “Sebenarnya, kita ini tidak perlu takut punah! Juga tidak perlu takut tinggal nama! Bukankah dinosaurus yang raksasa itu juga punah dan tinggal sebagai legenda, ya? Biarlah kelak seluruh muka bumi yang bersih, membahas dan membicarakan lalat seperti yang dialami dinosaurus”,  ujar Laler Ijo dengan nada bergurau..

 Laler Ijo dan Lalerina selama dua hari ini asyik memadu kasih dan sempat Lalerina bertelur di beberapa tempat. Sambil menikmati keindahan kota, dua sejoli lalat itu sengaja bertengger di tempat sampah yang berseberangan dengan restoran terbuka sambil menikmati musik yang sayup-sayup terdengar. Tetapi petaka memang tak terelakkan, karena tiba-tiba petugas kebersihan melakukan penyemprotan obat anti serangga ke berbagai penjuru sekitar komplek perkantoran dan kuliner. Laler Ijo dan Lalerina berusaha lari menjauh menyelamatkan diri dengan harapan masih bisa menyambung hidupnya. *****